22 Agustus 2012

Donat Kentang : Back to Basic

Itulah yang terjadi hari ini, kembali ke zaman di mana semuanya harus disiapkan sendiri. Supir, penjual kue sampai tukang warung langganan semuanya memilih berlibur lebih lama dari yang saya perkirakan.

Saya memang terbiasa mengurus rumah tanpa bantuan pembantu (Thanks ya Allah, kalau tidak more disaster lah) tapi sisanya tetap saja saya bergantung pada orang lain. Tanpa sadar saya terbiasa menyuruh supir berbelanja di pasar, membeli kue-kue yang sudah jadi dari penjual langganan, bahkan terbiasa membeli makanan jadi di warung setiap kali malas memasak. Apalagi makanan jadi itu sifatnya homy banget seperti masakan Mama saya.

Dan akhirnya... ketika mereka semua berlibur, saya pun kelimpungan sendiri.

Pagi tadi saya disambut airmata dan teriakan Ade yang meminta donat kentang salut gula kesukaannya. Ayah sudah mencari berputar-putar di sekitar pasar dan rumah, tak ada toko kue yang buka bahkan sampai ke penjual kaki lima di pinggir jalan. Semuanya masih di kampung. 

Karena kasihan, saya pun berkata dengan 'sombong' pada anak-anak dan suami kalau akan membuatkan mereka donat kentang yang mereka sukai. Oh ya, donat kentang itu bukan hanya Ade yang suka, tapi hampir seluruh anggota keluarga saya. Padahal terakhir kali saya buat donat itu sekitar lima belas tahun lalu, itupun waktu baru belajar dan bersama teman-teman satu asrama saat masih bekerja.

Tapi saya lupa, bahan kue dan makanan di dapur sudah kosong. Maklum, kami sendiripun baru pulang dari kampung. Saya sempat hunting bahan di Indomaret depan rumah, tapi malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, bahan utama donat kentang yaitu ragi alias Fermipan tidak tersedia. Dengan berat hati saya pun terpaksa ke pasar, karena agak jauh harus memakai motor. Eh.. dua anak perempuan saya semuanya minta ikut. Yang cowok memilih tinggal untuk bermain komputer.

Bisa dibayangkan, saya yang sudah lama sekali tak bawa motor dan motor yang saya bawa pun kacanya spionnya sudah pecah dan aduuh, pokoknya jeleeeeek dan jaduul banget. Kakak mewanti-wanti agar saya pelan-pelan.  

Permintaan Kakak terkabul, karena saking pelannya, sepeda saja bisa menyalip kami dengan mudah. Kakak terus meledek saya, mengatakan bahwa saya menyetir motor seperti naik sepeda saja. Biar saja, yang penting selamat. Masalahnya saya tegang sekali karena tak terbiasa menyetir motor sejelek itu apalagi dengan ditambah dua anak di belakang, Ade dan Kakak berpegangan di pinggang saya kuat sekali. "Habis wajah Mama menakutkan kalau lagi nyetir" itu alasannya.

Setelah berbelanja, saya mulai memasak. Sekaligus untuk makan siang dan juga buat kue donatnya. Sengaja saya dobel kerja begitu, karena adonan donat kan harus berkali-kali didiamkan agar berkembang. Jadi sambil menunggu saya juga memasak makan siang.

Alhamdulillah, ternyata setelah hampir satu jam, adonan donat terbentuk dengan baik dan bagus. Ketika menggoreng, anak-anak sudah antre di belakang saya. Mereka tak sabar dan setengah tak percaya kalau si Emak juga bisa memasak. Begitu selesai disalutin gula, anak-anak berebutan. Yang bikin setengah gak pede adalah sebelum makan mereka membaca doa seperti begini "Bismillahirrahmanirrahim, kasihanilah Mama kami, semoga donat ini tidak pahit dan tidak bikin saya sakit perut. Amiiin" 

What?!???!

Ternyata donatnya enak.... kata anak-anak rasanya seperti donat-donat di mal, lembut dan enak. Senangnya :) senang banget hati saya, apalagi ketika menggoreng lima belas biji hanya bersisa tiga buah saja. Itupun karena saya cape menggoreng lagi. 

Hari ini saya belajar, menghargai jasa para penjual kue dan supir kami yang terkadang tak banyak bicara, ternyata benar-benar membantu saya. Tapi saya juga bersyukur karena ketika mereka tidak hadir, saya bisa belajar mandiri lagi. Sekarang saya pun harus bersiap-siap untuk tetap sering membuat donat karena anak-anak telah berkata "sering-sering buat donat, Ma. Donat buatan Mama enaaaak banget"

:)

*****