31 Mei 2017

Sepatu Hilang

Ceroboh ternyata sifat keturunan!

Itu kesimpulan pribadi saya setelah mengamati tingkah polah Kakak selama ini.

Bukan hal yang aneh kalau saya mengadu pada Ayah.

Tadi helm ketinggalan di tukang jus, atau tas tangan ketinggalan di cafe waktu rapat, dompet di laci kantor, ponsel lagi dicharge di restoran pun bisa ketinggalan. Untungnya semua barang itu bisa kembali.


Tapi jangan tanya berapa kali barang-barang bawaan itu hanya tinggal cerita. Tas isi mukena tertinggal di mesjid, earphone set tertinggal di wisma saat wisuda, charge ponsel tertinggal di hotel saat berlibur, bahkan belanjaan saja pernah tertinggal di taksi dan itu masih banyak lagi.

Saking biasanya kehilangan, saya selalu memilih barang-barang pribadi yang murah-murah saja, toh paling juga ilang suatu hari nanti. Begitu ilangpun, ya sudah biasa saja. tak perlu dibahas tak perlu disesali. Siapapun yang menemukan saya berharap mereka menggunakannya dengan lebih baik.

Ternyata si Kakak juga sama. Malah anak saya yang satu ini ratunya ngilangin barang lebih dari emaknya. Entah karena teledor dan ceroboh seperti saya, namun kadang memang dicuri orang. Payung, ponsel, tas, uang, bahkan alat tulisnya yang super komplit dan buku sekolahpun pernah ilang.
Padahal dalam urusan kebersihan dan kerapian, Kakak tergolong perfeksionis. Saya menyebutnya begitu, karena kakak tak bisa melihat barang-barangnya terkena noda, kotoran bahkan lecet sedikit. Dia akan langsung membersihkannya sendiri meski menurut orang-orang kayak emaknya sih masih gak papa.

Tapi cerita hari ini memang harus diabadikan. Lucu soalnya...
Pagi hari saat tengah menyiapkan sepatu, mendadak pagi  yang tenang berubah jadi ramai. Sepatu Kakak hilang!
Anehnya, sepatunya hanya hilang sebelah...
Kakak justru tak tampak panik. Dikiranya sayalah yang menyembunyikan sepatu miliknya. BIasa... iseng. 
Padahal saya sendiri terlalu sibuk ... tidur lagi setelah sahur karena belum tidur semalaman. Ayah sampai membangunkan dan bertanya. Jelas saya langsung sewot. Baru lima belas menit memejamkan mata yang sudah tak bisa ditolerir kantuknya, eh disuruh ngembaliin sepatu. Sepatu apaan!!

Akhirnya, seisi rumah benar-benar kelimpungan mencari sepatu kiri milik Kakak. Aneh... masak ada maling ngambil sepatu cuma sebelah?
Rasa kantuk Emak sampai ilang karena penasaran. Tapi sampe keluar pagarpun tetap saja sepatu Kakak tak ditemukan. 
Analisis 'kemalingan' di TKP pun dilakukan. Pagar yang celahnya memang agak jarang itu bisa saja menjadi penyebab. Dengan kaitan sedikit panjang, gampang sekali meraih sepatu-sepatu yang seringkali diletakkan sembarangan oleh anak-anak. Nah, sepatu Kakak itu selalu terletak paling atas karena dia tak suka sepatunya ditindih sepatu atau sandal lain.

Tapi seperti biasa, kami meminta Kakak ngiklasin dan pergi ke sekolah dengan sepatu lama yang sudah sempit dan sobek sedikit. Maklumlah, Kakak juga penggemar sepatu berwarna, jadi sepatu hitam miliknya ya cuma satu, untuk ke sekolah.
Sepanjang pagi, saya masih penasaran. Bersama Ayahnya, kami mencari di sekitar rumah bahkan termasuk di jejeran pot-pot bunga yang ada di depan rumah. Nihil. Tak ada. Saya menyerah, meminta si Ayah untuk membelikan saja yang baru esok hari. Kebetulan besok hari lahir Pancasila, Kakak hanya ada jadwal upacara saja.

Karena hari ini saya masih terbebas dari rutinitas kantor, maka saat rumah sepi, saya berniat tidur. Sudah lebih dari 18 jam saya belum tidur sama sekali. Tapi belum ada lima menit naik ke kamar dan mulai memejamkan mata, tiba-tiba telepon rumah berdering dan sms bertubi-tubi datang. Siapa lagi kalau bukan si Adek, yang memberitahu, Dompet Pira Ilang!!!

Ya Allah, kapan saya bisa istirahat ya Allah?

Dengan berusaha tetap sabar, mengingat puasa yang lagi dijalanin, lagi-lagi saya meminta Adek untuk ikhlas. Udah biarin... ikhlasin...

Tapi si kecil itu kayaknya kesal banget dan terus mengeluh melalui sms. Saya nyerah. Mata terlalu ngantuk dan mengingat sejam lagi harus bangun mengendarai kendaraan untuk menjemput Adek, ponselpun dimatikan.

Tepat satu jam, saya bangun dan bersiap-siap. Menyalakan ponsel dan pesan beruntun masuk. Isinya... informasi dari Adek kalauu dompet jajannya sudah ketemu. Dikembalikan oleh.... siapapun malingnya yang menurut Adek takut ketika Adek dan teman-teman baiknya mengancam akan mengadu ke guru. Jiah... anak-anak!!
Saya memilih tak membahas apapun soal kehilangan selama masa berpuasa, tapi begitu magrib tiba, saya menggoda anak-anak, membangun suasana ceria termasuk meledek Kakak.

Saya "Sakit hati itu bukan karena sepatunya hilang ya Kak, tapi karena yang ilang cuma sebelah, hahahaha....."

Kakak "Weeei, forget it ok!!" 

Ayah, "Udah, simpen aja sebelahnya itu, nanti hari libur Ayah cariin sebelahnya di Poncol, Banyak sepatu bekas di sana."

Abang, "Hihihi... hebat dong jadinya. Sebelah kanan dari Pasar Baru, sebelah kiri dari Poncol, Berjodoh sepatunya ya Yah!"

Kakak, "Udaah naaa.... makin kesel sama malingnya."

Untungnya kami harus menunaikan ibadah sholat magrib. Tapi bukan berarti kakak berhenti dikerjain. Begitu selesai salam-salaman, tiba-tiba Ayah kembali ke posisi berdoa.

Ayah, "Eeh, doa lagi doa lagi, Ayah lupa..."

Kami bingung, sejak kapan doa pake acara tambahan model gitu. Tapi karena beliau sang Imam di rumah, maka semuapun dengan patuh kembali ke sajadah masing-masing.

Tapi... doa Ayah kali ini berbahasa Indonesia!

"Ya Allah, sadarkanlah maling di sekitar rumah kam bahwa seharusnya kalau mau ngambil itu dua-duanya, bukan cuma satu. Buatlah ia sadar kalau mengambil satu itu membuat pemiliknya malu bukan main."

"Ayaaaah!!!"

Abang, "Kasihanilah kakakku ya Allah, semoga ia sadar kalo kaki kanannya lebih bau dari kaki kiri... weeek!" Dan Kakakpun mulai melakukan serangan fisik ke Abang, dibantu si Adek yang sempat merasakan kehilangan juga hari ini.

Maka suara tawa di rumah mungkin sudah nyampe ke jalan raya saking ramenya.

Mmm... sebenarnya itulah cara saya dan Ayah membuat anak dengan cepat melupakan masalah mereka. 

Hanya saja, usai sholat Magrib dan kami bersiap sholat taraweh, tiba-tiba mata Ayah melihat sesuatu menindih daun-daun di pot bunga. Ketika Ayah mengecek, ternyata itu sepatu Kakak!!!!

Heh?

Kami sekeluarga benar-benar dibuat bingung. Lah ini malingnya kok malah ngembaliin?

Sekali lagi Abang menganalisis. "Berarti benar, Mak! Fix dah!"

Saya, Kakak dan Ayah, "Apaan?"

"Kaki Kakak dua-duanya bau!!!"

"REZA!!!"

*****








1 komentar:

Sandra Hamidah mengatakan...

Ya alloh Bun heheu semoga nanti ga kelupaan lagi dan puasa sekwluarga lancar jaya