23 Mei 2017

Kalau Anak-anak Sering Berantem Di Rumah


Akhir pekan lalu, seorang teman mengirimi saya pesan melalui WhatsApp.
“Bun, aku bingung nih, anak-anakku sering banget berantem. Kalau lagi weekend begini, dan kami di rumah semua, mereka hanya bertengkar, berkelahi. Pokoknya rumah gak pernah damai. Mrk bru damai kalo kuajak jalan ke mal. Tapi ya cape. Aku juga pengen istirahat di rumah sesekali. Dan….”

Keluhan teman ini sebenarnya cukup panjang, tapi kita sudah mendapat inti masalahnya.

Hubungan dua anak atau lebih dalam rumah tangga memang sangat riskan terjadi masalah. Banyak faktor penyebabnya yang saling terkait. Setiap kaitan itu tak hanya sebatas antara anak dan orangtuanya, namun juga faktor lingkungan, sekolah bahkan segala hal yang turut mengisi kehidupan anak.
Karena itu, untuk membina hubungan yang baik dengan saudara-saudarinya, seorang anak harus diberi dasar-dasar karakter yang baik sedini mungkin. Semua dimulai sebelum anak itu sendiri memiliki saudara. Sejak mereka lahir, kita harus sudah membiasakan mereka tahu cara berbagi, bersosialisasi dan peka terhadap sekelilingnya.

Penyebab utama yang membuat anak-anak sering berantem, kata lazim yang digunakan orangtua ketika anaknya bertengkar atau berkelahi, justru kebanyakan karena orangtuanya sendiri loh.

Tidak mudah saya mengatakan hal ini karena akan banyak orangtua yang protes dan tidak terima. Mana ada sih orangtua yang mengajarkan anaknya untuk berantem sama saudaranya sendiri?

Benar, tapi coba kita sama-sama mempelajari kehidupan sehari-hari di rumah.

Seberapa sering kita berteriak, mengomeli atau memarahi seorang anak di hadapan saudara-saudarinya? Menyalahkan dan membesar-besarkan kesalahan anak?

Seberapa sering kita membandingkan anak dengan keunggulan saudara-saudarinya?

Seberapa sering kita mengeluhkan tingkah laku buruk anak yang satu dengan anak yang lain?

Seberapa sering kita meminta si anak lebih tua mengalah pada anak yang lebih muda apapun yang terjadi?

Seberapa sering kita membiarkan pertengkaran kecil antara anak tanpa berusaha menyelesaikannya?

Seberapa sering kita kita memaksa anak untuk membiarkan anak yang lain mengambil mainan yang sedang ia mainkan?

Seberapa sering kita berhenti berbicara atau bermain tiba-tiba dengan anak karena anak yang lain tanpa penjelasan?

Masih banyak sebenarnya, tapi itulah di antara penyebab anak berantem. Penyebab utama yang saya sebut dikarenakan sikap dan perlakuan orangtua sendiri.

Memang sangat sulit berlaku adil, apalagi pada anak-anak yang masih kecil dan tidak memahami makna adil itu sendiri. Tapi bukan berarti kita bisa memperlakukan mereka dengan tidak adil.

Saat berurusan dengan anak, anggaplah kita hanya punya satu anak dan urusan dia tak berhubungan dengan yang lain, termasuk saudaranya. Dengan begitu, anak tidak akan menyalahkan faktor sekelilingnya termasuk faktor saudara-saudarinya. Jika ia dan saudaranya memang melakukan kesalahan, hukumlah dengan tegas dan adil pada masing-masing anak tanpa saling menyalahkan.

Suatu ketika saya sendiri pernah diprotes oleh anak-anak karena suara… sesuatu yang terdengar remeh, bukan? Tapi anak kedua dan pertama saya merasa suara saya hanya melembut kalau berbicara dengan adik mereka, sungguh berbeda dengan cara saya bicara pada mereka yang tegas dan cenderung keras. Nah, jika suara saja bisa menjadi masalah bagi anak, bisa bayangkan kalau itu terjadi dalam cara kita memperlakukan mereka?

Seperti yang kita tahu, anak-anak ibarat spons sabun yang menyerap semuanya. Semua itu termasuk hal-hal buruk dan baik yang mereka alami di masa pertumbuhan. Hal-hal yang akan mempengaruhi karakter mereka suatu hari nanti. Seperti wangi sabun atau bau dari kotoran terserap yang tetap akan meninggalkan jejak meski spons telah dicuci bersih. Karenanya, saya selalu tekankan betapa pentingnya meninggalkan kesan baik bagi anak-anak dalam hidup sehari-hari.

Memang komunikasi tetaplah menjadi kunci utama dalam pengasuhan. Tapi setiap anak itu unik, dan ia bukanlah saudaranya. Ia adalah ia. Punya sesuatu yang berbeda, punya hal-hal berbeda dengan saudaranya. Kita tak bisa menganggap dua anak, sekalipun mereka kembar, sebagai dua pribadi yang sama sehingga merasa benar untuk membuat mereka saling bersaing satu sama lain. Tapi sekalipun mereka berbeda bagai langit dan bumi, bukan berarti mereka tak bisa bermain atau bercengkerama bersama.

Jadi sebelum kita menyalahkan lingkungan, gadget, sekolah, televisi dan lain-lain sebagai penyebab anak bertengkar satu sama lain, mari memperbaiki cara memperlakukan anak-anak dulu. Setelah itu, ajari mereka cara bermain bersama, menyelesaikan masalah jika terjadi konflik dan terakhir memberikan reward atau punishment yang adil. Baru kemudian kita merambah ke faktor-faktor lain seperti yang sebutkan di atas.

Jangan putus asa ketika anak-anak sudah berada di batas usia sekolah atau sering melakukan hal-hal di atas pada anak, tak ada kata terlambat untuk mengubah anak. Selama orangtuanya sama-sama konsisten berusaha memperbaiki keadaan, separah apapun kondisinya, sebuah hubungan bisa kembali terjalin sesuai dengan keinginan setiap orangtua.

Salam.

Tidak ada komentar: