18 September 2012

Tujuan Ke Sekolah Anak

Kapan ya terakhir ke sekolahnya anak-anak? Hmm.... jujur saya jaraaaang banget ke sekolahnya anak-anak. Oh ya, secara singkat nyeritain. Abang dan Kakak berbeda sekolah. Abang di SDIT yang full time school dari pagi hingga sore sekitar jam 3an, dari senin ke jumat. Sementara Kakak memilih sekolah di negeri yang masuk siang sampe sore, dari senin ke sabtu. Kalau Ade, belum sekolah. 

Yang ambil raport, yang ketemu guru, yang ngurus sekolah biasanya Ayah. Bukan karena saya gak mau, tapi anak-anak tahu kalau saya datang ke sekolah itu berarti harus bersedia duduk diam selama berjam-jam mendengarkan para guru atau ibu-ibu teman-teman anak-anak (jadinya lucu ya) untuk memberi konsul sharing parenting guide gratis.


Tapi yang paling sering dikatakan Abang kalau saya menawarinya untuk menjemput pulang adalah "I am not a baby boy, Emak!"

Tapi kemarin Special day, ini pertama kali Abang ikut kelas Taekwondo. Selain itu, guru kelas Abang yang baru belum sempat kenalan. Secara kebetulan Kakak juga pengen ikut kelas tambahan di Primagama (eh gila mahal banget sih ternyata!) Akhirnya tetap dengan diantar oleh Ayah, kami pun berkeliling menyelesaikan satu persatu agenda itu. 

Seperti dugaan saya sebelumnya, begitu datang wis dikerumuni oleh ibu-ibu. Tapi ada satu hal yang membuat saya sedikit termangu dan hanya bisa diam. Betapa cepatnya Allah SWT mengubah nasib seseorang. Hanya dalam kedipan mata, seorang sahabat kehilangan segalanya. Hanya setahun lebih kami tak bertemu karena tiap kali ke sekolah Abang, saya selalu tak sempat bertemu dengannya. Siapa yang mengira bahwa ia kini telah berbeda? 

Pelajaran hari ini adalah memelihara ukhuwah itu sangat- sangat penting banget. Oke saya memang kurang suka pakai hape atau BB, tapi ukhuwah itu kan ada banyak caranya. Setidaknya dengan memelihara ukhuwah, saya bisa menjadi sahabat yang baik untuk teman yang 'menangis' sendirian. Saya merasa egois sekali karena sahabat ini sempat mengira saya tak lagi mau bersahabat dengannya karena alasan kejatuhannya. Aduuh... jauhkanlah ya Allah saya dari sifat-sifat egois seperti itu. 

Kesalahpahaman ini langsung saya perbaiki segera. Saya meminta maaf, dan menceritakan penyebab saya tak pernah ke sekolah Abang. Walaupun setelah itu kembali 'ditarik-tarik' oleh teman-teman yang lain dan guru yang ingin bicara juga, saya berharap sahabat itu mau memaafkan ketidakhadiran saya selama ini ketika ia sedang susah. 

Saat pulang, saya berbisik pada putra saya tercinta. "Emak ke sekolah Abang bukan hanya untuk Abang. Tapi untuk banyak orang, sahabat-sahabat Emak."

"Ngegosip ya?"

"Bukan, sayang. Kalau Abang curhat sama Emak atau Ayah. Kalau Kakak sedih curhat sama Emak. Trus kalo sahabat-sahabat Emak mau curhat sama siapa? Bukankah berteman itu juga hadir ketika sedang susah? Gimana Emak mau ngajari Abang jadi sahabat yang baik kalau Emak aja gak bisa jadi sahabat yang baik?"

Abang diaaam lama banget.

"Tapi janji gak gibah ya, Mak? Dosa loh! Trus Emak gak boleh larang... dsb dsbnya..." Masih banyak syarat Abang yang sedikit aneh, tapi kini dia gak masalah saya datang ke sekolah.


Semoga, pelajaran kecil hari ini membuat kita memahami bahwa ngumpul-ngumpul di sekolah gak selalu masalah, gak selalu tentang gosip. Filter diri itu bukan dengan mengurung diri di rumah, tapi filter ada dalam diri sendiri. Malah bertemu banyak orang, kita akan menemukan kesempatan untuk berbuat kebaikan, berbagi manfaat dan 'sedekah' ilmu. 
*****