Di antara anak-anak Emak, Adek yang paling peka. Sometimes too much. Mungkin karena dia seorang deep imaginer juga.
Walaupun tidak berbakat cengeng seperti Kakak saat masih
balita, Adek bisa menangis hanya karena orang yang disayanginya sedang menangis
tanpa tahu alasan.
Jadi jangan heran, ketika Emak dan Kakak ikut menitikkan air
karena terbawa kesedihan saat menonton drama, Adek yang cuma kebetulan duduk
dekat kami ikut menangis tanpa tahu sebabnya 😅
Kemarin dia cerita ada sekelompok anak laki-laki di kelasnya yang melontarkan ejekan ke anak-anak perempuan, termasuk ke Adek.
Adek bilang dia menangis, tapi bukan karena ejekan. Ia hanya
sedih saat melihat salah satu sahabatnya menangis. Adek merasa heran karena
itu.
"Itu disebut peka pada perasaan orang, Neng."
"Maksudnya, Mak?"
"Maksudnya kamu mengerti apa yang dia rasain, dia sedih
kamu ikut sedih, dia senang kamu ikut senang. Itu perasaan yang bagus. Malah
harus dilatih supaya kalo kita melakukan sesuatu gak nyakitin orang."
Dan Adek mulai bertanya bedanya peka dengan perasaan saat
merasakan simpati, terus menyambung ke jenis perasaan lain sampai ke kata
'cinta'.
Emak agak surprise dengernya. Agak kesulitan juga
menjawabnya secara sederhana. Jadi memilih beberapa contoh.
Pertanyaan Adek keliatan mudah, tapi beneran susah loh
jawabnya.
Untuk remaja awal seperti Adek (11 tahun), penjelasan
mengenai perasaan (apalagi dalam bahasa Inggris 😆😆) penting untuk
mengakomodasi kemampuan bersosialisasi terutama nanti saat berhadapan dgn lawan
jenis, supaya entar gak salah paham.
Lalu si Emak pun bisa bernapas sedikit lega, ya Allah untung
dipaksa Ayah kuliah psikologi dulu sampe berdebat kusir berulang kali...
Ternyata gunanya banyak banget.
Jadi siapa yang bilang mengurus anak cuma perlu modal Ilmu
Pengetahuan ala Orangtua Jadul?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar