08 Februari 2018

5 Permainan Mengajari Keselamatan dan Keamanan pada Anak

[caption id="" align="aligncenter" width="344"] Koleksi Pribadi / iinajid.com[/caption]

Pernahkah Anda mengalami saat paling menakutkan di dunia ketika anak-anak menghilang begitu saja?

Saya pernah…

Dan itu terjadi ketika Kakak, putri pertama saya, baru berusia dua tahun. Ketika itu kami berdua sedang mengunjungi Arion Mall, di Matahari. Saya tengah memilih baju untuknya dan melepaskan tangannya begitu saja. Tak sampai sepuluh menit, putri saya menghilang dari samping saya.

Sudahlah, jangan tanya seberapa paniknya saya. Semua orang di sekitar saya tanyai satu persatu. Bukannya membantu, mereka malah menyalahkan. Okelah, saya teledor, okelah saya lengah. Tapi please, bantu dulu!

Para satpam berdatangan dan berbekal foto di dompet, mereka mencari putri saya dengan ciri-ciri pakaian yang ia kenakan. Saya berlari ke sana ke mari, tak lagi peduli pada diri sendiri yang seperti orang gila. Sampai akhirnya menyerah dan kembali ke tempat asal saat terakhir Kakak menghilang. Menangis setengah berteriak dengan sedih sekali.

Campur aduk perasaan saya saat itu, merasa bersalah, kesal, kecewa pada diri sendiri dan sekaligus takut. Apa yang harus saya katakan pada suami saya? Putri kesayangannya yang ditunggu-tunggu hampir empat tahun dan harus melalui program terapi yang panjang, menghilang karena keteledoran istrinya.

Tiba-tiba saja… putri saya itu muncul di bawah meja tempat baju-baju yang diobral. Kebingungan. Karena saya menutup wajah saat menangis, makanya tidak melihat dia. Salah satu SPG menegurnya, “Dek, jangan main di bawah situ! Nanti kamu hilang juga. Mama kamu mana?” dan putri saya itu kujuk kujuk… langsung memeluk leher saya. Semua orang berseru Alhamdulillah. Rupanya, putri saya mengantuk dan tidur di bawah meja baju obralan.

Sungguh itu pengalaman yang paling menakutkan dalam hidup saya. Beberapa tahun kemudian, saya juga memutuskan untuk mempelajari psikologi anak. Itu karena saya tak lagi mau merasakan ketakutan luar biasa itu.

Pengalaman, sekaligus ditambah berbagai teori keamanan dan keselamatan serta belajar dari kejadian-kejadian di sekitar saya serta contoh-contoh kasus yang terjadi itulah yang kemudian membuat saya menyusun sebuah program permainan pada anak ketiga. Adik dari Kakak dan Abang, yang biasa saya sebut Adek di semua tulisan saya.

Adek, adalah putri ketiga yang terlahir dengan jarak usia cukup jauh dari kedua kakaknya, 8 tahun dari kakak, dan 5 tahun dari Abang. Ia lahir ketika saya sedang kuliah psikologi. Jadi secara otomatis, berbagai terapan teori psikologi terutama untuk anak saya aplikasikan ke Adek. Adek juga sudah mendapat beragam jenis pemeriksaan psikologi sejak bayi mulai yang biasa hingga yang finger print, sebagai objek penelitian dari teman-teman. Kelihatannya kejam ya… tenang saja, pemeriksaan psikologi itu ternyata bermanfaat sekali kok dan saya bukanlah tipe orangtua kebanyakan yang percaya dengan hasilnya begitu saja.

Tapi saya memang menggunakan hasilnya untuk menerapkan teori psikologi secara tepat, yang memang baru terlihat setelah beberapa tahun. Banyak sekali manfaat yang saya dapatkan dan mungkin nanti kita bahas dalam tulisan yang lain seperti sapih ASI Adek tepat waktu 2 tahun persis tanpa rasa sakit pada saya atau tanpa kerewelannya sama sekali. Toilet training ala Adek yang membuatnya tak pernah ngompol satu kalipun di manapun sejak lepas diaper. Makan sendiri, pengenalan benda-benda tajam hingga kesehatannya yang stabil dan sensitifitas EQ yang luar biasa, termasuk pelatihan keamanan diri dengan program permainan.

