11 Juli 2012

Kangen

 


[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="google"]google[/caption]Liburan telah tiba, liburan telah tiba.


Jangan kira liburan hanya anak-anak yang hepi. Itu artinya saya libur sebagai Mama, libur berpusing-pusing soal sekolah, libur menyiapkan segala hal sebelum anak-anak sekolah dan yang jelas libur mengurus anak-anak.


Dua minggu liburan, hanya satu minggu saya ikut berlibur bersama anak-anak. Selebihnya saya kembali ke Jakarta, berkutat dengan beberapa pekerjaan yang tertunda dan menyelesaikan beberapa hal yang tak bisa saya selesaikan kalau anak-anak ada. Saya menitipkan anak-anak bersama kakek dan neneknya.


Bayangan saya, pasti menyenangkan bisa beristirahat sejenak sebagai Mama. Meskipun tak 100% libur karena masih membawa si bungsu, paling tidak saya bisa berhenti mendengar keributan anak-anak karena hanya ada si bungsu yang ada di rumah. Saya bebas!


Berpikir seperti itu kelihatannya menyenangkan dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Dua jam mengarungi jalan tol, saya sudah menyiapkan beberapa hal untuk dikerjakan selama anak-anak berlibur itu. Salah satunya, saya bebas menikmati waktu pribadi yang selama ini habis hanya untuk anak-anak.


Tapi itu hanya sampai saat saya berada di depan pintu rumah.


Ade menangis, "Kakak dan Abang ketinggalan!" itu jeritnya ketika masuk ke dalam rumah yang sepi.


Ah, ya rumah memang tak seriuh biasanya. Biasanya kalau pulang dari liburan, ketiga anak saya langsung berlarian masuk dengan ribut dan heboh. Sibuk mengeluarkan oleh-oleh mainan kalau ada atau sibuk bercerita dan berkomentar tentang hal-hal lucu yang tadi kami temui jalan. Its nothing now! Rumah kosong! Sepi..


Dua jam kemudian, bangun dari istirahat karena lelah. Saya malah melongok di kamar anak-anak.


Tak ada suara seru anak-anak berebut mencari perhatian saya, tak ada jerit ade yang marah karena digoda kakak, tak ada abang yang menghentak-hentak tempat tidur berlatih drum.


Dan baru sehari, saat bangun di pagi hari... sunyi senyap tanpa keramaian kecuali suara anak bungsu saya. Itu pun karena dia sibuk mencari dua kakaknya yang masih berlibur.


Rumah memang menjadi lebih tenang. Tak ada suara ribut dan celoteh anak-anak. Biasanya kakak dan Abang berebut internet untuk bermain, biasanya Ade dan Abang sibuk bertengkar mempermasalahkan jalan cerita 'drama' ala mereka. Biasanya ada celoteh kakak bercerita sesuatu yang lucu, atau kritik-kritiknya yang sering membuat saya tergelak tiba-tiba. Biasanya ada menjawil sang Ayah meminta susu, biasanya ada yang ngobrol mendengarkan curhat saya. Bahkan biasanya ada teman sekongkol saya menggoda Ayah. Aaah, semuanya tidak ada.


Santai yang saya harapkan jadi tidak santai lagi.Satu pekerjaan penting memang selesai, tapi setelahnya saya jadi bingung sendiri mau melakukan apa. Nonton televisi, bete sendiri karena biasanya saya berebut dengan abang yang suka nonton kartun atau balapan. Mau masak, karena hanya bertiga ya hanya sebentar saja sudah selesai. Mengajak adik main, dia malah tertidur pulas dan meninggalkan saya yang semakin bertambah bosan sendirian. Saya akhirnya punya waktu menulis di siang hari, sesuatu yang teramat jarang bisa saya lakukan sebelumnya. Tapi keinginan menulis itu seakan lenyap walaupun sederet topik sudah tersedia untuk dipilih. Saya terlalu rindu suara anak-anak. Saya rindu mereka, celotehnya yang kadang-kadang mengusik di tengah keasyikan saya mengetik ternyata bagai minuman yang menyegarkan. Anak-anaklah inspirasi saya, dan ketika mereka tak ada di rumah, semuanya terasa gersang terutama hati dan pikiran saya.


Akhirnya, saya menelepon hp putri saya berkali-kali. Walau hanya sekedar celoteh riang bertanya sebagai alasan, tapi mendengar suara anak-anak, rindu saya sedikit terobati. Baru satu hari setengah, saya sudah seperti ini. Sudah empat kali saya meneleponnya dalam jarak waktu 12 jam hanya memberitahu hal-hal kecil. Bagaimana nanti kalau kakak harus menjalani pendidikan pesantrennya?


Ah, Mama kangen Kakak dan Abang.


 

Tidak ada komentar: