Kakak : "Mah, apa sih artinya F*ck?"
Saya : "WHAT!!"
Kakak menatap saya dan bingung melihat mata saya melotot. Dengan segera saya sadar, anak saya benar-benar tidak tahu arti kata itu dan dia memang benar-benar hanya murni bertanya.
Saya : "Artinya gak bagus, kak. Jelek."
Kakak melihat Bbnya lagi. "Tapi kan kalau tidak bagus, bahasa inggris not bad, not good, ugly."
Saya : "Maksudnya... arti kata itu tidak baik untuk diketahui, kakak, Itu sumpah serapah!"
Kali ini saya berdiri, melirik Bbnya "Apa ada temanmu yang menyumpahimu" (siap-siap aksi ibu 'pelindung' nih, agenda besok udah pasti mendatangi pelakunya kalau benar begitu)
Kakak : "Bukan begitu, Ma. ini loh ada DP teman Kakak yang tertulis kata F*ck itu. Kakak penasaran aja..."
Saya : "Oooh, ngomong dong Kak dari tadi. Oke, F*ck itu artinya persetubuhan. Tahu kan itu artinya?"
Kakak : "Loh kok pake itu mah... bukannya ML..."
Akhirnya, saya jelaskan perbedaan bahasa yang merupakan adopsi dari bahasa Inggris itu.
"Kalau F*ck itu biasa digunakan sebagai kata-kata yang menggambarkan bahwa 'sesuatu' itu dilakukan dengan cara seperti binatang, liar dan tidak pantas. Kalau digunakan dalam keseharian, biasanya digunakan untuk menyumpah serapah. Kalau ML, istilah yang digunakan ketika sesuatu itu dilakukan dengan pacar atau kekasih karena mereka di luar sana tidak mewajibkan pernikahan seperti kita di sini. Dan buat mereka itulah cinta."
"Tapi Kakak, sesuatu itu menurut agama kita adalah sebuah perasaan dan perbuatan yang dilakukan karena kita mencintai Allah, dengan rasa syukur, cinta dan niat untuk membangun keluarga. Bahkan harus diikat dengan sebuah perjanjian pernikahan agar kedua pihak tidak saling dirugikan. Makanya, kamu jangan biasakan menggunakan bahasa-bahasa tidak pantas itu meskipun hanya bercanda. Itu tidak baik. Bisa jadi doa untuk dirimu sendiri."
Anak saya hanya mengangguk-angguk. Memahami artinya. Tak lama adiknya, Abang masuk dan langsung ikut campur. "Jadi sudah dikasih tahu Mom belum, Kak? Apa artinya F*ck?"
Saya dan Kakak bareng : "Husssh!"
Kakak : "Gak usah, De. Artinya gak baik. Gak usah tahu. Jangan diulangi. Entar kita berdosa kalau nyebut-nyebut 'itu'"
Abang melongok, tapi saya santai saja karena Abang menganggap setiap kata-kata saya adalah Al Qur'an buatnya. Sekali saya bilang tidak maka ia akan menurutinya, inilah bedanya menyekolahkan anak di sekolah yang mengutamakan pendidikan Agama.
Nanti ada waktunya Abang pun akan menerima penjelasan yang sama dari saya. Tapi itu nanti ketika ia telah cukup usia untuk memahami dan ketika ia mencapai masa remajanya. Kakak pun baru mengetahui 'sesuatu' itu adalah saat laki-laki dan perempuan bersama, dan dia belum memahami benar maksudnya.
Sulit memang menjelaskan soal seks saat dini. Apalagi sejak kecil saya pun ditabukan untuk berucap sembarangan tentangnya. Bahkan untuk menulis pun, masih terasa canggung dan saya menggunakan 'sesuatu' untuk menggambarkannya. Tapi ini zaman canggih, anak-anak saya akrab dengan teknologi dan internet. Tak mungkin saya berpura-pura tutup telinga dan mata melihat perkembangan yang lebih maju tiga kali lipat dari zaman saya. Saat ini bahkan anak SD pun pacaran dan saya tak ingin anak-anak saya menjadi bagian dari kebobrokan akhlak itu.
Penjelasan adalah negosiasi terbaik agar anak-anak mau mendengarkan dan itulah yang saya lakukan.
*****