Meski sederhana, ternyata program-program tersebut sangat bermanfaat hingga usia Adek mencapai 9 tahun. Bahkan kedua kakaknya juga ikut memainkan permainan ini.

Kali ini saya membagi lima permainan yang berguna saat berada di keramaian. Permainan ini untuk keamanan diri saat menggunakan fasilitas umum, mencegah penculikan, agar anak tidak hilang dan jikapun ia terpisah maka ia tahu harus memberi informasi apa.

Permainan tersebut antara lain:


  1. Tuk Tuk Lima Kali


Sering kan melihat anak-anak mengalami kecelakaan atau jatuh di eskalator? Nah, saya mengajari ini begitu Adek bisa berjalan sendiri, umurnya sekitar 1,5 tahun.

Setiap kali kami naik eskalator atau lift, saya memegang tangannya. Lalu saya bilang warna kuning/merah (warna di bagian tepi eskalator) tidak boleh diinjak. Adek juga tidak boleh melepas tangan saya sama sekali. Kalau lepas atau menginjak warna, dia kalah.

Lalu sebelum naik, saya mengetukkan jempol atau memencet tangannya yang saya pegang sebanyak lima kali saat naik dan tiga kali saat turun. Tandanya, Adek harus waspada karena ada bahaya di depan.

Saat mengajarinya, Adek tidak tahu siapa ‘bahaya’ itu. Tapi karena melihat ekspresi saya, maka dia (mungkin) menganggapnya sebagai sesuatu yang mengerikan.

Demi konsistensi ‘latihan’, saya sering meminta suami untuk sengaja menurunkan Adek dari gendongannya saat kami akan naik eskalator.

[caption id="" align="aligncenter" width="589"] bgr.in[/caption]



SEKARANG : Adek sudah tahu apa itu bahaya, dan berkali-kali malah dia yang secara otomatis memegang tangan saya dan mengetuk-ngetuk atau memencet tangan saya dengan jari mungilnya. Sekarang yang lebih dulu mengetuk/memencet, maka dia yang menang. Dia melakukannya juga ketika bersama kakak-kakak, ayahnya atau orang-orang yang kebetulan mengajaknya jalan.

Saya pernah benar-benar tidak sadar sudah berada di depan eskalator dan hampir terjatuh, andaikan Adek tidak melakukan itu!




  1. Tanya Jawab


Tak semua anak punya ingatan yang bagus. Tapi jika kita mengulang-ulangnya, insya Allah mereka pasti bisa menghafal nomor telepon dan identitas orangtuanya. Adek mulai menghafal identitas dan nomor telepon keluarga sejak ia TK.

Saya memainkan permainan ini sebelum ia masuk sekolah, dengan mengajukan pertanyaan dan ia harus menjawab cepat. Kalau ia berhasil, ia boleh bertanya pada saya.

Saya mengawali dengan pertanyaan standar, lucu dan yang saya tahu dia pasti suka. Diselingi dengan pertanyaan tentang identitas. Harus cepat.

  • Nama kakaknya Anna Frozen?

  • Hewan yang bisa terbang?

  • Nama asli kakak?

  • Tanggal lahir Adek?

  • Boneka salju Frozen?

  • Nomor telepon Mama?

  • Yang boleh diberitahu nomor telepon Mama?

  • dstnya

Tapi ingat satu hal! Mainkan permainan ini ketika berdua atau di sekitar keluarga inti saja! Jangan di tempat keramaian atau saat ada orang lain, karena mungkin ada informasi pribadi dan rahasia yang diketahui orang lain dengan niat buruk.

SEKARANG : karena mengandung rahasia keluarga maka kemampuan Adek sampai di mana biarlah kami yang saja yang tahu, yang jelas ini sangat efektif.

[caption id="" align="aligncenter" width="684"] Koleksi Pribadi / iinajid.com[/caption]


  1. Cari Lima Jalan Keluar


Menunggu adalah sesuatu paling membosankan bagi anak. Saya sering melihat teman-teman yang punya batita dan balita kesulitan menyuruh anak-anaknya duduk diam dengan manis, menunggu. Terutama jika berada di restoran. Nah saya membuat permainan ini terinspirasi oleh pelatihan safety yang saya ikuti saat masih bekerja sekaligus untuk membuat anak-anak saya tenang.

Permainan ini, akan membuat anak-anak duduk (tapi kadang berdiri juga sih) dengan lebih tenang. Mereka akan diam dan memperhatikan sekitarnya.

Setiap kali kami berada di tempat tertutup, saya meminta anak-anak mencari lima jalan keluar dari tempat tersebut. Itu termasuk pintu, jendela dan apapun yang harus diyakini bisa membuat ia berada di luar, termasuk lubang angin.

Kalau mereka bisa mendapatkan lima jalan keluar, mereka boleh berlama-lama di tempat itu, tapi jika kurang dari itu, mereka harus menyegerakan apapun urusannya. Saya membatasi jam kunjungan (maksimal 2-3 jam) jika mereka tak berhasil.

[caption id="" align="aligncenter" width="507"] flickr.com[/caption]

Tujuannya, mengetahui jalan keluar ini penting sekali jika terjadi situasi darurat. Terlepas dari kepentingannya, tanpa sadar anak-anak akan terbiasa mencari jalan keluar saat berada di suatu tempat. Dan ingatan tentang jalan keluar itu akan termemori dengan baik meski dalam kondisi darurat.

Masalahnya, anak-anak sering malas mencari dan dengan santainya bertanya pada petugas atau pelayan di tempat itu. Pernah satu kali, Abang yang saat itu masih SD bertanya dengan gamblang kenapa hanya ada 2 jalan keluar, dengan diikuti pernyataan lain, “entar kalo kebakaran, keluarnya lewat mana, Om? Bahaya loh! Entar om mati jadi ayam bakar!” dan semua orang yang sedang berada di sekitar kami kontan menoleh dengan bermacam-macam ekspresi.




  1. Jaga Penjahat!


Permainan ini terinspirasi oleh hilangnya Kakak saat masih kecil dulu. Jadi saya mengajarkan Adek, dan akhirnya diikuti oleh kedua kakaknya.

Permainannya : Saya adalah penjahat dan Adek polisi yang sedang menjaga penjahat. Pegangan tangan adalah borgolnya.

Saya memancing rasa tanggung jawab Adek agar dia waspada. Karena itu di tempat keramaian, Adek akan terus memperhatikan saya. Dia kuatir ‘penjahatnya’ lepas. Awalnya saya sering berpura-pura menghilang darinya, dan sengaja bersembunyi dari jauh. Biasanya, saat itu kami berjalan bersama ayah atau kakaknya. Jadi walaupun saya bersembunyi, ada orang yang menjaganya.

Saya membiarkan ia menemukan saya setelah beberapa menit. Jadi dia akan selalu berusaha waspada melihat ke saya.

Lalu setelah usia Adek lebih dari lima tahun, saya menambahnya dengan bertanya perasaannya ketika saya menghilang. Jawabannya itu pasti ‘takut atau bingung atau sedih’ dan saya meminta ia mengingat hal itu karena yang saya rasakan akan seratus kali lipat lebih daripada itu kalau tidak menemukannya.

SEKARANG : Kami sudah jarang melakukannya karena memang sekarang Adek lebih perhatian dan sudah merasa bertanggung jawab. Adek melakukan permainan ini justru dengan kakak-kakaknya. Karena sekarang mereka yang lebih sering suka asyik sendiri saat di keramaian. Adek menjadi polisi yang menyeret-nyeret kedua kakaknya agar mengikuti saya atau ayahnya.


  1. Wefie!


Nah, ini permainan terbaru dengan teknologi. Kalau yang ini, saya juga mengajari kedua kakaknya. Adek belum punya ponsel Android atau yang ada kameranya sendiri. Jadi dia boleh menggunakan milik saya atau ayahnya saat kami berada di mal atau restoran. Permainan ini juga untuk menenangkan anak-anak agar mau duduk diam, sementara untuk anak-anak remaja agar mereka bisa memuaskan kesukaannya berselfie.

Permainannya :  Saya menentukan seseorang di sekitar kami. Entah itu pelayan, tamu di restoran, atau seseorang yang sedang berdiri tak jauh dari kami. Anak-anak harus berselfie tapi memasukkan orang tersebut dalam hasil foto mereka, semi wefie. Yang paling lengkap memperlihatkan seluruh tubuh bahkan wajah orang itu akan memenangkan permainan. Tapi syaratnya, orang tersebut tidak boleh tahu saat difoto. Foto tersebut harus langsung diposting ke grup keluarga kami.

Tujuannya, agar ketika mereka merasa diikuti seseorang atau merasakan sesuatu yang tak beres pada seseorang, mereka akan terbiasa mengambil sudut untuk berfoto tanpa menimbulkan kecurigaan pada orang yang mereka curigai. Setelah saya aplikasikan, ternyata tidak mudah loh mengambil foto dengan background manusia itu. Jadi memang perlu dilatih.

Baru beberapa kali saya lakukan, hasilnya sungguh luar biasa. Anak-anak remaja saya bahkan bisa mengambil foto seseorang yang sedang melihat ke arah mereka dengan pas. Lalu agar tak dicurigai, mereka langsung berkata, ‘yaaah kefoto nih, hapus hapus deh! Yuk ulang!’ lalu bukannya menghapus, Kakak malah mengirimnya ke grup keluarga dengan caption, ‘Ganteng ya Mak!?’



Lima permainan yang saya dan anak-anak mainkan ini tadinya berhadiah. Tergantung dengan kondisi dan situasinya. Kalau kami sedang berada di restoran, maka pemenangnya boleh memesan makanan mahal atau menambah porsi. Kalau di mal, biasanya saya beri tambahan uang atau boleh membeli sesuatu yang mereka mau, tentu dengan batasan. Kalau untuk permainan ke-2, saya lebih sering menghadiahi Adek pelukan atau ciuman saja. Begitupun sebaliknya.

Lama kelamaan permainan di atas jadi kebiasaan, hingga Adek atau kakak-kakaknya tak merasa perlu mendapat hadiah. Jangan lupa, permainan juga bisa mendekatkan hubungan anak dan orangtua, berapapun usia mereka. Itulah sebabnya, mereka tak lagi merasa perlu 'dibayar' dengan hadiah.

Inilah yang bisa saya bagi kali ini. Ayah dan emak lain bisa mengambilnya sebagai inspirasi dan mungkin menciptakan permainan yang lebih sesuai dan lebih baik untuk anak sendiri. Yang penting, selalu pikirkan tujuan utama permainan itu. Selamat bermain!

5 komentar:

Fanny Fristhika Nila mengatakan...

Mbaaa, kreatif dan berguna banget permainannyaa.. Mau aku aplikasiin ke anak2ku juga yg msh kecil. Aduuh itu kebayang pas si kakak ilang, semua ibu pasti lgs panik banget yaaa. :( . Deket ama rumahku arion itu..

iinajid mengatakan...

Silakan Mbak. Iya dulu sy tinggal di sekitar Arion juga. Sekitar 2002-2003.

mamak marta mengatakan...

kreatis sekali mbaknya,,
kebetulan saya sedang mencari ide permainan untuk taman bermain Kami, ijin untuk cobain ya :-)

iinajid mengatakan...

Silakan Mba, semoga bermanfaat

$cocoper6 mengatakan...

Menarik sekali, bisa diterapkan tuh caranya, belajar sambil bermain, simpel tp penting ?