Ketika sedang mengerjakan tugas-tugas kuliah dan menunggu upload-an video presentasi yang tak kunjung selesai, tiba-tiba seorang teman mem-PING bbm saya. Di bawah lima ping yang dikirimnya ada pesan dan gambar.
Dan dia meng-capture sebuah komentar yang langsung membuat saya mengurut dada. Saya tak ingin ikut-ikutan menyebar foto tersebut atau apa yang ia katakan dalam komentar pedasnya soal ibu hamil yang meminta tempat duduknya. Tapi sebagai seorang ibu, saya merasa bertanggung jawab untuk memberi sedikit bayangan seperti apa rasanya hamil itu.
Dulu waktu hamil pertama, saya berkendara dengan kendaraan umum. Tiga kali ganti dari kemayoran hingga Green Garden, Jakarta Pusat ke Jakarta Barat. Dua belas tahun lalu, Jakarta masih tak terlalu macet seperti sekarang jadi saya menghabiskan sekitar 1-1,5 jam hingga ke kantor.
Namanya juga naik kendaraan umum, akan sangat beruntung jika saya bisa mendapatkan tempat duduk. Daripada berdiri menunggu lama, saya memilih berdesak-desakan dan kalaupun berdiri asalkan masih dalam kondisi aman serta ada pegangan.
Kalau hari masih pagi, badan masih segar dan udara masih sedikit bersih, biasanya sih kuat-kuat saja berdiri. Apalagi saat itu hingga bulan keempat, saya tak sadar kalau sedang hamil. Jadi selama kondisi tak pusing dan mual, saya yah santai-santai saja sepanjang perjalanan. Paling singgah sebentar untuk makan dan minum ketika pulang kalau kondisi sedang tidak fit.
Namun berbeda ketika perut semakin besar. Kaki gampang sekali lelah, sampai gemetaran sendiri. Belum lagi rasa sakit yang kadang menyerang di punggung, perut dan maaf... di bagian bawah tempat jalan lahir itu. Karena saya tergolong kuat saat hamil, saya tak mengalami rasanya pusing-pusing atau mual. Tapi ini berbeda dengan teman yang bahkan sampai mengantongi saputangan yang ditumpahi minyak angin agar bisa mengatasi rasa mualnya karena tak tahan mencium bau di dalam bis kota. Meski jarang sekali mual atau pusing di dalam bis, saya pernah tak tahan dan menumpahkan isi perut di depan gedung PGN. Saat itu, saya memang dalam keadaan sakit flu dan kurang makan jadinya masuk angin.
Alhamdulillah, sepanjang kehamilan anak pertama itu, saya tak pernah 'mengemis' tempat duduk di dalam bis manapun. Meski kadang tergencet-gencet kalau sedang berdiri, saya selalu berdoa dalam hati semoga Allah SWT menguatkan kandungan saya. Kalau ada yang dengan ikhlas memberikan tempat duduknya, siapapun dia, saya selalu berterima kasih setulus-tulusnya dan berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik bagi orang tersebut. Saya tak mau menjadikan kandungan saya sebagai alat untuk mencari kasihan orang karena ingin enak-enakan.
Saat itu, saking inginnya punya anak setelah empat tahun pernikahan, saya mengikhlaskan segalanya termasuk melalui sedikit kesusahan seperti berdiri di dalam bis itu. Toh tak semua orang bisa melihat saya hamil atau tidak karena kehamilan saya tergolong kecil.
Hanya memang, kehamilan membuat saya menyadari berbagai hal yang tadinya tak saya ketahui. Bahwa tak mudah membawa perut yang makin lama makin terasa berat, jangankan berdiri berlama-lama, untuk bangun dari duduk saja terkadang ibu hamil harus sampai dibantu. Itulah mengapa kaki para Ibu sering sampai bengkak bahkan mengalami varises.
Cerita saya tentang kehamilan anak pertama akan berbeda ketika mengalami kehamilan anak ketiga. Yang sangat sulit. Saya akan angkat tangan tinggi-tinggi kalau disuruh berdiri lama-lama apalagi dalam kendaraan yang terus bergoyang. Karena saat hamil Ade, saya jarang sekali turun dari tempat tidur akibat seringnya pendarahan. Jadi dari semua yang saya alami, saya berpendapat bahwa tak ada ibu hamil yang enak.
Mungkin dari sudut pandang orang yang belum mengalami, kehamilan kan sesuatu yang diinginkan dan sudah wajar kalau yang menginginkannya mengalami kesulitan karenanya. Tapi itulah sebabnya seorang Ibu begitu diagungkan, karena kesulitannya takkan bisa dibayangkan tanpa dirasakan.
Adik-adik remaja perempuan yang terkadang lupa kalau suatu hari nanti mungkin akan mengalami kehamilan, mungkin juga lupa kalau dulu ibu-ibu mereka membawa mereka ke mana-mana dengan perut yang besar. Tanyalah pada ibu kalian, Sayang. "Seperti apa, Mah rasanya membawa diriku ketika kau mengandungku dulu?" Hingga paling tidak, kalian bisa sedikit saja memahami kondisi ibu yang sedang hamil.
Saya juga berharap ibu-ibu yang saat ini sedang hamil dan harus bekerja dengan menumpang kendaraan umum, agar diberikan kesabaran.
Jangan kehilangan kesabarannya meski tak kebagian tempat duduk atau tidak kebagian empati orang lain. Anggaplah itu bagian dari ujian menuju kenikmatan dari Allah SWT, sambil mendoakan si jabang bayi agar terlatih menjadi calon pribadi yang tangguh. Kadang-kadang karena kesalahan cara meminta tolong, maka timbullah kesalahpahaman. Setidaknya tetap tersenyum meski permintaan ditolak.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar