Persaingan ke PTN favorit itu luar biasa...
Di Korea, budaya itu juga terjadi rupanya. Peluang
rekomendasi sekolah Korea yang bisa disamakan dengan SNMPTN di Indonesia, malah
jauh lebih runcing.
Emak inget perdebatan dan pertengkaran antar orangtua juga antar siswa tahun lalu saat hadir di rapat sekolah Kakak. Anak diminta memilih PTN berbeda, dan kalau bisa jurusan berbeda. Karena bidang Kedokteran dan Kesehatan paling diminati, maka beberapa orangtua sampai berebut pilihan... Ujung-ujungnya tidak ada yang terpilih.
Jadi begini, kalo ada tiga anak memilih Kedokteran Gigi UI
misalnya, dan berasal dari sekolah yang sama, mereka bertiga ini sudah bersaing
dan kemungkinan diterima akan semakin kecil.
Makanya pihak Sekolah menyarankan kalau jurusan sama, sebaiknya
memilih PTN berbeda. Tapi ya... Kan proses SNMPTN dilakukan masing-masing,
tetap aja ada yang ngotot diam-diam.
Itu ya suasana dalam ruang pertemuan saat itu sudah kayak
pasar, orangtua teriak-teriak, anak-anak menangis dan pihak sekolah pun speechless.
Gak bisa apa-apa.
Emak sendiri hanya memperhatikan krn sejak awal pilihan
Kakak memang langka peminat mengingat jurusannya aja masih asing. Kami juga
sedikit gambling krn terakhir alumninya diterima di jurusan itu sekitar 5-6
tahun lalu.
Jujur Emak sendiri kaget. Dulu kan zaman Emak gak gini. Emak
anak SMK swasta, yang kebetulan pernah ikut beberapa kompetisi antar pelajar
dan kebetulan nilai Emak tertinggi se-provinsi dan ketiga seIndonesia saat
ujian akhir, ya gampang aja dapet beasiswa dari manapun.
Beda sama sekarang, mau nilai sempurna sekalipun belum bisa
menjamin apapun.
Persaingan justru makin memanas di semester kedua kelas 12.
Kakak mengeluh bahkan menangis saat bercerita tentang respon teman-temannya.
Dia tak menyangka kalau kata-kata itu justru keluar dari mulut teman-teman yang
ia anggap baik.
"Kamu serakah banget sih Cin, udah dapet BS (beasiswa)
Al Azhar juga. Udah dapet SNMPTN, kok masih daftar Politeknik?"
"Kamu daftar STAN juga? Lo gimana sih! Udah dapet
semua, masih mau nyoba juga? Kamu gak kasian sama kita? Satu aja belom!"
"Lo kok gak
cerita sih kalo nyari beasiswa? Bukannya bagi-bagi kesempatan gitu sama
teman... Lo pelitnya gak ketulungan ya."
Padahal perjuangan Kakak itu dimulai dari kelas 10, berjuang
ikut kegiatan mengumpulkan prestasi sambil belajar keras. Saking kerasnya,
Kakak bisa ketiduran sambil memeluk buku dan laptop. Ah cukuplah ceritanya ini,
Emak pasti menangis kalo inget masa-masa itu.
Kalau Kakak mengikuti berbagai ujian PTN, akademi, Beasiswa
PTS dan kesempatan kuliah di luar negeri saat itu karena dia sendiri tidak
tahu.
Waktu beasiswa PTS, Emak bahkan memaksanya duduk mengikuti
ujian onlen dibantu Ayah.
Waktu daftar STAN, karena ingin menemani teman baiknya saja,
yang membayarkan uang pendaftaran dan Kakak sengaja menggagalkan ujian
karakternya.
Waktu dapet kesempatan kuliah di luar, Emak bekerja sama
dengan gurunya, yang memintanya membuat essay dan karil sebagai tugas sekolah,
untuk mendapat rekomendasi.
Karena kesalahpahaman itu, Kakak tak pernah lagi ke
sekolahnya setelah ujian UNBK. Ia merasa dihakimi teman-temannya hanya karena
berhasil masuk dan diterima di bbrp universitas tanpa proses ujian masuk yang
sulit.
Salah kalo berpikir masuk PTN itu baru dimulai pas kelas 12.
Itu dimulai begitu anak masuk SMA. Tahun pertama kumpulkan prestasi luar sekolah,
tahun kedua membuat karil dan essay penelitian, tahun ketiga baru persiapan
ujian tulis dan kalau bisa fokus pada satu jenis ujian masuk (SBMPTN, masuk
sekolah kedinasan atau sekolah keluar negeri)
Waktu itu, Emak menghiburnya kalau semua terjadi karena
teman-temannya juga sedang dalam tekanan. Dia juga harus mengerti. Tapi namanya
remaja... Emak bahkan harus membawanya saat bertugas keluar Jakarta selama 2
minggu karena Ayah kuatir Kakak gak ada teman bicara di rumah.
Jika anak yang berhasil saja bisa tertekan begitu, gimana
yang gagal?
Mau menghindar, mau bilang IPK atau nama PTN juga gak ada
gunanya saat nanti bekerja. Who said that? Iya kalo kerjanya bukan di
perusahaan, tapi kerja usaha sendiri, kalo pengen kerja gaji tinggi, keliling
keluar negeri, fasilitas fully funded begitu wisuda... Ya mau gak mau, antrilah
dalam sistem super keras ini.
Pengalaman jadi HRD Staf, Emak dulu milihnya sesuai nama
PTN, IPK, Skill yang sesuai, lalu foto yang cakep. Lain-lainnya baru pas
interview ditanya2 deh. 😅😅
Tidak ada komentar:
Posting Komentar