Alhamdulillah.... Insya Allah Kakak segera menjadi murid SMPN setelah hari ini di menit-menit terakhir masa pendaftaran tahap 1 Umum, nama Kakak masih terpampang manis di urutan ke 60an dari 90 kursi yang disediakan SMP yang ia inginkan.
Duh, kalau saja saya bisa menduga kalau munculnya sistem tahapan penerimaan yang baru mungkin penerimaan siswa baru tahun ini takkan terlalu seribet sekarang. Gimana gak ribet? Jumlah keseluruhan kursi yang diperebutkan sebenarnya adalah 200 kursi lebih, tapi karena dibagi dalam dua tahap, yang sama sekali tak pernah dijelaskan bagaimana kami (para calon orangtua siswa pendaftar) ini harus melaluinya akhirnya kami jadi sempat merasa dibodohi oleh pihak penyelenggara. Tak ada penjelasan apapun di website PPDB online tentang apa yang dimaksud dengan tahap 1 umum, tahap 1 lokal, periode penyelenggaraan, mengapa, persyaratan, kenapa, alasan, dan berbagai informasi lain yang seharusnya diberitahukan secara transparan.
Apalagi ternyata tahun ini nilai ujian nasional rata-rata mengalami peningkatan. Bayangkan saja, dari arsip tahun 2012 bahwa nilai rata-rata yang diterima masih bisa 7+ sekarang minimal 8,6 untuk wilayah Jakarta Pusat. Akibatnya entah berapa banyak anak yang tersingkir ke swasta.
Setelah berpikir lebih tenang, akhirnya saya memahami kenapa Tahapan ada 2. Tahap Umum tidak membatasi para calon siswa baru dari manapun. Porsinya 50% dari jumlah keseluruhan tempat yang disediakan. Sedangkan 45% diperebutkan melalui Tahap 1 Lokal, yang lebih mengedepankan siswa-siswi dari sekitar SMP atau berdasarkan zona. Hal ini dilakukan sebagai keadilan untuk semua, dan agar semua SMP memiliki kesempatan yang sama besar untuk mendapatkan calon siswa-siswi pandai. Sudah bukan rahasia umum lagi kalau para murid yang berprestasi cenderung memilih sekolah-sekolah favorit. Kalau seluruh kursi di sekolah favorit dihabiskan maka kasihan kan sekolah-sekolah di pilihan ke-2 karena hanya mendapatkan murid 'sisa'
Putri saya tersingkir di pilihan pertamanya. Tapi sejujurnya, ketika proses memilih sekolahnya saya dan suami sudah memilih sekolah yang sekarang ia dapatkan sebagai pilihan pertama. Hanya demi menghormati dan mengedepankan pilihan putri kami, maka kami membiarkan ia memilih sekolah favorit di wilayah kami itu sebagai pilihan pertamanya. Setelah melalui proses tahap 1 Umum, hampir separuh siswa yang memilih sekolah yang sama dengan putri saya sama-sama tersingkir ke sekolah di pilihan ke-2. Padahal nilai rata-rata mereka benar-benar mengagumkan.
Saya sudah ditanya para Ibu dan Bapak yang tahun ini anak-anak mereka akan duduk di kelas 6 bagaimana cara meningkatkan nilai anak sampai sedrastis itu. Tapi ternyata setelah berkumpul bersama para murid-murid yang pandai ini, kok saya tiba-tiba merasa gimanaaa.... gitu? Kayaknya saya terlambat mempersiapkan segalanya.
Ya sudahlah... semuanya sudah terjadi. Kelak saya akan lebih berhati-hati pada adik-adiknya apalagi menurut informasi, UN berikutnya tidak lagi sama seperti tahun ini. Masih tiga tahun lagi, karena Abang baru kelas 3 dan saya perlu bernafas sejenak setelah mengalami hari-hari yang benar-benar menyesakkan. Saya bukannya takut kecewa menerima kenyataan tapi saya tak ingin putri saya mengalami kekecewaan karena tidak bisa memasuki sekolah yang dia impikan. Dia memang anak yang kuat dan tegar, malah berkali-kali ketika semangat saya mulai turun melihat nomor urutnya terus menurun, Kakak menjadi penguat hati saya.
Kami bisa menghadapi PPDB ini dengan santai karenanya, karena apapun yang terjadi kami telah berusaha bersama sejak bertahun-tahun silam. Tak sedikitpun saya membayangkan Kakak akhirnya bisa menjadi seperti sekarang, setelah kata-kata dokter dulu yang bilang dia mengalami gejala autism, tak sedikitpun saya berani bermimpi bisa menyekolahkan Kakak di sekolah yang sama dengan anak-anak berprestasi di antero Jakarta. Tadinya kami telah menyiapkan hal-hal terburuk andaikan Kakak tak diterima di ketiga pilihan SMP, bahwa pasti ada rahasia Allah yang terbaik telah disiapkan untuk Kakak. Alhamdulillah, inilah jawaban doa saya di pertiga malam. Doa seorang Ibu yang menginginkan yang terbaik untuk putri tercintanya. Apapun itu agar ia menjadi anak yang soleha, santun dan pandai ilmu dunia akhirat.
Apalagi ternyata tahun ini nilai ujian nasional rata-rata mengalami peningkatan. Bayangkan saja, dari arsip tahun 2012 bahwa nilai rata-rata yang diterima masih bisa 7+ sekarang minimal 8,6 untuk wilayah Jakarta Pusat. Akibatnya entah berapa banyak anak yang tersingkir ke swasta.
Setelah berpikir lebih tenang, akhirnya saya memahami kenapa Tahapan ada 2. Tahap Umum tidak membatasi para calon siswa baru dari manapun. Porsinya 50% dari jumlah keseluruhan tempat yang disediakan. Sedangkan 45% diperebutkan melalui Tahap 1 Lokal, yang lebih mengedepankan siswa-siswi dari sekitar SMP atau berdasarkan zona. Hal ini dilakukan sebagai keadilan untuk semua, dan agar semua SMP memiliki kesempatan yang sama besar untuk mendapatkan calon siswa-siswi pandai. Sudah bukan rahasia umum lagi kalau para murid yang berprestasi cenderung memilih sekolah-sekolah favorit. Kalau seluruh kursi di sekolah favorit dihabiskan maka kasihan kan sekolah-sekolah di pilihan ke-2 karena hanya mendapatkan murid 'sisa'
Putri saya tersingkir di pilihan pertamanya. Tapi sejujurnya, ketika proses memilih sekolahnya saya dan suami sudah memilih sekolah yang sekarang ia dapatkan sebagai pilihan pertama. Hanya demi menghormati dan mengedepankan pilihan putri kami, maka kami membiarkan ia memilih sekolah favorit di wilayah kami itu sebagai pilihan pertamanya. Setelah melalui proses tahap 1 Umum, hampir separuh siswa yang memilih sekolah yang sama dengan putri saya sama-sama tersingkir ke sekolah di pilihan ke-2. Padahal nilai rata-rata mereka benar-benar mengagumkan.
Saya sudah ditanya para Ibu dan Bapak yang tahun ini anak-anak mereka akan duduk di kelas 6 bagaimana cara meningkatkan nilai anak sampai sedrastis itu. Tapi ternyata setelah berkumpul bersama para murid-murid yang pandai ini, kok saya tiba-tiba merasa gimanaaa.... gitu? Kayaknya saya terlambat mempersiapkan segalanya.
Ya sudahlah... semuanya sudah terjadi. Kelak saya akan lebih berhati-hati pada adik-adiknya apalagi menurut informasi, UN berikutnya tidak lagi sama seperti tahun ini. Masih tiga tahun lagi, karena Abang baru kelas 3 dan saya perlu bernafas sejenak setelah mengalami hari-hari yang benar-benar menyesakkan. Saya bukannya takut kecewa menerima kenyataan tapi saya tak ingin putri saya mengalami kekecewaan karena tidak bisa memasuki sekolah yang dia impikan. Dia memang anak yang kuat dan tegar, malah berkali-kali ketika semangat saya mulai turun melihat nomor urutnya terus menurun, Kakak menjadi penguat hati saya.
Kami bisa menghadapi PPDB ini dengan santai karenanya, karena apapun yang terjadi kami telah berusaha bersama sejak bertahun-tahun silam. Tak sedikitpun saya membayangkan Kakak akhirnya bisa menjadi seperti sekarang, setelah kata-kata dokter dulu yang bilang dia mengalami gejala autism, tak sedikitpun saya berani bermimpi bisa menyekolahkan Kakak di sekolah yang sama dengan anak-anak berprestasi di antero Jakarta. Tadinya kami telah menyiapkan hal-hal terburuk andaikan Kakak tak diterima di ketiga pilihan SMP, bahwa pasti ada rahasia Allah yang terbaik telah disiapkan untuk Kakak. Alhamdulillah, inilah jawaban doa saya di pertiga malam. Doa seorang Ibu yang menginginkan yang terbaik untuk putri tercintanya. Apapun itu agar ia menjadi anak yang soleha, santun dan pandai ilmu dunia akhirat.