28 Februari 2017

Saat Membawa Anak Sambil Bekerja Dianggap Membawa Kekacauan


Bunda Iin Photography
diarybundaiin.blogspot.co.id

Soal bawa anak sambil kerja, saya jagonya...

Kakak baru berumur 40 hari lebih, saya sudah bawa dia seminggu 3x Kemayoran - Green Garden. Kebayang jauhnya kan? Semua demi ASI eksklusif. Tahun 2001 itu pemandangan ibu-ibu bawa anak apalagi bayi ke kantor merupakan pemandangan luar biasa aneh di mata kaum pria. Tapi Alhamdulillah, semua pria di kantor saya saat itu malah ikut membantu ketika Kakak yang kecilnya lumayan cengeng itu menangis saat Emaknya masih bekerja.

Kakak juga jadi jago main di bawah meja makan setelah umurnya 2 tahun, tiap kali Emaknya meeting makan siang dengan rekanan atau klien. Padahal Kakak itu dulu sempat terlambat bicara, tapi saya tak pernah mengalami kesulitan berarti tiap kali membawanya ikut serta. Gak ada istilah ngamuk-ngamuk gak jelas atau tantrum berlebihan selama masa-masa itu. Kakak cukup anteng, selama ia tidak lapar dan merasa nyaman. 
Baru di zaman Adek lagi, saya kembali ngalamin hal yang sama. Untungnya Adek lebih periang dan supel, jadi banyak meeting-meeting pekerjaan atau job justru gol karena klien senang melihatnya. Semua yg pernah ketemu saya pasti pernah ketemu Adek, kecuali kalau dia lagi sakit.
Pekerjaan ngeblog justru dulu banyak krn harus bawa Adek. Dan kini tiap jam 3 sore, Adek sudah sibuk menggelar mainan di meeting room. Mau ada org rapat atau enggak, sabodo amat sih dia... Sing penting maeeen dolo. Org meeting kenceng ngomongnya, ya dia juga makin kenceng ngobrol sama mainannya. Sesekali ada temannya, anak-anak dari rekan kerja di kantor ikut bergabung. Tapi mereka tidak tiap hari datang karena memang keistimewaan Adek bisa di kanor tiap hari itu adalah bagian dari klausul dalam perjanjian kerja saya.

Sedari awal target pun pekerjaan hanya sekedar mencari tambahan untuk kebutuhan rumah tangga, yang sebenarnya sudah dicukupkan oleh suami dengan baik. Tapi bekerja juga baik untuk saya yang mulai sering kesepian karena anak-anak tertua sudah mulai sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Sepenting apapun pekerjaan saya, kebersamaan dan kebutuhan anak-anak adalah hal yang paling utama. Maka semua pekerjaan pun harus menyesuaikan dengan keadaan mereka. Merekalah inspirasi dan vitamin utama dari otak yang berpikir secara kreatif dalam bekerja."

Jangan takut menjadi diri sendiri, selama kita tak menyakiti siapapun.

Ibu Bekerja selalu jadi kontroversi apapun pilihan kerjanya. Tapi selama kita nurutin aturan main dan kerjasama yg baik, ya gak perlu marah dengan mereka yang gak paham betapa sulitnya menyelaraskan kewajiban menjadi ibu dan hak menjadi wanita. Kita punya batas, mereka juga sama. Mungkin batasnya berbeda, hingga muncullah kritikan. Anggap saja kritikan itu membangun.

Anak-anak lari-lari itu hal biasa, tapi tidak kalau di acara resmi. Tapi semua itu seharusnya kembali ke diri orangtuanya masing-masing. Sejujurnya, saya sendiri lebih suka membebaskan anak saya untuk bebas berekspresi di manapun ia berada. Kalau situasinya memungkinkan, saya lebih suka membiarkannya berlari-lari menikmati kebebasan. Jakarta itu sempit, apalagi di rumah, maka anak-anak perlu sesekali diberi kebebasan bergerak jika ada kesempatan.

Saya sendiri tak paham kenapa para pengkritik itu beraninya hanya di belakang, cuap-cuap di blog mengkritik para orangtua blogger yang membawa anaknya bekerja tapi tidak secara langsung. Bukan sekali dua kali saya ditegur oleh teman-teman kerja kalau Adek sudah mulai mengganggu pekerjaan. Adek sebenarnya jarang keluar dari ruang meeting, tempat khususnya. Tapi kalau kumat penyakitnya main air atau melukis, nah ini yang sering menyebabkan dia bolak-balik minjem alat-alatnya atau ke toilet mengambil air. Saya maunya mereka juga seperti teman-teman saya itu, terbuka! Langsung bicara pada para 'pelaku cilik' itu. Jika tak mempan, bicaralah dengan orangtuanya. Tentu dengan nada yang sopan.

Saya sudah jarang ikut acara blogger. Kesibukan pekerjaan, kuliah dan rumah tangga saja sudah setengah mati mengurusnya, apalagi hadir di undangan. Tapi setahu saya, hadir di suatu acara bloggerpun seharusnya dengan undangan. Bukan asal datang saja. Tapi entahlah... beberapa tahun terakhir melihat perkembangan dunia blogger yang maju pesat namun terkesan sradak sruduk, saya jadi paham bahwa tak semua orang memiliki nilai-nilai berkualitas untuk menjadi blogger yang baik. Sama saja seperti kehidupan biasa.

Tapi saya mah tetap... anak saya yang paling bungsu harus selalu bersama saya, sampai saatnya saya harus melepaskannya nanti. Selama itu, semua orang harus paham bahwa saya akan selalu membawanya, kemanapun, termasuk bekerja jika ia ingin.

Karena ibu dan anak takkan terpisahkan kalau hubungan itu selalu dijaga dengan kebersamaan dan kepedulian...
Karena ibu dan anak akan selalu jadi teman sejati selama persahabatan itu dibina dengan komunikasi yang baik...
Karena saya ingin jadi ibu, yang memeluk saat anaknya menangis, yang tersenyum saat anaknya bahagia, yang menangis saat anaknya bersedih... sederhana tapi itulah rahmat menjadi ibu.


1 komentar:

Sukemiah Khushi mengatakan...

Assalamualaikum, Bunda. Cerita ini menjadi penambah penyemangat untuk pribadi saya sebab kondisinya pun sama. Anak saya mulai ikut saya ke tempat kerja saat usia 2 bulan. Memang butuh tenaga ekstra....tapi saya senang karena selalu ada bersama anak.