Setelah berusaha selama 3,5 tahun ini, akhirnya... Akhirnya saya selesai dengan nilai IPK di atas target 3,5. Mencapai nilai IPK sebesar ini tidaklah mudah kalau dalam 7 semester. Biasanya perlu 8-9 semester menyelesaikan dengan mengulang MK yang mendapat mutu rendah (C atau D).
Dulu awal kuliah di UT, saya tak pernah berandai-andai. Bayangan akibat informasi dari para senior, yang cerita kalau di UT itu gampang masuk susah lulus sudah duluan hinggap. Tapi, bagus juga. Karena sejak awal melangkah masuk, saya berusaha semaksimal mungkin.
Perlahan-lahan pun saya mulai mengatur target untuk merasakan semua hal menjadi mahasiswi. Menjadi leader kelompok belajar, Ikut lomba karya ilmiah, memperoleh beasiswa, mengadakan TTM Atpem, mewakili dalam pengajuan proposal pembiayaan penelitian antar kampus dan meraih IPK setidaknya 3,5.
Semuanya saya alami dan memang sulit menjelaskan perasaan ini. Menang lomba, mendapat beasiswa, bergaul dengan teman-teman yang usianya jauh di bawah saya, ikut penelitian, bahkan dikenal baik oleh para tutor (dosen UT, red.) dan akhirnya memperoleh IPK yang saya targetkan.
Pencapaian seperti ini tidak semudah menuliskannya di sini. Saya pernah menangis kecewa setelah UAS, karena satu mata kuliah yang memang sejak awal saya ragukan bisa melewatinya dengan mudah.
Saya juga pernah kesal mendengar langsung segelintir orang yang tadinya teman jelas-jelas bergosip tentang saya, padahal sudah banyak bantuan belajar yang saya berikan pada mereka.
Karya ilmiah yang saya buat hingga harus bolak-balik perpusnas, rumah dan LIPI mencari sumber penelitian. Mengatur jadwal TTM, membayar pengeluaran yang sudah tak terhitung dan bertemu tutor untuk bertanya banyak hal menjadi kebutuhan wajib yang tak bisa dihindari.
Itu belum seberapa dibandingkan mencatat, mengingat, mempelajari bahkan mengulang-ulang pelajaran di saat saya juga masih harus mengurus anak-anak, rumah tangga dan lingkungan sosial.
Maka ketika beberapa hal harus mengalah, saya terpaksa memilih. Apalagi ketika mendapat sebuah proyek besar tahun lalu... Saya mencoret satu kegiatan para ibu yang dilakukan saat weekend.
Setelah itu, saya juga masih harus menekan kegiatan di luar karena mendapat posisi cukup menantang di kantor. Walaupun sifatnya freelance, pekerjaan ini memaksa saya menggunakan lebih banyak waktu dan biar bagaimanapun, kuliah sangat penting. Jadi agar saya tetap bisa belajar di pagi hari, saya meniadakan kegiatan 'santai atau main-main' yang biasa saya lakukan saat bergaul dengan para ibu-ibu.
Sulit juga belajar ketika anak-anak sudah ada di rumah karena selain berisik, meski mereka tidak mengganggu, tapi saya merasa rugi tidak ikut bermain atau berbicara dengan mereka. Toh, mereka-lah alasan utama saya menjadi diri sendiri. Baru setelah anak-anak tidur, saya kembali mengulangi pelajaran secara online atau mengerjakan tugas-tugas kampus. Entah berapa banyak malam-malam yang saya lewati hingga menjelang subuh.
Untuk pendidikan ini, saya membuat blog-blog 'tertidur', tidak aktif di media sosial bahkan memutuskan untuk tidak ikut acara-acara blogger dulu. Saya juga tidak menerima pekerjaan apapun dan baru mulai aktif kembali bekerja di semester terakhir. Itupun pekerjaan freelance.
Namun, saya tak menyesal sama sekali. Saya mendapat apa yang saya mau. Cita-cita anak kecil itu kini menjadi nyata adanya. Impian saya menjadi sarjana untuk bidang yang memang menjadi minat sejak kecil kini menjadi nyata.
Proses wisuda dan sebagainya, tinggal sedikit lagi. Perkiraannya sekitar bulan Maret dan orang yang paling pantas untuk mendampingi saya adalah Mas Ajid, suami saya tercinta.
Dialah yang berkali-kali memberi semangat ketika saya mulai merasa lelah dan bosan. Dia yang selalu mengantar jemput dan menemani saya kemanapun selama proses perkuliahan. Dia juga yang rela mengangkat dan membawa kamus-kamus berat yang harus saya bawa saat ujian.
Dia juga menegur dengan keras ketika saya menangis atau marah tak jelas karena lelah. Dia juga yang mengingatkan ketika tujuan dan arah langkah saya mulai sedikit melenceng. Tanpa suami tercinta, tak mungkin saya bisa melakukan segalanya dan berhasil seperti sekarang.
Pernah satu kali, ketika saya sedang antri mengambil transkrip nilai, seorang ibu mengobrol tentang matkul yang diulang dengan saya. Dia juga sedang kuliah. Saat itu, ia mengeluhkan beberapa mata kuliah yang gagal dan harus mengulang.
Saat ia bertanya, saya menjawab dengan polos bahwa saya tak perlu mengulang karena sudah dapet nilai B tapi karena suka mata kuliahnya dan suami juga pikir perlu mengulang pelajaran makanya saya ambil lagi.
Saat itu, tanpa sadar saya bercerita tentang bantuan suami yang selalu mendampingi dengan setia. Saat saya selesai, mata ibu itu berkaca-kaca dan berbisik pelan betapa beruntungnya saya karena suaminya selalu marah-marah ketika ia ingin belajar karena menurut suaminya, ibu itu sudah terlalu tua untuk belajar, sayang uangnya dan tak ada gunanya jadi sarjana.
Bukan satu-dua kali saya mendengar kata-kata seperti ini, bahkan dari teman-teman kuliah sendiri. Alhamdulillah, Mas Ajid tak pernah berkata seperti itu. Malah dia juga yang meminta saya mengambil S2 untuk bidang ini. Hanya kali ini, saya masih berpikir dulu. Fakultas khusus di bidang penerjemahan sepertinya hanya sampai S1. Berbeda dengan bidang psikologi. Sayangnya, saya tak tertarik meneruskan bidang psikologi karena memang saat itu mengambil karena ingin tahu saja. Walaupun IPK Psikologi juga sangat memuaskan (3,43) saya tak terlalu menikmati prosesnya.
Setiap usaha selalu dihargai dengan hasil yang luar biasa. Saya bersyukur dengan segala berkah Allah SWT, dengan anak-anak yang menjadi penyemangat dan suami yang selalu membantu.
Kemandirian anak-anak dan pengertian suami yang membuat saya berhasil meraih semua yang saya impikan.
Sekali lagi, inilah awal langkah baru setelah semua yang kami lalui.
Saya bukan lagi Iin yang sama dari 3,5 tahun. Kampus telah mengubah diri menjadi seseorang yang berbeda, dengan karakter yang jauh lebih baik. Langkah ini telah mengubah dunia saya dan saya berhasil melakukannya dengan baik.
Semoga pula, langkah baru saya membuat dunia yang lebih baik untuk orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar