07 Juli 2017

Cara Menulis Yang Baik atau Benar?

Penggunaan hastag tertentu untuk memulai sebuah fenomena menulis online bukanlah hal baru yang kita temui. Sebut saja saat hastag #flashfiction, #fiksimini, atau #MenulisRandom saat mulai booming di kalangan penulis dan blogger. Setidaknya timeline Facebook atau Twitter menjadi penuh dengan karya-karya yang tak bisa dianggap sebelah mata.

Lalu, setiap fenomena pasti diikuti dengan pro dan kontra. Ada yang suka, ada yang tidak. Ada yang menganggap baik, ada yang justru menganggap salah. Semua campur aduk antara saran dan kritik, antara yang benar dan baik. Tak ada henti.

Sebagai seorang lulusan Sastra Inggris yang mengambil minat khusus dalam penerjemahan, Sastra Indonesia juga mendapat komposisi yang cukup banyak dalam kurikulum kuliah yang saya ikuti. Karena dalam proses penerjemahan, saya juga dituntut untuk menyajikan hasil terjemahan yang sesuai dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dalam tata bahasa yang benar. Itu sebabnya saya ingin urun pendapat mengenai cara menulis yang belakangan tenar.

Selama proses belajar, setiap kali mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia, kami lebih sering diminta untuk menulis sesuai dengan tema atau bahasan minggu tersebut. Misalkan tentang Gaya Bahasa, maka kami harus membuat aneka macam gaya bahasa. Misalkan tentang jenis teks, kami juga diminta untuk membuat aneka macam jenis teks.

Demikian juga saat melatih kemampuan dalam mata kuliah utama Translation, kami dituntut untuk memahami berbagai dasar atau pakem dalam menerjemah hingga memilih tampilan akhir terjemahan yang disesuaikan dengan request calon pembaca.

Sebagian hasilnya dinilai langsung oleh Tutor (Dosen Online), yang lain dijadikan hasil masakan yang siap dimakan oleh rekan-rekan sesama mahasiswa. Jangan heran, banyak yang takut untuk membagi hasil kerja di forum umum mahasiswa. Takut dengan kritik-kritik pedas dan kadang-kadang nyelekit.

Tapi, Tutor sendiri justru bersikap sebagai pengamat. Setiap pembahasan dibiarkan berkembang hingga akhir pekan, menjelang pembahasan tema lain. Barulah nanti Tutor memberikan gambaran bagaimana tulisan yang baik, tanpa sedikitpun menyindir atau menyerang hasil karya mahasiswa-mahasiswinya kecuali kalau tulisan itu benar-benar sangat out of topic.

Inilah sebabnya saya mengambil kesimpulan di akhir masa kuliah… bahwa pengajar yang baik bukanlah mereka yang menghakimi hasil, tapi mereka yang memahami hasil tersebut dalam berbagai sudut pandang.

Sebagai gambaran, saya pernah meminta salah satu tulisan untuk dinilai oleh Tutor dan beberapa teman. Kritik mengalir, bahwa tulisan itu benar-benar berciri khas Tell, sangat sedikit Show-nya. Tapi semua mengatakan bahwa tulisan itu memang bagus. Buktinya, hanya dengan sedikit penggambaran Show, airmata seakan menggantung di pelupuk. Bahkan ada teman yang mengatakan kalau tulisan itu pernah ia baca jauh hari sebelumnya.

Saya sengaja tak mengatakan bahwa tulisan tersebut adalah salah satu karya yang sudah pernah saya publish di blog. Tulisan yang telah di-share hingga ratusan ribu di media sosial dan dikomentari dengan ribuan pujian, kritik bahkan pertanyaan. Tulisan yang dikritik sebagai tulisan 'biasa' seorang amatir oleh seorang penulis terkenal dan akhirnya memaksa saya untuk belajar dengan serius di bidang Sastra secara resmi di bangku kuliah, hanya untuk membuktikan bahwa pendapat itu tidak sepenuhnya benar.

Sebanyak dan sebaik apapun seseorang menulis atau menghasilkan karya tulis, bukan berarti ia menjadi penulis yang baik lalu berhak menghakimi karya orang lain. Penilai akhir tetaplah para pembaca. Sementara kita tahu, sangat banyak sekali penulis-penulis yang menghasilkan karya luar biasa tapi penjualannya justru jauh di bawah standar biasa dan karyanya berakhir di obralan.

Tapi, coba cek novel-novel atau tulisan-tulisan yang justru laris manis di kalangan pembaca. Apakah semuanya disusun dengan pakem Bahasa Indonesia yang benar? Tidak juga kan? Saya saja sempat membaca setidaknya belasan novel ringan remaja yang bahasanya benar-benar bahasa obrolan, tapi justru sangat enak dibaca. Tengoklah karya-karya laris lain yang sebagian penulisnya justru berkisah kalau karya-karyanya tersebut pernah ditolak penerbit, tapi menjadi best-seller ketika mendapat jalan yang tepat.

Saya sering mendengar teman-teman penulis buku yang masih mengeluh soal royalti, sementara penulis bebas yang lain justru sedang menikmati hasil kerjanya dengan instan tanpa perlu menunggu diterbitkan oleh penerbit mayor. Mereka, para penulis bebas itu, menulis dengan mengikuti kata hatinya terkadang justru bersembunyi di balik nama-nama penulis besar yang sedang deadlock atau memilih menulis di blog, web pribadi, boyongan bahkan gratisan. Bahkan, sekarang banyak penulis kenamaan yang banting stir menjadi penulis 'instan' di media sosial. Tanya, kenapa?

Berbagai modul kuliah mengenai tata bahasa Indonesia juga menyebutkan hal yang sama. Setiap penulis harus menemukan gaya bahasanya sendiri. Sepandai apapun seseorang menulis, mereka harus memiliki gaya penulisan yang khas agar bisa mempertahankan para pembacanya. Kreatifitas yang dimiliki juga harus diikuti dengan pengetahuan yang cukup agar mampu mempertahankan gaya tersebut.

Sebagai pribadi, saya telah mengetahui dan mempelajari banyak hal soal teknik menulis, memilih tetap menulis dengan gaya khas yang memang sejak dulu dimiliki. Pengetahuan tambahan yang saya peroleh di dunia kampus, hanyalah sebagai rekomendasi tambahan agar mengolah gaya bahasa khas tersebut menjadi lebih baik. Itu saja.

Jadi, sebanyak apapun kritik dan saran yang disampaikan oleh para penulis tersebut, terima saja sebagai masukan. Tapi jangan takut membuat karyamu sendiri, jangan bilang menulis itu sulit karena arti menulis pada setiap orang itu berbeda. Terserah mau dibilang tidak sesuai pakem, atau hanya ikut-ikutan, terlalu klise, tidak cantik dan sebagainya. Biarkan! Kalau itu penting bagimu, pelajari saja maksudnya. Hanya, jangan pernah menghentikan langkah untuk terus menulis.

Menulis adalah kebutuhan, menulis adalah hobi, menulis adalah cara untuk menuangkan isi pikiran, menulis adalah cara untuk menghasilkan sesuatu, menulis adalah uang, menulis adalah karya seni, menulis adalah cara untuk mengobati diri, menulis adalah pembuktian diri, menulis adalah pendapat, menulis adalah proses berkomunikasi dan ribuan makna menulis lainnya yang hanya pribadi tersebut bisa menilainya, bukan orang lain.

Tetaplah menulis kalau itu berarti membuat hidupmu lebih baik.
*****

Tidak ada komentar: