21 Januari 2020

Ketika Anak Belajar Menjelaskan Perasaannya

Di antara anak-anak Emak, Adek yang paling peka. Sometimes too much. Mungkin karena dia seorang deep imaginer juga.

Walaupun tidak berbakat cengeng seperti Kakak saat masih balita, Adek bisa menangis hanya karena orang yang disayanginya sedang menangis tanpa tahu alasan.

Jadi jangan heran, ketika Emak dan Kakak ikut menitikkan air karena terbawa kesedihan saat menonton drama, Adek yang cuma kebetulan duduk dekat kami ikut menangis tanpa tahu sebabnya 😅

Kemarin dia cerita ada sekelompok anak laki-laki di kelasnya yang melontarkan ejekan ke anak-anak perempuan, termasuk ke Adek.

Adek bilang dia menangis, tapi bukan karena ejekan. Ia hanya sedih saat melihat salah satu sahabatnya menangis. Adek merasa heran karena itu.

"Itu disebut peka pada perasaan orang, Neng."

"Maksudnya, Mak?"

"Maksudnya kamu mengerti apa yang dia rasain, dia sedih kamu ikut sedih, dia senang kamu ikut senang. Itu perasaan yang bagus. Malah harus dilatih supaya kalo kita melakukan sesuatu gak nyakitin orang."

Dan Adek mulai bertanya bedanya peka dengan perasaan saat merasakan simpati, terus menyambung ke jenis perasaan lain sampai ke kata 'cinta'.

Emak agak surprise dengernya. Agak kesulitan juga menjawabnya secara sederhana. Jadi memilih beberapa contoh.

Pertanyaan Adek keliatan mudah, tapi beneran susah loh jawabnya.

Untuk remaja awal seperti Adek (11 tahun), penjelasan mengenai perasaan (apalagi dalam bahasa Inggris 😆😆) penting untuk mengakomodasi kemampuan bersosialisasi terutama nanti saat berhadapan dgn lawan jenis, supaya entar gak salah paham.

Lalu si Emak pun bisa bernapas sedikit lega, ya Allah untung dipaksa Ayah kuliah psikologi dulu sampe berdebat kusir berulang kali... Ternyata gunanya banyak banget.

Jadi siapa yang bilang mengurus anak cuma perlu modal Ilmu Pengetahuan ala Orangtua Jadul?

Tidak ada komentar: