Foto ini saya ambil sudah cukup lama. Saat itu kami sedang berbelanja pakaian di salah satu pusat perniagaan di Jakarta. Khusus saat itu, saya sedang memilih pakaian Lebaran untuk Ade. Sebenarnya pakaian lebaran Ade sudah ada, hanya saya memang suka membeli agak banyak karena sekarang sangat sibuk mengurus kampus, rumah tangga dan kerjaan sampingan. Kalau tidak sekalian, nanti pasti takkan bisa terbeli.
Ade anak yang bertubuh cukup bongsor dibandingkan kedua kakaknya. Pakaian-pakaian yang dikenakan Kakaknya saat berusia kelas 3-4 SD, sudah dipakainya sejak TK. Karena Ayahnya tak mau putri-putrinya terbiasa pakai celana pendek, makanya saya harus rajin menyediakan pakaian sebelum celana atau rok mereka mencapai lutut.
Ketika asyik berbelanja itu, tokonya sedang ramai sekali. Banyak sekali orang yang berbelanja dan berburu diskon di hari yang sama. Karena takut tertinggal waktu magrib, saya pun sibuk memilih pakaian dan membiarkan Ade berjalan-jalan berkeliling memperhatikan isi toko di bawah pengawasan Ayah.
Saya lupa... Ayah itu orangnya tak suka melarang. Selama anaknya anteng-anteng aja, gak rewel dan gak minta macam-macam, yaah dia hanya berdiri-diri saja sambil melihat-lihat anaknya. Begitupun kalau bersama Ade.
Memang, tumben banget Ade gak ngerecokin saat saya memilih. Adek punya selera yang kalau dia tidak suka yaah tidak akan pernah dipake. Tapi hari itu, dia membiarkan saya memilih. Tiap kali saya celingak-celinguk mencarinya, tiba-tiba dia sudah berada di dekat saya dan begitu saya perlihatkan, ia langsung mengangguk cepat sebelum kembali berlari diikuti ayahnya dari belakang.
Kata orang, saat paling berbahaya itu adalah ketika anakmu diam dan tak ada suara....
Saya lupa soal itu dan terus memilih. Setelah saya lelah, dan sudah merasa cukup dengan baju 'cadangan' untuk kira-kira setahun itu, saya pun menyusul Ayah dan Ade yang seperti berdiri di dekat stan mainan. Ooh... pantas saja diem, pasti tuh anak sibuk memandangi satu demi satu mainan yang ada.
Tapi ya Allah... saya terperanjat bukan main melihat putri saya sudah berguling-guling di atas boneka yang berserakan di lantai toko. Ayahnya hanya tersenyum-senyum melihat mulut saya sampe terbuka karena terkejut. Dan bukan cuma Ade, ada anak-anak lain yang juga melakukan hal yang sama di lorong sebelahnya. Mereka menggunakan lemari tempat boneka yang kini sudah kosong melompong karena berjatuhan di bawah sebagai terowongan. Mereka bermain bersama meski pas saya tanya Ade bilang ia tak tahu nama-nama mereka.
Sambil melotot pada Ayah yang malah sibuk memotret putri bungsunya yang terus bergulang-guling tanpa peduli Emaknya yang menegur dengan mata seperti burung hantu, saya pun terpaksa meletakkan kembali semuanya satu persatu. Tapi, anak lain yang ikut main malah menariknya jatuh lagi. Akhirnya, saya memilih cara ekstrim saja. Angkat Ade, gendong dan cabut dari tempat itu secepat-cepatnya.
Ade tak menangis atau marah (ia tahu itu percuma) tapi justru dadah-dadahan sama teman-teman 'baru'nya lalu memeluk leher saya dan berbisik manja, "jangan marah ya Mak, kan Ade cuma ikut-ikutan ajaaah!"
Akhirnya, ya mana tega saya marahin anak manis itu. Saya mengangguk setuju namun meminta Ade tak mengulangi lagi. Ada konsekuensi yang mungkin harus membuat saya takkan bisa membelikannya pakaian. Ade hanya mengangguk-angguk, entah dia mengerti atau tidak.
Tapi sampai sekarang, saya masih suka trauma lewat stan mainan. Nanti ajalah kalau Ade sudah bisa meredam sifat spontannya yang kadang-kadang ngeselin itu. Untung saat itu para sales tokonya gak lihat, kalau tidak entahlah... mungkin kami tak jadi berlebaran hehe...