05 Januari 2015

Resolusi 2015 : Mengembalikan Sesuatu Yang Hilang

Di awal tahun, ketika bertemu teman-teman sesama Emak yang baru pulang berlibur, ada pertanyaan muncul dari mereka.
“Resolusi tahun ini khusus buatmu apa, Mbak?”
Pertanyaan itu tahun lalu terjawab dengan mudah. Saya bahkan menurunkan artikelnya dalam blog lama. Dan blog baru ini termasuk resolusi tahun lalu yang akhirnya terwujud dengan sempurna. Kalau dilihat dari daftar resolusi tahun lalu, sekitar 80% terlaksana dengan baik. Meski salah satunya yaitu ‘diet’ justru berbanding terbalik…
 
Tapi tahun kemarin, selama proses melakukan semua resolusi, saya menemukan banyak hal yang menjadi pelajaran.
Ketika saya menjawab. “Resolusi tahun ini … pengen naik angkutan umum sendirian, pengen makan apapun tanpa larangan terutama rujak sepiring, tape ketan favorit seember dan boleh makan mie campur kopi kalau lapar tengah malam. Dan terakhir pengen naik jet coaster kapanpun saya mau.”
Teman-teman tertawa geli mendengar jawaban saya. “Resolusi yang teramat sederhana banget, Mbak Iin… “
Sementara saya cuma bisa mesem-mesem..
Itulah. Sederhana, resolusi yang sangat sederhana. Buat orang lain, sangat sederhana. Tapi buat saya itu adalah sesuatu yang takkan mungkin bisa saya lakukan. Bisa sih… dengan S&K berlaku dan kemungkinan besar berakibat fatal.
Tahun lalu… semuanya bisa saya lakukan dengan mudah. Foto-foto saat mencoba wahana-wahana yang berbahaya itu pun masih sempat saya lakukan bersama anak-anak. Pengalaman yang membuat saya kepengen tiap liburan sekolah untuk melakukannya terus.
Makan apalagi… sejak bekerja, saya paling suka wisata kuliner dibandingkan memikirkan lokasi atau belanja barang. Tiap kali berlibur, yang paling utama saya buru pastilah kuliner.  Apalagi ketika konco-konco utama saya yaitu anak-anak ternyata memiliki selera makan yang mirip dengan Emaknya. Bahkan sebulan sekali, saya dan anak-anak sengaja meluangkan waktu untuk berwisata kuliner mulai dari pizza, ayam goreng, makanan Jepang, serba daging sampai sekedar mencoba es krim saja. Bahkan kami hafal mana mie ayam enak, ayam goreng renyah dan sehat, dan sup iga sapi yang mantap!
 
Itu pula yang saya lakukan tiap kali bertemu teman-teman. Makan… ayo makan! Pernah satu kali, demi bisa mencoba dua tempat yang direkomendasi teman lain, saya beserta beberapa teman rela berjalan kaki lumayan jauh untuk menghilangkan kalori yang kami dapat dari restoran pertama. Setidaknya biar pencernaan tidak sakit.
Sungguh saat-saat yang sangat menyenangkan.
Saat itu, semuanya terasa biasa saja. Kalau dapat oleh-oleh seember tape ketan dari kampung yang kebetulan tak jauh dari kampung halaman suami, sayalah yang mengkonsumsi paling banyak. Kalau tengah malam lapar, dengan langkah ringan langsung mengolah mie dan secangkir kopi susu. Kalau lagi kepingin, rujak sepiring pun ludes tanpa ragu.
Namun…
2014 adalah tahun dimana kesenangan itu berakhir tanpa disangka. Pertengahan tahun, saya dihadiahi kenyataan. Tak boleh lagi ada sembarangan makanan masuk ke dalam tubuh. Serangkaian larangan dan pantangan memanjang memenuhi diary food. Sesekali saya ngotot dan tak peduli. Nyatanya akibat langsung terjadi dalam hitungan jam. Memang begitu disuntik atau diberi obat, langsung sembuh. Tapi dokter bilang, hidup dalam ketergantungan seperti itu tidaklah baik. Dan yang terbaik adalah mengatur pola makan dan menjauhi pantangan.
Kesehatan itu mahal harganya. Sangat-sangat mahal. Itu yang saya pelajari tahun kemarin. Hal-hal yang sederhana, menyenangkan untuk dilakukan dan menjadi salah satu alasan hidup menjadi berarti diambil, tanpa saya sadari ketika berusaha meraih yang lain.
Maka itulah sebabnya tak mungkin mengembalikan sesuatu yang takkan bisa kembali. Kalaupun kembali perlu usaha sangat keras. Menyesali tentu sudah terlambat. Hanya karena usia masih muda, bukan berarti menjaga pola hidup yang sehat sebagai sesuatu yang tidak penting.
Akhirnya inilah yang menyebabkan saya tak lagi menginginkan apapun. Ya tentu ada target hidup yang ingin dipenuhi. Tapi semua adalah kewajiban yang harus dijalani. Biarlah berjalan dengan sendirinya, tak perlu dijadikan resolusi. Selama kewajiban dijalankan, maka hasilnya pasti akan terjadi dengan sendirinya. Selebihnya berusaha menikmati apa yang ada, menjaga dengan baik agar apa yang tersisa akan bertahan lama sambil berusaha mengembalikan hal-hal yang sempat hilang.
Hidup mengajarkan kita banyak hal, melalui sakit dan sehat, melalui kecewa dan gembira, melalui bahagia dan sedih, melalui benci dan cinta, melalui kemenangan dan kehilangan, melalui kepergian dan kehadiran. Tapi semua pelajaran itu takkan berarti tanpa keinginan untuk mengubah diri. Umur takkan kembali, waktu takkan terulang. Kita harus berusaha mengubah diri menjadi lebih baik, agar semua hikmah menjadi berarti.
Selamat Menyambut Tahun Baru Masehi 2015!

Tidak ada komentar: