14 Januari 2020

My Old Man, My Husband

Iya sih jarak usia Emak dan Ayah jauh... Selama ini selalu jadi bahan becandaan. What do we call for this? Age different shaming? 😅

No need. It's ok la. Kami juga gak pernah ngambil hati. Udah biasa.

Jangankan yang baru kenal, gurunya anak-anak, teman-teman di kantor, bahkan tetangga aja suka ngejoke soal perbedaan kami ini.

Emak menikah di usia 19 tahun saat Ayah udah 33 tahun dan saat ini usia pernikahan kami udah memasuki tahun ke-22.

But you know what the most important side of this?

Ayah selalu menganggap Emak adalah Aisyah-nya. Beliau gak cuma memanjakan sama seperti Nabi memanjakan Aisyah, tapi juga meniru cara mendidik istri ala Nabi.

Dua titel, gak keitung lagi kalo kursus non akademik, termasuk meminta Emak belajar berenang, mengemudi motor dan mobil (bahkan berkuda), mengaji, memasak, sampe menimbun buku-buku pengetahuan untuk Emak sampai selalu ditanya, "Mau belajar apa lagi?"

Malah ketika teman Emak beruntai airmata karena dilarang suami kuliah lagi, Ayah justru menawarkan nyaris tiap sebulan sekali. Hayo kapan mau nerusin? Mau nyari beasiswa keluar negeri? Gak usah mikirin apapun, lakukan aja!

Padahal Emak cuma mau rebahan sambil main hape 😆😆

"Kalo soal pasangan, saat kita memutuskan untuk menerimanya, maka saat itulah kita harus siap menerima segala konsekuensinya."

Ditanya Gap usia segitu bermasalah apa gak?

Waaah banyak! Buanyaaak banget. Anak-anak sekarang malah yang sering protes. Kenapa juga nyari Ayah yang umurnya jauh gitu? Perbedaan pemikiran jelas ciruk banget jaraknya.

But, I don't care. I love that old man more than myself. Then love can accept everything.

Kenapa? 

Karena setelah menikah, seseorang pasti berubah. Dan alhamdulillah perubahan Emak itu ke arah yang baik. Dari kepingin menjadi Khadijah yang tangguh, malah jadi Aisyah yang dimanjain. Kan asyik ya? 🥰

Tapi apakah Ayah suka memberi benda atau barang? 

No. Tanpa Emak minta, gak pernah. Pernah sih, terus Emak omelin... Ya habis kalo Emak beli sendiri, harganya pasti lebih murah.

Emak dan Ayah dipertemukan bukan karena cinta apalagi pacaran bertahun-tahun. Wong baru 3 kali ketemu udah langsung nikah. Kalo bukan karena perbedaan usia dan perbedaan domisili, mungkin dalam 3 minggu kami sudah menikah. But... It takes 1,5 months from first meeting to our wedding day.

Kami masih pacaran loh, sebisa mungkin jalan berduaan, masih suka ejek-ejekan saat di shamming soal usia, masih suka ngobrol berjam-jam, masih suka bales balesan kentut. Yang jelas, Ayah masih imam terbaik yang ngarahin hidup Emak.

Orang lain boleh melihat kami sangat jauh berbeda, dan mungkin masih banyak yang bilang gak cocok. Nope. No problem at all. Keluarga dekat sendiri aja masih ada kok, apalagi orang lain.

Kalo nanya gimana jadi suami ideal menurut Emak?

"Didiklah istrimu atas nama cinta, prosesnya mungkin gak mudah, tapi mendidik istri adalah kewajiban sekaligus kesempatan terindah bagi suami menyatakan cintanya."

Satu kalimat Ayah yang bikin sesak saat Emak tanya kenapa selalu meminta Emak belajar terus.

"Supaya istriku gak susah hidupnya nanti mencukupi kebutuhan di rumah kalo Ayah dipanggil duluan. Bisa nyari uang sendiri. Kan Ayah ini tua, Mak."

Dan Emak 😥😥



 

Tidak ada komentar: