Meski sudah lumayan lama menyandang status istri, saya jarang mau ikut serta dalam pergaulan ibu-ibu. Kesibukan kerja, dilanjutkan dengan mengurus keluarga membuat saya hampir tak pernah mencoba masuk ke dalam lingkungan pergaulan itu.
Tapi ketika anak-anak mulai bisa mandiri, dan si kecil Fira pun ternyata tertular kemandirian kedua kakaknya, saya mulai punya waktu mengekspresikan diri lebih luas. Kalau dulu, sekedar menulis atau mengerjakan kerajinan tangan di rumah saja, sekarang saya mulai melangkah lebih jauh selain menulis. Mulai belajar bergabung dengan para ibu-ibu.
Sebelum sakit, saya sempat ikut pengajian. Sayang karena perbedaan persepsi tentang tata cara acaranya, saya memilih mengundurkan diri dan berkonsentrasi pada urusan pribadi serta urusan kampus.
Di tahun ajaran ini, kesibukan saya di luar rumah bertambah dua kali lipat. Saya bertemu dengan para Ibu sesama orangtua murid dari TK Ade.
Kami mulai akrab karena bercanda di BBM group. Keakraban makin bertambah ketika salah satu dari sahabat baru saya itu mengajak makan-makan bersama di hari sabtu. Awalnya hanya bercanda, akhirnya justru makin serius. Kami selalu menggunakan warna khusus di hari sabtu, tergantung pilihan dari para ibu-ibu itu sendiri. Dresscode ungu, biru, hijau dan orange. Lucu sekali melihat para ibu termasuk saya berdandan dengan warna yang berbeda-beda setiap minggunya. Saya yang tak pernah punya baju hijau, sekarang pun terpaksa punya. Demikian juga teman-teman yang lain.
Mungkin dikira kami ini melakukan kegiatan boros karena makan-makan dengan segitu banyak orang, tiap minggu pula. Naah, inilah uniknya kelompok persahabatan saya ini. Kami kompak dalam urusan acara ini. Masakannya bukan dimasak khusus oleh satu atau dua orang, tapi semuanya.
Aneh?
Jadi begini, kami sepakat bergantian memasak. Misalnya hari ini saya masak ikan goreng, minggu besok mungkin nasi, atau besoknya lagi sayur, atau bahkan hanya kerupuk. Begitu pula yang lain. Semuanya kompak memberi sumbangsih makanan atau minuman. Bagi yang bekerja dan tidak bisa memasak, kami memberinya kesempatan untuk menyediakan konsumsi minuman ringan. Asyik, kan?
Dresscode ditentukan di hari ketiga atau keempat sebelum acara. Nah ini keasyikan lainnya. Saya jadi tahu kalau para ibu-ibu itu ada yang gak tahu warna sama sekali. Termasuk saya, sempat bingung membedakan hijau tua dan hijau lumut. Aah sutralah... penuh candaan di grup BB itu kalau sudah membahas warna.
Oh iya, karena kami juga bercita-cita untuk makan-makan enak di restoran. Kami pun mengadakan arisan. Sebagian dipotong. Tak terlalu banyak, yaaah... samalah dengan jumlah yang harus kita bayar kalau makan di restoran. Intinya arisan pun hanya sebagai tabungan, kalau-kalau ada yang ingin mengadakan selamatan atau mau lahiran. Itupun tak dipaksakan. Terserah yang sedang dapat arisan.
Lepas dari segala huru hara kalau sedang acara berlangsung. Ada satu hal yang membuat saya amat sangat terharu minggu ini. Saya bukanlah tipe orang yang suka bicara tentang apa yang terjadi di keluarga, apa lagi kalau tentang kejadian yang menyusahkan hati. Saya lebih suka menyelesaikannya sendiri. Termasuk kalau anak lagi sakit. Saya memilih diam karena bukan itu yang ingin saya bagi pada sahabat saya... bahkan di online life pun saya hanya mengisinya dengan canda dan nasihat.
Ade sakit. Dokter sempat mengiranya DBD karena gejalanya persis sama. Tapi saya tidak mau kecolongan, hingga memutuskan agar Ade benar-benar istirahat total. Tanpa bicara ataupun menyebutkan ada apa, saya merawat Ade selama sakit. Saya pikir, toh saya juga memang jarang berinteraksi lama-lama dengan teman-teman. Saya suka bicara, kalau sudah bicara suka lupa berhenti. Jadi demi menjaga itu dan takut terselip lidah bercerita negatif, saya memilih menghindar duduk lama-lama.
Kalau ada acara, saya lebih suka makan dan bercanda. Selebihnya saya memilih untuk mendengarkan. Menjaga lisan dan sikap untuk diri sendiri.
Karena Ade rewel, di BB penuh dengan pesan teman-teman yang bingung karena saya dan Ade mendadak tak ke sekolahnya. Boro-boro menjawab, memegang BB saja saya kesulitan karena Ade rewel setengah mati. Sudahlah... saya akan benar-benar minta maaf karena teman-teman saya cuekin begitu saja. Nanti setelah Ade sembuh. Itu niat saya.
Putri saya yang tertua yang akhirnya membantu menjawab pesan-pesan masuk. Dan betapa kagetnya saya, suatu siang dalam keadaan baru bangun, rombongan teman-teman datang menjenguk. Lah tahu dari mana mereka? Tapi kemudian saya lihat BB saya di tangan Kakak. berarti dialah yang memberitahu.
Duh, benar-benar rasanya memiliki sahabat yang peduli itu seperti menerima sepeti emas berharga. Saya dan suami adalah perantau yang tak punya saudara dekat di Jakarta. Keluarga terdekat hampir 50 km dari rumah. Kami memang sudah terbiasa mengurus anak-anak sendirian. Bahkan ketika saya atau suami yang sakit. Terbiasa mandiri dan sekarang.... kami seperti dimanjakan dengan perhatian.
Itu belum seberapa, sorenya teman suami pula yang datang menjenguk. Hingga malam itu, kami benar-benar dihujani perhatian.
Tak ada orangtua manapun yang berharap anaknya sakit. Tidak juga saya dan suami. Tapi mendapatkan sahabat-sahabat yang peduli tak cuma pada saya, tapi juga pada anak-anak, itu benar-benar berkah luar biasa.
Ini buah manis ketika saya mulai membuka ruang hati lain untuk lebih fleksibel dalam bergaul. Saya menempatkan apa yang dulu saya harapkan dari orang lain, sebagai harapan orang lain untuk saya lakukan. Seringkali saat saya menjenguk teman di rumah sakit, lebih karena saya ingin menghibur mereka. Siapa sangka suatu hari sayalah yang membutuhkan penghiburan mereka.
Perhatian masih berlanjut, bahkan akhirnya adik-adik saya mulai panik karena tahu Ade sakit. Alhamdulillah, Ade sudah sembuh. Hanya tinggal pemulihan saja.
Jadi bergaul sesama ibu-ibu tak selalu tentang rumpi dan gosip kan? Kita bisa mengarahkan pada hal-hal positif asal kita mau. Pandai-pandailah membaca situasi dan menyaring sikap. Karena menjadi manusia terbaik itu kalau kita bisa lulus dari ujiannya, bukan karena menghindarinya.
*****