Saat menikah, semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang jenisnya tentu berbeda bagi setiap orang. Ada yang menargetkan hidup dalam pernikahan dimana ia tak lagi memusingkan soal keuangan, atau hidup dengan pasangan yang setia meskipun dalam keadaan apapun. Apapun harapan itu, semua selalu bertujuan untuk bisa menjadi seseorang yang bahagia dan pernikahan adalah salah satu cara untuk meraihnya secara utuh.
Namun, terkadang harapan tak selalu seindah yang dikhayalkan. Juga tak semudah dibayangkan. Karena menikah adalah bernegosiasi dengan seseorang yang mungkin memiliki perbedaan harapan dan impian. Untuk menyatukannya perlu waktu dan usaha. Sejujurnya, itu memang tidak mudah.
"Sepuluh tahun lebih kami menikah, rumah saja belum punya dan masih menumpang pada mertua. Anak kami hanya satu, tapi untuk rencana pendidikannya saja kami tak punya. Ini semua karena kami tak punya tabungan dan setiiap bulan hanya bisa memusingkan cara menutup hutang bulan sebelumnya. Dulu sebelum menikah, saya masih bisa membeli barang pribadi dan bersenang-senang. Tapi kini, gaji yang meningkat dengan rutin pun terasa tak cukup... "
"... seakan-akan belum cukup derita ini. Tak terbayangkan kalau pernikahan itu seperti ini. Saya nyaris tak bisa berhenti bekerja dan memikirkan diri sendiri. Tiap hari mengurus rumah, anak dan suami untuk menghemat pengeluaran, jangankan makan di luar bersama teman-teman saya, mengunjungi keluarga saja saya malu. Setiap hari terasa bagai rutinitas membosankan. Boro-boro memikirkan cinta, yang ada hanya bagaimana kami bertahan hidup. Ini bukan pernikahan yang saya inginkan."
Keluhan seperti ini seringkali dilontarkan sahabat-sahabat Bunda. Mungkin di antara pasangan lain, juga ada keluhan serupa. Hanya beberapa orang tak bisa mengungkapkannya. Apapun itu, perasaan tak bahagia pasti akan datang ketika pernikahan tak lagi sesuai dengan harapan.
Pernikahan, seperti sebuah perusahaan yang harus dimanajemen dengan baik. Juga seperti sebuah sekolah, dimana penghuninya adalah mereka yang akan selalu belajar dan belajar setiap hari. Dan memang dibutuhkan rencana serta antisipasi terhadap berbagai masalah yang mungkin terjadi.
Pondasi rumah tangga yang utama adalah agama. Untuk menjadi media penyatuan, agama menjadi pondasi penting sekaligus juga menjadi rujukan aturan ketika kedua belah pihak berselisih. Dengan menjadi agama sebagai pondasi utama, seluruh kesepakatan akan dapat dicapai. Agama akan menjadi sumber yang akan membantu keduanya menemukan cara yang paling tepat untuk mencapai pernikahan yang religius dan bahagia tanpa memberatkan salah satu pihak.
Komunikasi adalah hal terpenting dari kedua belah pihak. Agar bisa saling memahami satu sama lain, berkomunikasi merupakan pilihan terbaik untuk hal tersebut. Inilah sebenarnya inti sebuah pernikahan. Selain menyatukan dua orang dalam ikatan resmi, pernikahan adalah penyatuan dua pribadi dengan berkomunikasi untuk saling memahami satu sama lain.
Menyatukan harapan dan impian. Saat baru menikah, semua orang pasti memiliki harapan dan keinginan untuk diwujudkan dalam kehidupan pernikahannya. Sayangnya, hanya sedikit sekali yang akan mengkomunikasikan hal tersebut segera setelah pernikahan terjadi. Beberapa memilih memberitahu keinginan tersebut setelah bertahun-tahun bersama. Padahal tujuan pernikahan baru bisa diwujudkan jika kedua belah pihak yang akan melaluinya saling memahami keinginan pasangannya. Karena itu, sekecil dan sesederhana apapun keinginan dan harapan itu, beritahukan pada pasangan. Sebaliknya, apabila ada keinginan atau harapan pasangan yang menurut Anda tidak sesuai dengan keinginan dan harapan Anda, maka temukan solusi yang tepat untuk bisa memberikan keuntungan yang sama bagi kedua belah pihak.
Kehidupan lajang dan kehidupan mereka yang telah menikah jelas berbeda. Jangan pernah membandingkan kedua pengalaman tersebut, karena masing-masing pengalaman memiliki sisi positif dan negatif. Adalah kesalahan besar jika seseorang masih ingin hidup seakan dia masih lajang saat sudah menikah. Menikah berarti kehidupan yang penuh kompromi dengan kehidupan orang lain selain diri sendiri, sehingga saat harus mencari jalan keluar sebuah masalah maka pikirkan juga pasangan dan anak yang terlibat dalam hidup kita.
Tak ada yang menang dan tak ada yang kalah dalam kehidupan pernikahan. Jangan mengira seseorang akan kalah ketika ia mengalah pada pasangannya atau seseorang menang ketika pasangannya mengalah. Banyak pasangan yang bertahan dan berhasil menjalin pernikahan yang bahagia ketika lebih sering memikirkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingannya.
Musyawarah untuk segala hal dan sepakat dengan perasaan ikhlas. Ketika menjalin hubungan, kita akan belajar perlahan-lahan untuk saling berbagi. Namun untuk belajar sepakat dalam beberapa hal, memang sangat sulit. Dalam hal mengatur keuangan misalnya. Ketika A dan B menikah, mereka telah membawa konsep pengaturan keuangan masing-masing. Waktulah yang akan menentukan apakah konsep A atau B yang lebih baik diterapkan. Intinya, apabila sebuah konsep yang disepakati ternyata tidak berhasil meraih harapan maka jangan segan untuk mengubahnya. Misalkan jika selama ini istri yang biasa mengatur keuangan, tapi kemudian ia tak bisa menjamin soal investasi dan tabungan maka bisa saja suami yang mengambil alih manajemen keuangan. Musyawarah harus diutamakan agar keduanya mampu menemukan jalan yang paling baik untuk keluar dari masalah. Kedua pihak pun harus ikhlas menerima kenyataan dan berusaha untuk belajar dari kesalahan, namun juga tidak menghakimi kesalahan pasangannya secara berlebihan.
Menghormati keluarga dari pasangan. Walaupun suami atau istri mencintai pasangannya, ketika pasangannya mulai menceritakan kejelekan keluarga dari pihak suami atau istrinya, pastilah ada perasaan jengkel. Sebisa mungkin hindari pembicaraan mengenai anggota keluarga pasangan meski pasangan sendiri sedang kesal pada anggota keluarganya itu. Jadilah seseorang yang bijaksana dengan ikut menenangkan atau memberikan penjelasan secara positif agar hubungan kekeluargaan tetap terjaga. Semakin kita berusaha keras untuk membantunya membangun relasi yang baik dengan anggota keluarganya, pasangan akan semakin menghormati kita. Jadi walaupun kesal dengan anggota keluarga pasangan, sebaiknya keluarkan dengan kritikan yang santun dan membangun. Suatu saat, bukan tidak mungkin justru pihak keluarga pasangan yang akan membantu kita mencari jalan keluar apabila terjadi masalah internal rumah tangga yang rumit.
Hilangkan intervensi dari pihak manapun. Untuk menyatukan dua orang saja sudah sulit, maka akan lebih baik jika tidak ada pihak lain seperti mertua atau keluarga lain yang ikut dalam penyelesaian masalah karena biasanya cenderung ada keberpihakan sehingga menambah runyam. Tinggal menumpang mertua akan selalu membuat pasangan justru tidak mandiri dalam berbagai hal. Pasangan yang terbiasa menumpang, biasanya jauh lebih 'cengeng' saat menghadapi masalah dan sulit mengambil keputusan. Mereka yang terbiasa tinggal di rumah sendiri, akan selalu belajar menghadapi segala kemungkinan dengan rajin mencari berbagai informasi. Mulai dari hal-hal remeh hingga hal-hal untuk menghadapi situasi yang kritis dan berbahaya. Berbagai masalah yang terjadi pun seringkali lebih mudah diselesaikan karena pihak yang terlibat sangat sedikit. Bahkan rumah tangga yang mandiri akan lebih mementingkan kekompakan dibandingkan memperuncing masalah-masalah remeh. Ikatan akan lebih kuat ketika masalah justru dihadapi bersama.
Masalah rumah tangga semakin keluar akan semakin besar. Hal ini masih berhubungan dengan tips sebelumnya. Tapi lebih spesifik adalah kebiasaan untuk tidak mengumbar masalah. Masalah kesalahpahaman kecil bisa berubah menjadi masalah besar, ketika semakin banyak pihak yang terlibat. Kebiasaan mengeluhkan hal-hal kecil yang tidak disukai pada pasangan, meskipun pada orangtua sendiri, sungguh hal yang tidak baik. Selain bisa menimbulkan kekecewaan pada orangtua karena merasa menantunya tidak sesuai harapan, ini bisa membahayakan hubungan antara mertua-menantu di masa depan. Hal lain yaitu mengeluh tentang kehidupan rumah tangga pada orang yang tidak tepat. Artinya bukan mencari penyelesaian, tapi justru memicu masalah semakin besar. Karena itu, ketika ingin mengeluh, pastikan bahwa keluhan itu berarti menemukan cara untuk menyelesaikan masalah bukan sebaliknya.
Belajar memahami dan dipahami. Meskipun secara garis besar berkomunikasi berarti juga belajar saling memahami. Namun, berkomunikasi bukan sekedar tentang cara berbicara. Untuk bisa memahami, seseorang juga harus belajar membaca segala hal termasuk sikap tubuh, tatapan mata dan gerak-gerik tertentu pasangannya. Sementara agar mudah dipahami, kita juga harus belajar lebih terbuka menunjukkan apa yang ditakuti, makanan yang disukai, genre drama atau hal-hal yang tidak disukai dan sebagainya. Tidak perlu terlalu ekstrim dengan penjelasan langsung. Lakukan secara bertahap, juga seimbang dengan apa yang harus kita ketahui tentang pasangan. Belajarlah untuk mengenal tanda-tanda atau isyarat-isyarat gerakan tubuh pasangan yang ia tunjukkan saat menunjukkan sesuatu tanpa kata. Kelak pemahaman ini akan berguna dalam ‘berkomunikasi’ saat berada di antara orang selain pasangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar