Saya punya banyak teman yang hebat. Mereka membuat saya sadar betapa hidup saya sangat dimudahkan dalam berbagai hal. Mereka, perempuan seperti saya. Namun dalam usia yang masih muda, mereka adalah sosok-sosok kuat yang pemberani, jauh dari kesan cengeng meski hati mereka begitu peka dan sensitif. Sesekali ada sisi lemah wanita yang tak bisa mereka sembunyikan, tapi itu tak melunturkan kekuatan mereka.
"Saya habis perbaiki genteng, Bun!" atau "Baru saja nyervis motor nih!" adalah kata-kata wajar yang cuma bisa membuat saya berkerut kening. Membayangkan anak-anak manis dan imut mengerjakan pekerjaan laki-laki seperti itu, benar-benar membuka mata bahwa anak perempuan sekarang diajarkan untuk menjadi tangguh dan mampu menghadapi situasi layaknya seorang lelaki.
Tapi suatu saat, airmata kami sama-sama bercucuran saat saling mengingatkan betapa tidak mudahnya merasakan kehilangan. Saya bisa merasakan itulah saat di mana kelembutan hati mereka sebagai perempuan terpancar. Biar bagaimanapun tingkah laku mereka, tetap ada hal-hal kodrati yang tak pernah mereka bisa hilangkan.
Kekuatan hati mereka tak bisa dibilang main-main. Sepintas ada dua gadis di antara mereka yang berkesan manja dan kekanak-kanakan. Namun, hati kedua gadis inilah yang paling kuat di antara yang lain. Yang satu tinggal jauh dari kampungnya di Manado dan yang lainnya justru telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Sifat keduanya yang ceria dan gemar bercanda, menutupi kisah hidup yang membayangkannya saja membuat airmata saya menggenang.
Dua sahabat saya yang lain, memiliki profesi sebagai guru. Begitu keduanya menikmati profesi itu, hingga saya dan beberapa teman yang selama ini memandang profesi itu sebelah mata, kini harus menabik dahi setinggi mungkin untuk menghormati tujuan mulia yang ia bebankan sebagai kewajiban. Walaupun kesempatan menjadi guru itu membuatnya harus berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya, namun a tak menentukan harga untuk jerih payahnya yang menurut saya kurang dari kata cukup. Hingga tengah malam menjelang, saat saya dan yang lainnya tertidur pulas, teman yang satu ini mungkin baru saja pulang ke rumah. Dan itu kadang ia sambung lagi dengan belajar, karena seorang guru akan selalu belajar dan belajar. Sementara yang lain, begitu bersemangatnya hingga semangatnya menulari murid-muridnya yang imut-imut. Seandainya setiap guru memiliki semangat dan kemuliaan hati yang sama seperti mereka, walaupun belum dianugerahi posisi guru tetap apalagi pegawai negeri.
Yang lain, para pekerja keras di perusahaan swasta. Bukan perusahaan yang besar, tapi dedikasi mereka begitu besar. Saya kadang harus geleng-geleng kepala melihat usaha keras mereka, menyikapi jalanan macet, yang mau tidak mau menjadi masalah besar untuk mereka saat harus membagi waktu untuk mengurus pendidikan dan pekerjaan sekaligus. Rasa tanggung jawab yang sangat besar memaksa mereka harus ekstra pandai mencari cara agar waktu tak terbuang. Dengan usaha demikian keras, mereka melengkapi diri dengan gadget terbaru. Bukan untuk have fun atau sekedar pamer pada teman. Itu karena mereka memerlukan berbagai fitur untuk mempermudahkan pekerjaan dan belajar sekaligus. Entah beberapa kali GPS menolong mereka saat harus menemukan sebuah tempat dengan rute perjalanan paling dekat. Meski saya tahu, betapa pun sulitnya ekonomi, mereka masih sempat menyisihkan uang menabung untuk bisa membeli gadget.
Mereka, para perempuan tangguh ini, sungguh jauh dari bayangan saya tentang remaja masa kini yang kebanyakan suka galau dan cengeng menghadapi masalah. Mereka, dengan ketangguhan itu, bahkan tidak berpikir untuk mencari perhatian cowok atau calon suami. Untuk mereka, jodoh akan datang pada waktunya, pada saat yang tepat saat Tuhan memutuskan dan saat mereka memang benar-benar merasa siap. Go with the flow, tak perlu dipaksakan dan tak perlu memaksakan, mengalir bagai air agar menemukan yang terbaik.
Mereka menikahi mimpi... itu kata salah satu dari mereka. Mimpi untuk bisa mencapai pendidikan terbaik dan kelak menjadi pribadi yang membanggakan. Keinginan untuk menjadi yang terbaik itu, walaupun memaksa kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki, tak sedikitpun menyurutkan langkah mereka yang terbilang berani. Kuliah sambil melakukan hal lain. Tapi tak satupun menyerah. Semua maju dengan berani, menyingsingkan lengan dan bekerja keras menggapai mimpi.
Saya mengajarkan setiap anak dan remaja yang saya temui untuk berjiwa mandiri. Karena itu saya tak pernah membantu sampai detail. Biasanya saya hanya membantu membuat dasar namun setelah itu saya melepaskan tangan dan mengawasi. Kecuali hasilnya tidak berhasil, saya tidak akan membantu lagi. Apalagi untuk yang menurut saya sudah dewasa seperti teman-teman ini.
Tapi mereka, tak seperti yang saya duga, seringkali justru memanjakan satu sama lain. Seperti perlakuan seorang saudari. Dengan cepat, hanya dengan mengeluh sedikit, yang lain akan mulai menawarkan bantuan sebelum disusul dengan yang lainnya. Jangan tanya kalau soal melindungi dan menjaga, karena mengganggu satu diantara kami, maka yang lainnya pun ikut marah dan emosi. Kadang-kadang, jujur saya juga ikut emosi melihat salah satu dari mereka disakiti, tapi sebagai yang tertua tentu saja saya harus berkepala dingin dan membujuk mereka untuk lebih sedikit kalem menghadapinya.
Mereka ini teman-teman yang hampir enam bulan ini bersama saya, belajar bersama, bermain dan bercanda, berbagi susah dan senang, saling membantu dan menasehati. Saya menyebut mereka bukan sekedar teman, tapi keluarga baru yang didatangkan Allah untuk mengisi kesendirian saya di kota yang saya kenal baru setelah menikah. Mereka yang mengajari saya, indahnya persahabatan, indahnya membuka diri pada dunia yang luas. Saya memang meninggalkan beberapa kebiasaan seperti berendam dalam lamunan dan menulis. Mungkin tidak akan banyak lagi tulisan saya yang akan muncul. Tapi nanti, ketika rambut telah memutih, kenangan bersama mereka pasti akan menjadi inspirasi yang akan terus mengalir tiada habis. Biarkan waktu yang membuktikan betapa menyenangkannya merasakan sebuah ketulusan persahabatan bersama para perempuan tangguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar