Minggu ini masih minggu libur buat saya. Summer time masih berlaku sampai Agustus, jadi minggu ini saya masih mereview film. Kali ini pilihan saya jatuh pada... Mom’s Day Away. Film televisi tahun 2014 ini ditayangkan minggu ini. Kebetulan hari Sabtu pagi saya sempat menontonnya di DIVA Channel.
Kisah dimulai dengan menceritakan kehidupan sehari-hari seorang ibu rumah tangga bernama Laura Miller. Kerepotannya mengurus dua anak, plus suami yang lebih peduli pada ponselnya terjadi setiap hari. Daripada seorang Ibu dan istri, Laura lebih mirip pengurus rumah tangga dan pengasuh tiga anak.
Foto tahunan hari Ibu yang mereka buat di awal cerita sungguh menggambarkan kondisi nyata para ibu di manapun mereka berada. Suami dan anak-anak sibuk dengan ponsel, dan hanya si Mama yang tersenyum menghadap kamera. Sungguh miris!
Seperti ibu-ibu lain pula, Laura menghabiskan waktunya membersihkan rumah, mencuci, memasak bahkan menyiapkan semua pesanan putra-putrinya. Bahkan di pekan menjelang Hari Ibu.
Tepat di hari yang sama, sahabat lama Laura datang mengunjunginya. Trish, seorang wanita karier yang sukses di bidang arsitektur. Trish mengajak Laura untuk bersenang-senang selama sehari, melupakan seragam kaos dan celana training yang membosankan. Mereka pergi berbelanja, spa, mengubah penampilan di salon dan terakhir pergi karaoke. Saat bermalam di rumah Trish, Laura dan Trish berbicara tentang banyak hal, termasuk mengenang kembali masa-masa saat kuliah. Trish menyayangkan pilihan Laura untuk meninggalkan dunia arsiteknya dan memilih menjadi ibu rumah tangga biasa. Kata-kata Trish menyentak kesadaran Laura yang mulai melupakan mimpi-mimpi masa mudanya. Namun, ia tetap tak bisa lepas dari keluarganya. Walaupun Trish mengajaknya mengunjungi Sparkling Hill, Laura menolaknya dengan halus. Alasannya tentu saja keluarga.
Sayangnya, saat Laura pulang menunjukkan penampilannya yang baru, tak satupun dari anggota keluarga yang menyadarinya atau setidaknya memujinya. Semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Rumah berantakan, serangkaian permintaan dan pembatalan rencana liburan menyambut kedatangan Laura. Rutinitas membosankan di depan mata Laura membuatnya meledak. Frustasi menghadapi keluarganya, Laura memutuskan untuk pergi bersama Trish menikmati akhir pekan Hari Ibunya di sebuah resort bernama Sparkling Hill. Bahkan saat Laura pamit, tak satupun yang menjawab. Sebuah pesan tertempel di pintu “Gone To Sparkling Hill!”
Kepergian Laura tak hanya membuka matanya, tapi juga keluarganya. Suami dan anak-anak menyadari bahwa Laura sangat berarti untuk mereka. Bukan sekedar membantu mereka untuk selalu siap dengan segala kebutuhan, Laura juga selalu membantu dan memahami mereka. Tanpa Laura, kehidupan di rumah serasa tidak lengkap. Setelah sepakat, ketiganya pun berbagi tugas. Anak-anak mengurus dan membersihkan rumah, seperti Ayah mereka menjemput sang Ibu.
Di tempat liburan sekaligus mengunjungi lokasi proyek Trish, Laura menikmati masa liburannya. Naluri keibuannya membuat Laura dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan bahkan berkenalan dengan banyak orang. Ia begitu menikmati liburannya, membuat Trish merasa ia telah membangunkan seseorang yang berbeda. Laura ingin kembali meraih mimpi-mimpi masa mudanya dengan kembali melakukan apa yang dulu ia rencanakan. Ia tak ingin kembali menjadi ibu yang frustasi mengurus rumah tangga.
Trish mengajak Laura untuk bergabung dalam perusahaannya. Apalagi setelah melihat ide-ide Laura yang cemerlang saat dimintai pendapat oleh klien Trish. Kesempatan itu datang tepat saat sang suami menjemputnya. Laura menolak dan menyuruhnya pulang lebih dulu dengan alasan ia dan Trish harus mengurus proyek.
Tapi, ibu tetaplah ibu. Saat berada di lobby hotel, Laura melihat anak-anak dan ibu-ibu mereka yang merayakan Hari Ibu. Laura merasa kosong dan mulai mempertanyakan keinginannya kembali. Di saat yang sama, Trish juga mulai menyadari kalau ia justru merasa iri dengan kehidupan Laura. Mereka pun sama-sama memutuskan untuk kembali. Trish akan menerima lamaran pacarnya dan Laura ingin merayakan Hari Ibu bersama keluarganya.
Cerita seperti ini terjadi tiap hari dalam kehidupan Ibu. Siapa sih yang tak lelah dengan pekerjaan rumah tangga? Apalagi kalau suami cuek dan anak-anak yang tak peduli. Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang tak pernah habis dan tak pernah selesai. Tanpa keluarga yang membantu, seorang Super Mom pun pasti kelelahan. Hal-hal kecil dan sebenarnya tak perlu diributkan pun akhirnya menjadi pemicu masalah. Keinginan seorang ibu yang hampir selalu menjadi prioritas terakhir pun jarang dipenuhi. Ini benar-benar film yang tepat untuk ditonton oleh para suami dan anak-anak agar paham betapa beratnya tugas seorang ibu. Dan yang paling menyentuh adalah seorang Ibu akan selalu menghargai hadiah-hadiah pemberian putra-putrinya walaupun jelek dan aneh.
Di sisi lain, sebagai seorang wanita, dengan titel sebagai istri dan ibu tak semestinya kita melupakan bagian untuk diri sendiri. Laura mengucapkan kata-kata yang sangat dalam maknanya pada suami saat kembali ke rumah. Bahwa meski ia merasa senang bisa kembali menjalani apa yang membuatnya bahagia, tetap saja ada yang hilang dan ia menyadari kalau keluargalah yang membuatnya merasa lebih bahagia. Keluarga, bagi Laura adalah hal paling penting setelah pekerjaannya. Walaupun begitu, ia ingin kembali menjalani passion-nya.
Terbukti setelah setahun berlalu, Laura menjalani dua kehidupannya dengan bahagia. Bekerja di rumah dan tetap menjadi seorang ibu serta istri. Ia lebih bahagia karena suaminya pun kini memahami cara membagi waktu dengan lebih seimbang. Demikian pula sahabatnya, Trish. Mereka sama-sama menyadari Hari Ibu terbaik bukanlah dengan menikmati waktu sendiri, tapi justru bersama anggota keluarga mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar