Mengingat angka tiga belas, seperti mengingat kilasan hari bukan tahun.
Rasanya baru kemarin, menangis histeris bersama Ayah karena diminta menggugurkan kandungan yang telah dinanti selama empat tahun, yang kemudian berganti dengan senyum bahagia karena akhirnya janin itu dipertahankan.
Rasanya seperti berkedip mata, mengingat saat pertama kali mengagumi wajah bayi berambut ikal tebal dengan alis mata tebal yang menangis kencang sekali.
Aku mengingat saat ia mengucapkan Ayah lebih dulu dibandingkan Mama
Aku mengingat langkah-langkah kecilnya untuk pertama kalinya, menggapaiku di atas rumput hijau.
Aku mengingat dengan baik saat gadis kecil berambut ikal itu sakit tengah malam, dan aku panik seakan jantung berhenti berdetak.
Aku mengingat tangisanku saat keluar dari ruang dokter karena dokter itu bilang Anak ibu autis.
Aku mengingat semuanya dengan baik. Mengingat semua luka yang pernah tertoreh di tubuhnya. Mengingat saat-saat ia menghiburku dengan celotehannya. Mengingat semua tingkahnya yang membuatku tertawa. Mengingat saat aku menangis kebingungan tak tahu harus apa menghentikan tangisnya.
Kami melewati banyak hal bersama. Melewati waktu sebagai Ibu dan anak. Melewatkan masa-masa berat menghadapi diagnosa autisnya, orang-orang yang berniat menyakitinya, dan keadaan yang seringkali tidak kondusif di sekitarnya.
Tiga belas tahun
Tiga belas tahun sudah kami bersama. Tiga belas tahun menanam cinta dan kasih sayang yang bunganya kini semakin banyak. Tiga belas tahun tak pernah benar-benar terasa, karena semua waktu bersamanya sangatlah berharga.
Aku bahkan bisa membaca apa yang dipikirkannya, apa yang dirasakannya bahkan apa yang ingin dilakukannya. Karena dia adalah bagian dari jantungku, hatiku, kakiku, tanganku dan jiwaku. Dia putriku
Seperti bulan yang jatuh ke perut dalam mimpiku sebelum kehadirannya, seperti itulah Cindya Fauzyah bagiku. Dia cahaya bulanku, cahaya yang menerangi kegelapan. Penantian kelam yang panjang berakhir saat ia datang.
Bagai cahaya, Cindya juga melewati banyak kegelapan sebelum bersinar dengan terang. Dia menggugurkan diagnosa dokter dengan berbagai prestasi. Ia membuktikan bahwa tak ada manusia yang bodoh, yang ada hanya manusia yang malas. Kekurangannya ditutupi dengan ketekunannya dengan baik. Prestasinya tak pernah berhenti membuatku bangga, hingga mulut dan hati ini tak lagi berani meminta. Buatku, yang penting anakku tersayang bahagia
Kini, cahayaku sudah remaja. Masalah berputar di sekitarnya. Aku ibunya, dan doaku akan selalu mengiringi tiap langkahnya.
Ya Allah, semoga putriku sehat dan bahagia setiap saat. Semoga apa yang ia lakukan, apa yang ia pikirkan dan apapun yang ia lewati dalam hidupnya, bisa bermanfaat dan menjadi berkah untuk dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.
Happy Birthday, Putriku sayang @Cindya Fauzyah
[caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Kakak Cindya"][/caption]
Sekarang Hadapi masa remajamu dengan bijaksana, putriku
Terima kasih untuk segala kebanggaan yang kau berikan untukku
Dan Tolong tetap jadi Cindya yang sekarang
Sudah manis dan baik hati, punya hati secantik Fatimah pula.
I love you
Tidak ada komentar:
Posting Komentar