Kadang saya merasa hidup saya sedikit aneh. Di pagi hari saya masih tertawa senang, masih bisa bercanda dan menggoda. Tapi satu jam kemudian, saya sudah terbaring sakit dan dibawa ke rumah sakit.
Hidup memang seperti itu. Tak ada yang bisa meramalkan apapun yang akan terjadi. Saya juga sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Apalagi setiap momen dalam hidup, apapun itu, susah dan senang akan membawa kita pada sebuah pelajaran baru yang takkan pernah dilupakan.
Semua keluarga sudah tahu, saya terlahir dengan kesehatan yang berimun rendah. Saking rendahnya, hampir seluruh penyakit pernah saya rasakan. Dokter saja mungkin bosan mendengar keluhan panjang yang akhirnya malah membuat saya jadi malas ke dokter.
Siapa yang mau saya salahkan untuk semua penyakit itu? Tapi saya tak mau menyalahkan siapa-siapa. Ya memang, saya sakit maag karena saya punya sejarah sering kelaparan saat SMP dan terlalu takut untuk minta makan, sampai kemudian penyakit itu menjadi bumerang di umur saya yang telah melewati angka tiga puluh. Saya sakit tipes, karena dulu bekerja keras dari pagi hingga pagi lagi. Saya terkena diabetes, karena saya baru merasakan enaknya makanan manis dan atasan yang sudah seperti Ayah saya begitu sayang selalu membawakannya setiap hari. Entah apalagi nama penyakit yang pernah bersarang di tubuh ini. Tapi semua memang benar, selalu ada penyebabnya.
Saya tak menyalahkan kesulitan hidup yang dulu menyinggahi saya, karena tanpa semua itu saya takkan bisa berpikir sebaik sekarang. Dulu karena sering kelaparan, saya akhirnya belajar bekerja mencari uang. Dulu karena bekerja keras, saya memperoleh banyak pengalaman dan karena sudah merasakan banyak makanan enak, lidah saya jadi seperti seorang Chef ternama. Tidak ada satupun efek negatif yang membuat saya akan mau mengganti masa lalu yang suram itu dengan sesuatu yang lebih baik. Saya tidak menyesalinya. Tidak satupun.
Banyak yang meramal, dengan segudang penyakit, saya takkan bertahan lebih dari usia 40 tahun. Siapa peduli? Pernikahan saya juga diramalkan tak lebih dari 3 tahun, ternyata paling kuat di antara sahabat-sahabat kami dan kini hampir 16 tahun.
Umur pun begitu... saya sungguh tak peduli. Setiap hari, bangun pagi dengan optimistis adalah cita-cita baru saya. Saya membangun mimpi bukan dari pasir, yang akan hancur sekali tendang dan terbawa air. Saya membangun mimpi dengan concrete alias beton, yang terbuat dari keringat dan rasa sakit. Suatu hari mimpi itu akan dilihat orang-orang yang akan saya tinggalkan, anak-anak dan suami. Mereka akan melihat mimpi itu sebagai sebuah contoh. Inilah seharusnya yang mereka tiru, berbuat sebaik-baiknya dan jika umur benar-benar telah sampai, takkan ada rasa sesal.
Setiap hari, saya ingin jadi sosok lebih baik. Sosok lebih bijaksana, makin banyak berbagi ilmu dan membantu orang lain.
Saya tak ingin lagi berdiam di balik dunia maya yang sunyi dan bersembunyi di balik tulisan-tulisan saya.
Saya ingin keluar, membangun mimpi-mimpi yang selama ini terlupakan karena kesibukan.
Saya ingin membantu banyak orang, walaupun sekedar membuat mereka tersenyum karena candaan saya.
Saya ingin mengajari banyak orang, bahwa hidup itu sangat indah, meski singkat, meski banyak sekali luka dan sakit, meski banyak sekali derita.
Hari ini saya menulis, sedikit rasa bersalah berkecamuk di hati. Sesuatu yang saya janjikan tak bisa saya penuhi karena sakit. Saya sangat menyesalinya. Bukan karena penyakit yang kambuh, tapi karena saya menyesal tidak dapat memenuhi janji. Sungguh, andaikan saya bisa memenuhi dengan cara lain....
Sekali lagi saya mendapat pelajaran penting. Dan semoga pelajaran itu menjadikan saya lebih baik dan kelak bisa saya bagi dengan orang lain. Setidaknya, satu pelajaran dasar tentang P3K adalah, saat menolong orang yang asam lambungnya sedang naik dan menjaga agar tidak dehidrasi adalah memberi minum air putih hangat, tidak dengan teh manis.
Satu hal lain, tidak semua orang maag, akan merasakan sakit di ulu hati sampai sakit itu benar-benar melukai lambungnya. Tidak semua orang peka terhadap rasa sakit di bagian dalam tubuh, kecuali ditekan kuat pada tempat yang luka. Siapapun punya tingkat menahan rasa sakit yang berbeda-beda dan saya ternyata terlalu tidak peka...
Jadi semoga anda belajar, bahwa sehat itu memang mahal, tapi dalam sakit pun kita bisa memetik pelajaran, agar lebih menghargai hidup pemberian Allah SWT.
*****