Mamaku super pelit. Sampai menangis darahpun memohon padannya, Mama takkan bergeming untuk menuruti keinginanku.
Mungkin di kelasku yang murid-muridnya paling update dari seluruh kelas di sekolahku. BB, ponsel dan aneka gadget berseliweran "curi-curi" di tangan teman-temanku. Sebenarnya tidak boleh, tapi ah... bukankah itu asyiknya jadi anak sekolah? Sedikit mengabaikan peraturan demi kesenangan bukanlah hal yang tabu, kan?
Tapi terus terang, aku ingin sekali bisa memiliki satu saja dari semua gadget pintar yang beredar itu. Tapi, boro-boro menyediakan aku gadget mahal, satu-satunya barang mahal yang kumiliki adalah hape warisan dari Papa yang entah tahun kapan keluarnya karena ketika kupakai teman-teman menatapku bingung. Ketika kukeluhkan, eh.. Papa malah bilang, "lah, itu bagus. Barang antik itu justru dicari-cari orang loh, neng."
Dan tadi, hape warisan itu wassalam... alias mati, selamanya... Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah.
Tentu saja bukan salahku kalau akhirnya hape itu harus mengisi museum. Adikku yang menjatuhkannya ke dalam kolam ikan. Jadi meskipun Mama marah-marah karena aku meminjamkan pada adikku tanpa perhitungan, aku justru senang banget. Karena itu artinya Mama harus membelikanku hape baru. Kalaupun tidak, hape bekas Papa yang sekarang juga boleh. Hape Papa yang sekarang kan tak kalah keren dengan milik teman-temanku. Aku sudah lama mengincarnya dan sangat amat bersyukur karena stok hape bekas Papa sudah tak ada.
Mama terlihat bingung saat aku bilang hape itu tak mau nyala. Mama bahkan menelepon pamanku, meminta tolong diperbaiki dan sekali lagi I love you so much, Uncle karena telah mengatakan kalau hape itu sudah terlalu uzur untuk diperbaiki.
Meskipun terlihat sekali kekecewaan di wajah Mama, aku diam saja. Tapi di kamar, aku melompat-lompat gembira karena sekarang Mama atau Papa harus membelikanku hape yang baru. Paling tidak, kalau Papa tak merelakan hape bekasnya maka aku bisa punya hape terbaru. Biar murah, yang penting... update.
Buru-buru aku searching internet, mulai mencari-cari merk hape yang murah tapi bagus. Canggih kalau perlu. Harus lengkap fiturnya dan paling penting ada social medianya. Aah, Mama.. Mama harus mencarikanku hape baru karena tanpa hape dia takkan bisa memonitor di mana aku berada.
Hape yang kuincar sudah kudapat. Benar saja, malam harinya Mama mengeluhkan hapeku yang rusak. Lalu entah apa yang mereka obrolkan, tak lama Mama masuk ke kamarku. Mama bilang, "besok mama belikan hape baru, sementara ini kamu pakai hape Mama dulu. Awas, jangan dikutak-katik! Tidak boleh dibawa ke sekolah ya!"
Begitu Mama keluar, aku kegirangan. Tertawa-tawa sendiri sambil menatap hape Mama yang juga tergolong salah satu smartphone terbaru. Ah, sik asik. Dan meski Mama sudah melarangku, hal pertama yang kulakukan tentu saja mengeksplorasi seluruh isi hape Mama.
Wuuuh, dasar Mamaku ini. Penggemar beratnya om Maher dan seluruh album fotonya hanya dipenuhi foto-foto anak-anaknya termasuk aku.
Sambil terus mengecek, tanpa sengaja ada sebuah folder yang tak bernama. Rasa ingin tahuku yang menggelitik membuatku membukanya. Hanya ada satu gambar dan gambar kartun. Tapi pesan di gambar itu seperti menyindirku.
Aku berdiri, menatap hape Mama dengan perasaan tak enak. Aku keluar menemui Mama. Mama sedang berdiri memasak di dapur. Tanpa ragu, kupeluk Mama dari belakang. Mama terkejut tapi lalu dia berkata, "iya, iya... jangan takut besok Mama belikan yang bagus, yang canggih."
"Ma, besok belikan hape yang paling murah saja ya Ma. Gak usah yang bagus juga gak papa," pintaku sambil menyembunyikan wajah. Malu.
"Hah? Loh kenapa?" Aku tak menjawab. Kusodorkan hape Mama yang masih menampilkan gambar itu. Seakan mengerti apa yang terjadi, Mama balas merangkulku. Ia tak berkata apa-apa selain berbisik alhamdulillah di atas kepalaku. Terima kasih Mama, terima kasih telah mengingatkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar