Iya sih jarak usia Emak dan Ayah jauh... Selama ini selalu
jadi bahan becandaan. What do we call for this? Age different shaming? 😅
No need. It's ok la. Kami juga gak pernah ngambil hati. Udah
biasa.
Jangankan yang baru kenal, gurunya anak-anak, teman-teman di
kantor, bahkan tetangga aja suka ngejoke soal perbedaan kami ini.
Emak menikah di usia 19 tahun saat Ayah udah 33 tahun dan saat
ini usia pernikahan kami udah memasuki tahun ke-22.
But you know what the most important side of this?
Ayah selalu menganggap Emak adalah Aisyah-nya. Beliau gak
cuma memanjakan sama seperti Nabi memanjakan Aisyah, tapi juga meniru cara
mendidik istri ala Nabi.
Dua titel, gak keitung lagi kalo kursus non akademik,
termasuk meminta Emak belajar berenang, mengemudi motor dan mobil (bahkan
berkuda), mengaji, memasak, sampe menimbun buku-buku pengetahuan untuk Emak
sampai selalu ditanya, "Mau belajar apa lagi?"
Malah ketika teman Emak beruntai airmata karena dilarang
suami kuliah lagi, Ayah justru menawarkan nyaris tiap sebulan sekali. Hayo kapan
mau nerusin? Mau nyari beasiswa keluar negeri? Gak usah mikirin apapun, lakukan
aja!
Padahal Emak cuma mau rebahan sambil main hape 😆😆
"Kalo soal pasangan, saat kita memutuskan untuk
menerimanya, maka saat itulah kita harus siap menerima segala
konsekuensinya."
Ditanya Gap usia segitu bermasalah apa gak?
Waaah banyak! Buanyaaak banget. Anak-anak sekarang malah
yang sering protes. Kenapa juga nyari Ayah yang umurnya jauh gitu? Perbedaan
pemikiran jelas ciruk banget jaraknya.
But, I don't care. I love that old man more than myself.
Then love can accept everything.
Kenapa?
Karena setelah menikah, seseorang pasti berubah. Dan
alhamdulillah perubahan Emak itu ke arah yang baik. Dari kepingin menjadi
Khadijah yang tangguh, malah jadi Aisyah yang dimanjain. Kan asyik ya? 🥰
Tapi apakah Ayah suka memberi benda atau barang?
No. Tanpa
Emak minta, gak pernah. Pernah sih, terus Emak omelin... Ya habis kalo Emak
beli sendiri, harganya pasti lebih murah.
Emak dan Ayah dipertemukan bukan karena cinta apalagi
pacaran bertahun-tahun. Wong baru 3 kali ketemu udah langsung nikah. Kalo bukan
karena perbedaan usia dan perbedaan domisili, mungkin dalam 3 minggu kami sudah
menikah. But... It takes 1,5 months from first meeting to our wedding day.
Kami masih pacaran loh, sebisa mungkin jalan berduaan, masih
suka ejek-ejekan saat di shamming soal usia, masih suka ngobrol berjam-jam,
masih suka bales balesan kentut. Yang jelas, Ayah masih imam terbaik yang
ngarahin hidup Emak.
Orang lain boleh melihat kami sangat jauh berbeda, dan
mungkin masih banyak yang bilang gak cocok. Nope. No problem at all. Keluarga
dekat sendiri aja masih ada kok, apalagi orang lain.
Kalo nanya gimana jadi suami ideal menurut Emak?
"Didiklah istrimu atas nama cinta, prosesnya mungkin
gak mudah, tapi mendidik istri adalah kewajiban sekaligus kesempatan terindah
bagi suami menyatakan cintanya."
Satu kalimat Ayah yang bikin sesak saat Emak tanya kenapa
selalu meminta Emak belajar terus.
"Supaya istriku gak susah hidupnya nanti mencukupi
kebutuhan di rumah kalo Ayah dipanggil duluan. Bisa nyari uang sendiri. Kan
Ayah ini tua, Mak."
Dan Emak 😥😥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar