[caption id="" align="alignleft" width="180" caption="google"][/caption]
Sebentar lagi genta demokrasi akan dibunyikan. Pesta kenduri rakyat Jakarta akan digelar. Itu bunyi beberapa iklan yang akhir-akhir ini menghiasi televisi. Ditambah beberapa iklan KPU yang berusaha keras meminimalisir golongan putih.
Negara ini sedang berkembang, baik dalam pembangunan maupun pengembangan dalam berdemokrasi. Meski tak harus semuanya ditiru, ada baiknya kita berkaca pada demokrasi di negara maju. Ambil yang baik, sebagai pembelajaran terutama bagi para calon pemimpin negeri ini.
Di Australia, seorang pemimpin seperti Perdana Menteri mengirimkan birthday card buat rakyatnya yang hanya orang biasa. Bisa dibayangkan betapa besarnya penghargaan para pemimpin itu terhadap rakyat, bahkan ketika sudah berkuasa. Hal kecil yang berarti besar karena masih menghargai rakyat yang sudah manula.
Bukan hanya itu, kemudahan akses untuk berkomunikasi pada si pemimpin juga terbuka luas bagi rakyat. Melalui surat sampai website, dari jalan sampai parlemen. Semua memiliki ruang untuk bicara, karena itulah rakyat menjadi lebih terkendali dan belajar menyuarakan keinginan dengan bijak. Mungkin saja di balik si Perdana Menteri ada banyak orang yang bekerja untuknya dalam menghadapi komplin, pengaduan, atau bahkan kartu ulang tahun. Tapi yang terpenting adalah para pemimpin dan orang-orang di pemerintahan benar-benar mengetahui pentingnya arti satu suara.
Seharusnya beginilah seorang pemimpin itu. Berjanji dengan bertanggung jawab, terikat amanah, bekerja untuk rakyat karena mereka yang memberi suara untuknya. Pemilih di Indonesia juga bukan manusia yang tak bisa berpikir. Keterbatasan ruang gerak pemimpin juga pasti dipahami seandainya tidak semua janji itu terpenuhi. Menjaga hubungan baik dengan rakyat adalah kewajiban utama setiap pemimpin ketika mereka telah terpilih nanti, untuk tetap bersedia mendengarkan suara rakyat, mendengarkan para pemilih yang bermimpi mendapatkan pemimpin yang amanah sampai masa tugas mereka berakhir.
Beberapa orang politik di Indonesia lebih mudah diajak bicara dan bertemu ketika mereka masih seorang ‘calon’, tapi ketika telah menjadi 'pemenang', boro-boro mau menemui, sekedar melirik saja belum tentu mereka mau. Rakyat negeri ini sudah terlalu lelah dibohongi, terlalu lelah diberi janji-janji, terlalu lelah menghadapi permainan politikus. Kalau rakyat ini memberi para calon itu kesempatan, biasanya disertai dengan ancaman sumpah serapah kalau tidak dikerjakan. Sumpah serapah yang seringkali menjadi kenyataan. Sudah banyak politikus yang berakhir dalam keadaan hina dina dipenjara atau nama baik hancur.
Mudah-mudahan ini bisa membuka mata dan hati para calon pemimpin beserta tim suksesnya, bahwa suara rakyat itu sangat penting karena satu suara itu sangat berharga. Jangan hanya menghargainya saat pemilu saja, tapi hargailah selalu sampai kapanpun dan tetap menjaga hubungan baik dengan para pemilih yang sudah menitipkan suara mereka. Ingat loh Pak! Suara rakyat itu amanah, apapun agama anda, apapun suku anda.
Untuk para calon pemilih, suara anda adalah suara yang berharga. Pergunakanlah sebaik-baiknya. Menjadi golput hanya akan menambah kesempatan curang. Pilihlah pemimpin dengan niat yang bersih dan disertai doa agar si calon pemimpin tetap teguh memegang harapan dan amanah. Dan terakhir, siapapun yang terpilih. Mari jadikanlah Jakarta tetap aman!
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar