02 Mei 2012

Sosok Kartini di dunia Smart Parenting

Ketika mencari sosok perempuan berjiwa Kartini di sekeliling saya selain keluarga, ternyata hal itu tak mudah dilakukan. Saya baru sadar, bertahun-tahun kerja hanya sekelompok pria yang menjadi rekan kerja selama ini. Perempuan masih sangat minus di lingkungan pekerjaan konstruksi, pengolahan minyak, atau dunia laboratorium kimia pabrik yang pernah saya terjuni.Kalaupun ada di lingkungan itu rata-rata mereka masih belum menikah. Terkadang malah menurut saya, gadis-gadis yang saya temui saat bekerja dulu seperti terkesan terlalu independen dan berpikiran kebarat-baratan sampai melupakan tradisi ketimuran yang membesarkan mereka.Ada banyak sih di bidang kreatif saat dulu sempat berkecimpung di dunia advertising, tapi rata-rata mereka juga belum bisa saya kategorikan dalam sosok itu.


Bagi saya, sosok Kartini adalah sosok yang menggambarkan tentang seorang wanita yang mau berbagi segudang pemikiran cemerlang dan ilmu pada orang lain terutama sesama kaum wanita, melakukan hal-hal berprestasi untuk kepentingan umum, menjalankan kodrat dan mencintai apa yang dimilikinya, mampu mendidik anak-anak menjadi orang-orang yang berguna dan berada di sisi suami sebagai pembangun semangatnya. Dan yang paling penting, mengutamakan spiritualisme sebagai dasar apapun yang akan dipilih dan dijalaninya.


Saya baru sadar, bahwa menjadi seorang Ibu sekaligus pekerja itu benar-benar tak mudah. Mungkin kalau anaknya baru satu atau dua, masih bisa disiasati, tapi setelah memiliki paling tidak tiga orang anak ditambah non asisten rumah tangga maka komplitlah kesulitan itu. Kalau bukan karena pengalaman sendiri, mungkin saya takkan pernah melirik sahabat-sahabat saya yang selama ini rajin memberi masukan melalui status atau buku-buku mereka. Kalau bukan karena saya pernah mengalaminya, takkan mungkin saya sadar bahwa ada teman-teman online saya yang sudah berpengalaman menghadapi itu semua bahkan dua diantaranya menuangkannya melalui buku-buku parenting. Setelah susah payah memilih akhirnya saya memilih Bunda Arifah Handayani.


Bunda Arifah Handayani adalah seorang Ibu dengan empat orang anak. Subhanallah, memutuskan memiliki anak sebanyak itu tentulah tidak mudah di zaman sekarang. Di zaman ini jika ingin anak bisa bersekolah setinggi mungkin, maka kita harus benar-benar memperhitungkan biaya pendidikannya yang tak sedikit. Tapi Bunda Arifah seperti tak takut menghadapi tantangan dunia. Dia memilih menjadi seorang ibu rumah tangga dan membangun sebuah komunitas berbagi pengalaman dan informasi sebagai orangtua di Facebook, komunitas Smart Parenting yang akhirnya semakin besar dan disukai lebih dari 28.000 orang.


Ia membangun komunitas ini dan menulis sebuah buku yang menggambarkan betapa pentingnya membesarkan seorang anak dengan lindungan cinta di dalamnya. We are the guardian of angels, itu katanya saat menjawab sebuah pertanyaan. Pengalaman itu tak hanya dibaginya melalui buku, atau berbagai tulisan mengenai smart parenting tapi juga melalui berbagai seminar atau forum untuk orangtua. Bunda Arifah menganggap bahwa berbicara di berbagai talk show itu tak hanya sebagai caranya berbagi tapi juga sebagai jalan untuk menyalurkan hobinya.


Cara beliau menginspirasi orang lain melalui tulisan, menulari saya demikian besar walaupun saya termasuk ketinggalan dalam berbagi. Meski cara kami berbeda, tapi Bunda Arifah turut menuntun saya menghadapi apa yang biasa terjadi bagi setiap orang yang berhubungan dengan massa. Saat saya ketakutan menghadapi respon pembaca, Bunda Arifah memberi suntikan semangat secara langsung bahkan ikut andil mengembalikan semangat saya. Sesuatu yang berkesan negatif, justru dianggap olehnya sebagai loncatan untuk memperoleh hal positif dan saya merasakan kebenaran ucapannya.


Secara garis besar, melalui Bunda Arifah saya tak hanya melihat seorang Ibu periang yang bangga akan kedudukannya sebagai seorang Guardian untuk para Angels-nya tapi juga seorang Ibu yang selalu terbuka untuk membagi ilmu yang dimilikinya, Ibu yang tangguh di era masa kini sekaligus istri yang penuh cinta. Saya belajar banyak dari beliau, bahwa menjadi seorang Istri bukan sekedar menunggu suami pulang ke rumah tapi bagaimana membuat suami selalu ingin berada di rumah. Bagaimana seorang ibu yang menganggap menjadi Ibu rumah tangga adalah hal yang membanggakan, bukannya sibuk membanggakan anak. Entah berapa banyak lagi ilmu yang telah saya peroleh dari beliau tanpa saya sadari sejak bergaul dengan beliau.


Beberapa bulan lalu, Bunda Arifah menceritakan kebahagiaan akan kehadiran calon bayinya yang kelima. Namun dalam sekejap kebahagiaannya itu berubah jadi kesedihan mendalam karena ia keguguran. Saya mengagumi tekad kuatnya untuk bangkit dari kesedihan, karena saat saya mengalami dulu saya perlu waktu lebih dari setahun untukrecovery dan sampai kini belum bisa melupakan traumanya. Ia justru mengalihkan kesedihannya pada berbagai kegiatan baru yang lebih menantang dan melibatkan keluarganya sebagai pemicu semangatnya. Kegiatan barunya adalah terlibat dalam berbagai proyek lingkungan hidup bahkan beliau bisa bertemu dengan salah satu mantan presiden USA yang aktif di bidang lingkungan hidup.


Kehadiran Bunda Arifah telah membangun kebanggaan baru menjadi seorang Ibu dan seorang istri. Memberi rasa bangga saat menuliskan dalam kolom pekerjaan, I am full time mommy di tengah gempuran semangat emansipasi yang kebablasan. Padahal dahulu saat menggaungkan emansipasi, Kartini tak pernah mengajarkan untuk berhenti menjadi seorang Ibu yang baik. Bisakah dibayangkan bagaimana dunia ini kalau setiap wanita "berhenti" menjadi Ibu atau istri yang baik? Sungguh ironi.


Karena itulah saya memilih beliau sebagai gambaran sosok Kartini pilihan, dengan kontribusi nyata yang menyentuh banyak orang terutama para orangtua. Di tangan Bunda Arifah, misi Kartini tersampaikan dengan sempurna meskipun masih dalam skala kecil. Tapi bukankah membangun hal kecil adalah dasar membangun hal besar?



******

Tidak ada komentar: