04 April 2016

Kekerasan Pada Anak

Seorang anak seharusnya mendapat cinta dan kasih sayang dari orangtua serta orang-orang dewasa di sekitarnya. Namun, tingkat kekerasan pada anak di Indonesia terbilang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, setiap harinya ada 17 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan ke KPAI sepanjang trimester awal tahun 2014.Hampir setiap hari di media massa, selalu ada berita kekerasan yang dilakukan terhadap anak. Kejadiannya juga sudah sangat beragam, bahkan terjadididalam lingkungan rumah hingga di sekolah. Padahallingkungan rumah dan sekolah adalah salah satu lingkungan di mana anak seharusnya dilindungi dan diberikan hak-haknya. Oleh karena itu, perlu kesadaran dari setiap orang untuk mulai memikirkan cara-cara pencegahan kekerasan terhadap anak.


Banyak alasan mengapa kekerasan pada anak harus dicegah. Jika anak mengalami kekerasan, maka ia akan mengalami trauma psikis dan fisik. Akibat dari trauma psikis antara lain sikap agresif berlebihan, murung hingga sedih berkepanjangan, sampai masalah fisik seperti memar, luka luar atau luka dalam yang bisa berakhir dengan kematian. Efek trauma psikis justru lebih mengerikan. Seorang korban kekerasan yang mengalami stimulasi kekerasan dalam waktu yang lama, kelak akan menjadi calon pelaku di masa mendatang.


Ahli psikologi anak dari Universitas Indonesia, Dra. Mayke Tedjasaputra mengatakan bahwa anak yang sudah mengalami perlakuan kasar yang dilakukan orangtuanya berpotensi melakukan hal yang sama terhadap keturunannya kelak. Tanpa mereka sadari, mereka akan meniru sisi brutal orangtuanya seperti saat kejadian kekerasan itu terjadi.


Beberapa penelitian pun telah dilakukan untuk memastikan efek buruk dari kekerasan tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dante Ciccheti dari Universitas Cambridge yang menemukan fakta bahwa 80% bayi yang mengalami kekerasan fisik telah mengalami berbagai gangguan kejiwaan, seperti posttraumatic stress disorder (PTSD), kelainan disosiatif, dan gangguan kejiwaan lainnya. Setelah mereka dewasa dan menjadi orangtua, banyak yang mengalami kesulitan berhadapan dengan bayi serta anak-anak mereka sendiri. Hal ini juga menyebabkan konsekuensi yang merugikan bagi perkembangan sosial emosional pada anak-anak mereka di kemudian hari.


Karena akibat kekerasan terhadap anak sudah jelas akan menimbulkan efek domino kekerasan yang sulit dihentikan, maka sudah seharusnya langkah-langkah pencegahan dilakukan dengan segera. Pencegahan awal dimulai dari rumah atau lingkungan paling dalam seperti menghilangkan kebiasaan mendisiplinkan dengan kekerasan, menjalankan agama dengan taat,menjalankan fungsi setiap anggota keluarga dengan seimbang, membiasakan diri untuk bisa memanajemen emosi terutama pada orangtua dan memilih tayangan atau games yang lebih mendidik. Sedangkan untuk menyiapkan anak menghadapi lingkungan yang lebih luas seperti di sekolah dan sekitar tempat tinggal, diperlukan kewaspadaan dan pendidikan keamanan diri pada anak untuk memahami situasi-situasi tertentu. Anak-anak juga perlu mengetahui nilai-nilai demokratis dan penghargaan terhadap haknya.


Walaupun langkah-langkah pencegahan telah dimulai, kita tidak boleh melupakan kekerasan mungkin masih bisa terjadi. Maka yang paling penting dalam hal ini adalah penegakan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan yang sudah ada, untuk menimbulkan efek jera bagi para pelakunya dan orang-orang yang berniat melakukannya. Sedangkan Pemerintah dan berbagai lembaga perlindungan hukum dan hak anak, salah satunya yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia, harus terus memberikan perlindungan khusus pada anak-anak Indonesia melalui pengawasan terhadap sistem pendidikan baik di rumah maupun di sekolah.


*****


 

Tidak ada komentar: