Alhamdulillah... hari ini sudah 15 tahun saya dan Mas bersama.
Lebih dari yang saya harapkan dan tak biasanya tahun ini beliau menghujani banyak hadiah. Tak pernah sebelumnya ia begitu banyak memberi, pada saya dan anak-anak. Tapi karena memang di tahun ini kami memperoleh rezeki yang luar biasa.
Peringatan kebersamaan mungkin bukan tentang hadiah, tapi tentang menghargai orang lain selain diri kita, menghormati dan memelihara apa yang kami sebut dengan 'partner' dalam berbagai hal. Tidak mudah membangun hubungan dengan kompak, apalagi halangan itu banyak muncul justru dari orang-orang terdekat. Tapi tanpa masalah, kami takkan menyadari apa yang telah menyatukan kami berdua. Anak-anak itu bonus terindah dalam hubungan ini. Yang memberi kami tujuan dan rencana.
Memiliki pasangan, justru menjadi kekuatan tambahan untuk mencapai impian-impian kami. Bagai tambahan telinga, mata, rasa, pikiran dan jiwa... bukan justru sebaliknya. Dengan tambahan itulah, kami bisa saling mengisi kekurangan yang jelas ada dalam diri setiap orang.
Jujur, tak mudah menyatukan perbedaan kami yang terlalu sangat banyak. Pertengkaran, perdebatan, perselisihan, tangis, marah, kecewa bahkan kesal pada hal-hal kecil seringkali terjadi.
Tapi kami belajar... belajar menunjukkan semua yang ada di hati dengan cara yang lebih bisa diterima pasangan, belajar menerima bahwa sesekali tak semuanya harus seperti yang diinginkan, belajar menerima bahwa tongkat kepemimpinan hanya boleh berada pada satu tangan, belajar memahami perasaan orang selain diri sendiri dan bahkan kami belajar membaca pikiran pasangan hanya dengan bahasa tubuhnya.
Semua itu memerlukan keinginan dalam diri sendiri. Keinginan yang timbul setelah kita meredam egoisme. Karena tanpa meredam egois, kita takkan pernah bisa memahami orang lain dengan melihat sesuatu dari sudut pandang mereka.
Dan itulah yang saya lakukan, saya belajar sedikit demi sedikit. Mas juga. Untuknya, tak mudah menerima sifat kekanak-kanakan dan emosi saya yang meledak-ledak. Untuk saya, tak mudah menerima pemikirannya yang kadang-kadang terlalu panjang dan terlalu lamban. Mungkin ini karena perbedaan usia kami yang cukup jauh.
Tapi waktu membuktikan bahwa kami bisa berjalan bersama dalam rel yang sama setelah saya belajar meredam emosi dan membangun sifat yang lebih dewasa. Sedangkan Mas, belajar berbicara dengan cepat agar bisa membuat saya memahami pemikirannya sebelum terlambat. Entah berapa kali baru saya menyadari bahwa seharusnya saya lebih mendengarkannya setelah melakukan banyak kesalahan.
Maka perbedaan itu tak lagi menjadi masalah setelah tahun-tahun berlalu, justru menjadi senjata kami berdua. Saya si pencetus ide, sementara Mas menjadi si pemikir yang akan memberi saya bayangan apa yang mungkin terjadi.
Kemampuan membaca pikiran pasangan itu memang perlu waktu untuk bisa melakukannya. Apalagi ada banyak sekali hal-hal yang hanya bisa dibahas berdua, terutama keputusan tentang anak-anak. Ketika anak-anak menyampaikan keinginan, kadang-kadang kami tak bisa berdiskusi dan harus mengambil keputusan secepat mungkin. Di sinilah kemampuan itu wajib dimiliki.
Sesungguhnya, pernikahan itu bukan tentang jumlah tahun bersama. Tapi tentang kualitas kebersamaan. Apakah sebagai istri dihargai selama itu? Apakah sebagai suami dihormati selama itu? Apakah sebagai anak-anak disayangi selama itu? Dan bermuara pada pertanyaan yang sama... Apa kau bahagia?
Jawaban saya adalah ya...
Tak ada pernikahan lain yang saya harapkan selain apa yang saya miliki sekarang. Kami mungkin tak punya segalanya, dan sama seperti pernikahan-pernikahan lain, kami terkadang mengisi hari-hari kami seperti biasanya tanpa ada yang istimewa. Sama seperti pasangan lain, kami juga melalui pasang-surutnya kehidupan.
Semua emosi yang kami curahkan untuk rumah tangga ini semata-mata bukan untuk kepentingan siapapun, tapi untuk diri sendiri. Saya bahagia, karena saya melihat suami dan anak-anak menikmati hal-hal kecil yang menjadi kerja keras saya. Saya bahagia, mereka mau mendengarkan dan menghormati apapun ide yang saya cetuskan walaupun akhirnya beberapa tak dijalankan karena berbagai alasan. Saya bahagia, sesekali suami dan anak-anak marah untuk memperingatkan saya bahwa terkadang saya juga berbuat salah. Saya bahagia, ketika mereka berprestasi maka sayalah yang paling dihormati. Dan terlalu banyak kata saya bahagia.... yang takkan bisa saya ukur banyaknya.
Hari ini, lima belas tahun lalu, di malam kelahiran Nabi Muhammad SAW, teman baikku mengucapkan ijab di depan penghulu untuk memastikan selanjutnya kami akan melewati hari-hari bersama.
Kini setelah lima belas tahun, saya bersyukur untuk setiap waktu yang kami habiskan bersama, jam-jam penuh kualitas saat membicarakan banyak hal, tentang pekerjaan, tentang anak-anak, tentang keluarga dan tentang rencana kemana kami mengarahkan bahtera rumah tangga yang ia nakhodai.
Saya mencintainya karena ia mengajariku mengenali Allah SWT lebih dekat, dan saya benar-benar jatuh cinta.
Allah SWT itu benar-benar Maha Penyayang, Ia telah memberikan apa yang selama ini tak sadar telah menjadi kebutuhan saya, termasuk memilihkan jodoh terbaik.
Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah.... ribuan kalimat saya ucapkan untuk kenikmatan cinta yang membuat saya memiliki tujuan dalam hidup ini.
Terima kasih ya Allah, atas semua kasih sayang-Mu padaku dan keluarga, pada kebahagiaan yang membuat saya setiap hari berjanji akan selalu menjaga semua yang Kau berikan dengan baik, dengan menjalani semua tugas dan kewajiban yang Kau berikan di balik semua kebahagiaan ini.
Bantulah dan bimbing kami ya Allah, untuk terus bersama...
Aamiin
*****