09 Juli 2013

Ramadan, Memulai Harapan Baru

Secara pribadi untuk saya Ramadan bukan sekedar bulan di mana setiap muslim menikmati pesta pahala terbesar sepanjang tahun, atau bulan di mana seorang muslim kembali menjadi fitrah. Untuk saya, inilah awal dari langkah baru untuk merencanakan, menargetkan dan menancapkan sebuah prasasti cita-cita dan keinginan yang Insya Allah akan dijalani di sepanjang tahun berikutnya hingga Ramadan berikutnya datang lagi.


Seperti lumrahnya sebuah rencana, ada yang gagal, ada pula yang berhasil. Tahun ini, saya mengukir kesuksesan dalam kesehatan pribadi karena untuk setahun ini saya berhasil menghindari operasi atau tinggal sementara di rumah sakit. Padahal mengingat kesibukan yang makin meningkat, itulah hal satu-satunya yang membuat keluarga terutama suami selalu meragukan kemampuan fisik saya berbanding lurus dengan keinginan saya yang terlalu banyak. Alhamdulillah, saya justru semakin sehat. Chubby cheeks kata putri saya.


Namun, memang ada beberapa rencana yang akhirnya justru berbelok arah. Buku tak jadi terbit atas nama pribadi, justru muncul buku dengan tema serupa dengan nama orang lain. Meski begitu, hal itu justru membawa keuntungan finansial untuk saya. Biarlah... toh keuntungan inilah yang lebih saya butuhkan saat ini. Kebutuhan untuk membantu mewujudkan mimpi-mimpi saya yang lain.


Ramadan ini, saya resmi menyandang status mahasiswi program strata bidang yang pernah menjadi cita-cita saya dulu sekali saat masih SMP. Keinginan yang selama belasan tahun saya simpan dalam-dalam, terkubur bersama keadaan. Tahun ini, target itulah yang paling saya utamakan. Dan sekarang semuanya bukan lagi sekedar impian karena saya sedang bergerak mencapainya.


Banyak yang berubah selama setahun terakhir ini. Aktivitas dunia maya yang berkurang, tapi intensitas pergaulan online saya justru meningkat pesat. Bahkan membawa saya sampai ke tempat-tempat yang tak pernah terbayangkan sedikitpun. Menyentuh, melihat bahkan merasakan keindahan tempat-tempat luar biasa yang dulunya hanya bisa saya lihat dari televisi.


Tak cuma itu, ada banyak sekali hal-hal yang berputar seratus delapan puluh derajat dalam kehidupan sosial saya. Ada yang justru memutus silaturahmi, yang lain justru datang menyambung tali silaturahmi. Seperti jet coaster, ada yang naik dan ada yang turun. Dan seperti doa-doa yang saya panjatkan pada Allah yang Maha Mulia, buatlah mereka yang berpikir atau berbuat baik tetap dekat dengan saya dan buatlah mereka yang berpikir atau berbuat buruk menjauh dari saya. Siapapun mereka.


Beberapa sahabat mengalami keadaan yang berbeda dengan saya. Beberapa mengalami masalah. Beberapa lainnya sedang merasa bahagia. Tahun lalu masih tertawa bahagia semeja bersama keluarganya, tahun ini hanya bisa duduk memandang menerawang untuk mengenang karena sebagian kursi di rumahnya telah kosong. Yang lainnya, tahun lalu masih bersepeda motor menikmati waktu sahur sambil bersafari Ramadan, tahun ini sudah duduk tak bisa menggerakkan anggota tubuh kecuali kepalanya. Namun, ada yang tahun lalu masih berpikir entah kapan dapat jodoh tapi tahun ini justru sudah mengalami riuhnya suasana sahur bersama istri dan mertuanya. Tahun lalu, saya sekeluarga masih duduk di rumah yang belum selesai direnovasi, sekarang kami bahkan menikmati fasilitas yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya. Sungguh betapa besarnya kekuatan Allah SWT, dalam sekejap Ia mengubah yang tiada menjadi ada dan ada menjadi tiada.


Doa... itulah kekuatan keinginan yang setiap hari kita lantunkan sebagai penyemangat dan saluran komunikasi dengan Sang Maha Pemberi Nikmat. Melalui istighfar sebagai permintaan maaf, melanjutkannnya dengan rasa syukur untuk semuar yang telah kita dapatkan lalu diakhiri dengan permintaan yang cukup. Tidak berlebihan, tidak kekurangan. Karena Allah SWT lebih tahu takaran atau dosis yang tepat, untuk bagian apa saja dalam hidup kita yang perlu ditambahkan dan perlu dikurangi.


Usaha... jalan yang harus kita lakukan untuk membuktikan bahwa keinginan itu memang benar adanya. Tidak hanya untuk membuktikan pada diri sendiri, tapi juga untuk orang lain, untuk melihat kesungguhan dari terwujudnya keinginan. Tanpa usaha, takkan ada gunanya berdoa terus menerus. Allah SWT tidak akan mengabulkan doa-doa dari umatNya yang pemalas. Ada usaha, ada upaya, pasti ada jalan.


Jadi bersyukurlah, untuk apa yang masih bisa kita rasakan tahun ini. Di Ramadan ini, pesta pahala yang penuh berkah ini, kita masih diberi kesempatan untuk beribadah. Jika sekarang saat sulitmu, anggaplah itu bagian dari berkah yang tersembunyi dan jangan berputus asa untuk tetap bersemangat melaluinya. Jika sekarang saat bahagiamu, manfaatkanlah dengan berbuat kebaikan, berucap syukur dan tak melupakan kewajiban utamamu. Mari semua bersama-sama, membangun kembali pondasi seorang muslim dan muslimah yang lebih kokoh, serta menyatukan impian hati dan kewajiban sebagai sebuah kegiatan yang indah seiring sejalan. Ramadan, ini mari memulai harapan baru dengan hati yang baru.


*****

Tidak ada komentar: