Memang terkadang lebih mudah melihat kehidupan orang lain daripada menjalani kehidupan itu sendiri.
Seperti itulah yang terjadi ketika banyak orang yang melihat ke dalam kehidupan pribadi saya.
Satu kalimat yang biasa saya dengar, enaknya jadi Mbak Iin…
Padahal memiliki keluarga dan kehidupan seperti ini tidak semudah mengatakannya apalagi hanya sekedar melihat dan mengambil kesimpulan.
Bayangan tentang ibu yang bisa dengan bebas menjalani pilihannya, keluarga yang selalu mendukung semua keputusannya, dan anak-anak yang sudah mandiri adalah dambaan bagi setiap perempuan di manapun berada.
Hal yang membuat mereka mengira bahwa menikah muda adalah pilihan terbaik. Padahal jika mereka bertanya, apakah saya tak takut mengulang keputusan yang sama andaikan waktu bisa diputar kembali??
Ya, kalau pasangan saya masih orang yang sama. Tapi tidak jika bersama orang lain.
Membayangkan kehidupan nyaris 20 tahun yang diputar ulang, saya harus bilang bahwa ini bukan sekedar kehidupan rutinitas dengan sedikit pertengkaran dan perdebatan belaka. Ini tentang kehidupan yang jatuh bangun, penuh airmata dan emosi silih berganti bahkan pertumpahan darah. Entah berapa kali kami tersudut, hampir masuk jurang dan harus berjuang keras untuk keluar.
Tapi justru karena semua itu, kami akhirnya belajar menghargai apa yang kami miliki sedikit demi sedikit. Dari ketidakbersamaan, kami menghargai waktu dan kualitas kebersamaan. Dari pertengkaran, kami menghargai tawa dan canda. Dari kata-kata keras, kami menghargai kelembutan dan rayuan.
Simpul akhirnya berujung pada usia yang matang, pemikiran yang telah siap dan cinta di hati sebagai hal-hal penting dalam sebuah pernikahan. Kesiapan fisik tidaklah sama dengan kesiapan mental. Kecuali kejujuran yang melandasi sebuah pernikahan, takkan ada hal lain yang lebih penting.
Itulah sebabnya, saya selalu menganggap bahwa mereka yang memilih untuk menikah walaupun usianya sudah matang, mungkin memang belum siap secara mental dan belum siap untuk jujur pada orang lain selain diri sendiri. Tak usah ia dipaksa, karena itu akan membuat kehidupan pernikahan yang justru tak baik untuknya.
Jodoh bukanlah tentang membeli properti atau barang pajangan. Jodoh adalah tentang seseorang yang akan menjalani kehidupan bersamanya. Sesuatu yang dipilih tak hanya dengan hati, tapi juga dengan pikiran mendalam.
Hanya memang perlu keberanian untuk melangkah. Kalau alasan menunda justru karena takut, itu justru memperkuat sikap kekanak-kanakkan saja. Justru mulailah berpikir luas dan maju untuk melihat jauh ke depan. Pertimbangkan usia pasangan dan kemungkinan memiliki keturunan nanti.
Toh, nyatanya… meski menikah muda, saya baru punya Kakak setelah empat tahun menikah. Tetap saja saya harus akui bahwa tidak mudah punya anak di usia muda. Namun sebaliknya, punya anak-anak remaja di usia yang belum 40 tahun memang benar-benar menyenangkan.
Pengalaman adalah guru terbaik, dan saya ingin membantu sahabat dengan pengalaman ini. Keputusan tetap di tangan mereka. Siap atau tidak dengan resikonya. Tapi yang jelas ada satu hal pasti yang bisa membuat seseorang melalui semua halangan sulit dalam pilihannya. Hal itu adalah cinta… Dengan cinta Lillahi Robbi, dengan cinta pada pasangan yang akan menjadi ladang ibadah, dengan cinta pada diri sendiri agar merasakan nikmatnya kodrat wanita… siapapun akan bisa melalui semua kesulitan itu.
Jadi, pilihan kembali di tanganmu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar