Setiap kali usia bertambah, baik untuk perempuan ataupun laki-laki, ada periode-periode yang harus dilewati. Masa kanak-kanak, remaja hingga memilih pasangan untuk membangun keluarga. Keluarga yang diharapkan akan menurunkan kebaikan-kebaikan bagi sekitarnya, tak hanya bagi dirinya sendiri.
Tapi tak semua orang menjalani proses itu dengan mudah. Memilih pasangan tidak semudah memilih pakaian yang begitu terasa enak dipandang dan nyaman dipakai akan langsung dibeli. Atau menjalani kehidupan seperti menonton film drama yang bisa ditentukan ending-nya akan berakhir bahagia atau sedih. Sebagai manusia, ada beberapa hal yang ditentukan Yang Maha Kuasa. Jodoh, rezeki, kelahiran dan kematian adalah rahasia yang takkan pernah bisa diduga.
Ada yang bilang memilih jodoh itu bagai berjudi. Salah pilih, kalah. Benar memilih, berarti menang. Tapi yang lain berucap, bahwa jodoh itu takdir yang tergantung pada diri kita juga. Kalau kita menjalani dan memilih dengan niat setulus hati, maka kebaikan jodohlah yang didapat.
Apapun pendapat tentang itu, yang paling penting adalah bagaimana menjalaninya. Perbedaan sebesar apapun takkan menjadi masalah, jika kedua pasangan sama-sama menanamkan saling pengertian dan berusaha keras menyatukan perbedaan dengan pemahaman. Tidak perlu harus mengubah karakter utama, atau memaksa pasangan berubah. Karena mencintai itu bukanlah tentang mengubah karakter seseorang menjadi sesuai keinginan kita. Justru sebaliknya, mencintai berarti menerima semua kekurangan dan kelebihannya.
Bahkan persamaan karakter dan kesukaan pun bukan berarti bisa menyatukan pasangan dengan mudah. Bagaimana kalau keduanya sama-sama berkarakter introvert? Atau sama-sama berkarakter keras kepala dan egois? Atau sama-sama suka berbicara? Kalau tidak diimbangi dengan saling pengertian dan memahami, mungkin saja pernikahan model ini pun takkan berhasil.
Pernikahan... tidak akan ada yang berhasil, tanpa kerja sama kedua pasangan. Tidak jika istri saja yang berusaha, ataupun sebaliknya. Juga demikian jika kegagalan terjadi, bukan salah istri ataupun salah suami. Kegagalan terjadi karena keduanya sama-sama gagal membina hubungan sebagai pasangan. Porsi kesalahan mungkin berbeda bagi setiap masalah. Tapi itu tak berarti membuat istri atau suami berhak menghakimi pasangannya, terutama di hadapan anak-anak dan keluarga di sekitar mereka.
Apapun itu. Ketika memilih pasangan, pakailah pemikiran-pemikiran logika yang berlandaskan ketulusan dan tentu saja cinta. Bangunlah pondasi yang kuat untuk membangun rumah tangga, setidaknya pastikanlah ada empat tiang utama yang menopang atap yang menaunginya. Bisa saja pondasi itu berupa kepercayaan, komunikasi, saling berbagi, dan tentu saja cinta. Tapi pasangan lain mungkin lebih mengedepankan kasih sayang, pengertian, komunikasi dan semangat untuk membina mahligai rumah tangga yang sesuai dengan akidah agama masing-masing.
Selanjutnya, rencanakanlah pernikahan yang lebih indah ke dalam, daripada memperlihatkan keindahan ke luar terlebih dahulu. Sesuatu yang indah di luar, belum tentu terlihat indah di dalam. Demikian pula sebaliknya. Idealnya, keindahan pernikahan harusnya bisa dilihat dari luar dan dalam. Tapi biasanya sesuatu yang indah di dalam, akan membias keindahan hingga ke luar. Makanya ada istilah sebelum seorang lelaki memimpin negeri, biasanya ia pandai memimpin keluarga.
Mungkin banyak yang tak memahami maksud di atas. Keindahan tak harus karena melihat kecocokan wajah yang satu cantik dan yang lainnya tampan. Tidak juga karena usia yang tak terpaut jauh, atau pendidikan yang baik. Kadang-kadang perbedaan justru menimbulkan keindahan yang unik dan tak tergantikan. Ada yang menikah dengan rentang usia lebih dari sepuluh tahun, sehingga banyak yang melihatnya sebagai sesuatu yang unik. Yang lain secara fisik sangat berlawanan, tapi justru menjadikannya sebagai ciri khas pasangan. Cinta membuat semua perbedaan itu menjadi indah.
Carilah pasangan yang benar-benar menyentuhmu hingga ke hati. Jangan memaksakan sebuah pernikahan, jika yang jadi penilaian adalah penilaian orang lain. Semua orang yang berada di luar lingkaran pasangan hanyalah referensi, karena semua berpulang pada keputusan yang akan melakukannya. Informasi dari luar, siapapun dan apapun, harus dipandang dari sudut logika, fakta dan akal.
Seimbangkanlah kadar seluruh pondasi untuk memilih pasangan. Jangan berlebih memupuk cinta, juga jangan berlebih memupuk kepercayaan. Seimbangkan dan sesuaikan dengan kebutuhan, agar tak ada pondasi yang miring, tak ada yang kurang atau lebih. Dan sekali lagi... Tak ada yang paling tahu siapa jodoh yang tepat, kecuali Allah SWT semata. Mendekatkan diri dan mencari jawaban melalui ibadah kepadaNya adalah cara terbaik untuk mendapatkan pasangan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar