- Orangtua adalah contoh.
Sedini mungkin, buat si kecil untuk melihat aktivitas rutin mengaji. Anak adalah peniru ulung. Apapun yang dilakukan orangtuanya pasti akan ditiru oleh anak jika dilakukan setiap hari. Karena itu sejak dini walaupun si anak belum memahami arti gerakan atau bahkan tahu cara berbicara, biasakan agar dia berada di ruangan yang sama saat Ayah dan Ibunya mengaji. Jangan anggap anak sebagai pengganggu konsentrasi saat sholat atau mengaji. Satu dua kali konsentrasi orangtua mungkin terganggu, tapi ketika sudah terbiasa sholat atau mengaji dengan khusyu, maka takkan ada masalah.
Waktu mengaji pun tergantung kebiasaan dalam keluarga itu sendiri. Ada yang hanya mengaji di antara waktu magrib dan Isya. Namun, ada pula yang ingin mengajari secara intensif dengan memilih waktu lebih sering, yaitu sore hari setelah sholat ashar, antara sholat magrib dan isya atau setelah/sebelum sholat subuh. Tahap ini untuk membuat anak memahami bahwa mengaji adalah bagian dari rutinitas wajib yang sama seperti makan, tidur, dan mandi.
- Ajari dengan bertahap.
Tahapan mengajarkan mengaji dimulai bahkan sebelum anak bisa berbicara dengan lancar. Pelan-pelan, dan tidak memaksakan. Ketika si kecil yang mungkin berada di usia 1-2 tahun, ia akan bereksplorasi dengan banyak hal. Hal yang utama adalah bahasa. Karena itu ketika mendengar bahasa di luar bahasa yang digunakan di rumah, biasanya ia akan menunjukkan ketertarikan. Untuk itu awali dengan mengajarinya surat-surat pendek. Meskipun anak tidak mengucapkannya dengan benar, perbaiki secara bertahap dan jangan terlalu menekankan kesempurnaan. Pada tahap ini, anak diharapkan sudah mulai mengenal bahasa dasar dari keyakinannya dan melalui tahap awal dasar-dasar mengaji.
- Mengaji adalah rutinitas menyenangkan.
Dalam Islam, orangtua memang diizinkan bersikap tegas untuk mengajari putra-putrinya kegiatan wajib seperti sholat. Tapi, sesuatu yang sedang dipelajari akan lebih mudah diterima dan dilakukan ketika sesuatu itu diajari dengan cara yang menyenangkan hati. Usahakan agar setiap orangtua mengajak anaknya mengaji diusahakan selalu dalam suasana yang menyenangkan. Biarkan mereka memilih cara mengaji yang paling diinginkan, asalkan orangtua tetap mendampingi.
Ada anak yang ingin setiap hari harus berganti lembar Iqra walaupun belum lancar, ada yang ingin terus menerus di halaman yang sama sampai ia hafal. Beberapa hal seperti harus duduk diam dalam posisi tertentu, harus mengenakan jilbab panjang dan sebagainya sebaiknya tidak terlalu ditekankan. Tahap lanjutan ini dimaksud untuk membuat anak lebih menikmati suasana mengaji terlebih dahulu. Seiring waktu, anak-anak akan belajar perlahan-lahan untuk memahami apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Selama proses belajar, usahakan untuk tidak marah agar di ingatan mereka terpatri kalau mengaji itu adalah saat di mana orangtuanya selalu sabar.
- Pengulangan proses untuk menyempurnakan.
Mengaji tidak berhenti ketika seorang anak berhasil menamatkan Iqra atau Al Qur’an. Selama proses, sudah pasti anak membuat kesalahan-kesalahan terutama tajwidnya. Karena itu ketika anak lebih besar dan telah menamatkan bacaannya dalam Iqra’, segera lanjutkan pada tahap Al Qur’an, dan jika sudah tamat Al Qur’an, maka ulangi dari awal kembali dengan tujuan menyempurnakan tajwidnya. Semakin sering Al Qur’an dibaca maka semakin mudah bagi seseorang untuk membacanya dengan lancar dan benar. Tahapan ini dimaksudkan untuk lebih menyempurnakan proses mengaji pada anak-anak.
- Perayaan dengan penghargaan
Apabila anak menamatkan bacaan Al Qur’annya dengan baik. Tak ada salahnya untuk merayakannya secara khusus. Tak perlu berlebihan, namun tetap berkesan religius dan menyenangkan untuknya. Berikan penghargaan yang khusus padanya sebagai orangtua untuk lebih meningkatkan keinginannya agar terus mempertahankan kebiasaannya itu. Tak perlu mewah atau besar-besaran, tapi tunjukkan betapa bersyukurnya orangtua memiliki anak yang mau mengaji dengan rajin. Jangan buat perayaan sebagai sebuah kewajiban.
Ketika ia selesai dan tamat. Kadang anak mulai merasa bosan. Maka siapkan teknik yang lain agar anak tetap mengaji. Entah itu belajar tentang hadits atau doa-doa tertentu. Maksimal waktu libur mengaji ini satu minggu, tidak bisa lama karena ini proses membiasakan.
Jadi, mengaji sendiri di rumah tidaklah sulit kalau kita menjadikannya sebagai media untuk meningkatkan hubungan dengan anak, sekaligus mempererat hubungan dengan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar