18 November 2014

Drama Korea Vs Drama Indonesia

Sudah bukan rahasia umum kalau drama Korea itu jadi santapan menyenangkan buat para ibu rumah tangga, termasuk saya. Meski tak berarti saya tak cinta Indonesia apalagi pada produk-produk drama yang dihasilkan oleh anak negeri ini sendiri. Hanya saja, masalahnya produk-produk ciptaan dalam negeri ini juga dipengaruhi oleh produk luar. Lirik saja sinetron yang bertebaran di televisi saat ini. Semuanya hampir mirip dan mengacu pada film dari luar. Meski digadang-gadang kalau itu sesuai dengan budaya Indonesia, saya justru melihatnya terlalu sangat mirip dengan cerita di film Amerika dan Inggris. Budaya yang mana yang ada di Indonesia seperti yang digambarkan oleh drama itu pun juga tak mampu saya temukan.
Tayangan televisi di Indonesia tidak memberi pilihan sinetron yang variatif seperti channel televisi di Korea. Kalau drama yang beredar di Indonesia, hanya judulnya yang ganti, isi dan temanya ya sama semua. Sementara di Korea, jika satu stasiun mengusung drama utama mereka tentang percintaan remaja, yang lain malah berkisah tentang hubungan ibu dan anak. Lalu yang lain malah dengan berani mengambil cerita fantasi superhero yang patah hati. Bahkan kadang mengusung tema tak biasa yang cenderung sensitif seperti kegemukan dan operasi plastik. Jadi saking variatifnya, penonton menjadi tidak bosan dengan beragam pilihan dan tidak heran kadang-kadang mereka mengikuti seluruh drama itu.
Menonton sebuah drama bukan sekedar menonton dan mengikuti alur cerita. Agar penonton betah, para produser harus memaksimalkan kemampuan memanjakan kelima indera penonton. Dan produser drama Korea mengetahui hal itu dengan baik.
Yuk, kita intip… faktor apa saja yang membuat drama Korea mencuri perhatian penggemar di Indonesia yang notabene berbeda budaya?

 TEMA
Tema adalah hal penting untuk diangkat dalam cerita drama. Berbeda dengan di Indonesia yang memakai istilah ‘musim’ kisah bertema tertentu, di Korea, tema tergolong variatif dan jauh berbeda satu sama lain. Namun, tahun ini tema yang paling sering diangkat oleh drama Korea adalah tema-tema perselingkuhan dan pengkhianatan. Mungkin ini ada hubungannya dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi.
Selain itu, banyak kisah-kisah yang menarik dan kadang-kadang di luar fantasi yang menjadi penarik hati penonton lainnya. Siapa yang tak tahu menariknya kisah cinta alien ala Do Min Jun dan Chun Song Yi di My Love from the Star? Atau kisah cinta biasa yang sebenarnya sudah sangat sering diangkat tapi menjadi menarik ketika disajikan oleh drama Eung Sang dan Kim Tan di The Heirs atau Se Kyung dan Seung Jo di Cheongdamdong Alice. Cerita yang bertema si kaya dan si miskin yang saling jatuh cinta memang selalu menarik untuk disimak. Meski terlalu sering, tapi jika dikombinasikan dengan hal-hal lain maka ceritanya pun tetap menarik untuk ditonton.

My Love From The Star
Cheongdamdong Alice


Bukan berarti cerita-cerita bertema tradisional menjadi tidak menarik. Bahkan beberapa cerita Saeguk (cerita di zaman kerajaan) mendapat tempat khusus di hati penonton seperti Jang Ok Jung, Dae Jang Geum dan Faith.

Jang Ok Jung

Selama tahun 2014, saya mengikuti beberapa drama yang patut diacungi jempol dalam beragam tema yang diangkat. Cerita Mama, Nothing To Fear yang berhasil membuat emosi saya diaduk-aduk dan bagaimana seorang Ibu yang begitu hebat ingin melindungi putranya sebelum kematiannya. Lalu ada kisah Hotel King tentang seorang lelaki yang dingin karena tersiksa sejak kecil tapi kemudian berubah setelah jatuh cinta. Ada juga Angel Eyes, yang berkisah tentang donor mata dan kisah cinta penuh cobaan. Atau yang lucu dan menghibur seperti yang baru-baru ini saya tonton, Pinocchio dan Birth of Beauty. Keduanya menarik dalam cerita yang sedikit aneh dan tidak mungkin.

Pinocchio








Pinocchio berkisah tentang carut marut dunia pertelevisian yang berhasil menjatuhkan nama baik seorang firefighter dan menghancurkan sebuah keluarga dalam sekejap dengan rumor dan kebohongan. Sedangkan Birth of Beauty menarik hati saya begitu melihat pembahasannya seputar dunia wanita yang dilahirkan gemuk dan jiwa yang polos, yang kemudian berubah drastis menjadi cantik setelah mengalami pengkhianatan. Pandangan terhadap orang gemuk memang tergolong sensitif, tapi sekaligus menarik untuk ditonton. Setidaknya, sebagai orang gemuk (hehe…) saya ingin mencoba melihat perspektif berbeda walaupun dalam kehidupan sehari-hari menjadi gemuk bukanlah masalah.

Birth Of Beauty

SETTING LOKASI
Berkembangnya drama Korea di era internet tidak lepas karena dukungan pemerintah mereka. Di sana, Pemerintah memberikan dukungan penuh untuk pemakaian tempat-tempat wisata dan hiburan. Marketing perusahaan yang ada di Korea juga sangat memahami besarnya pengaruh sebuah drama dalam meningkatkan pendapatan mereka. Dukungan dana dan izin penggunaan restoran atau cafe menjadi kunci keberhasilan mengapa sebuah drama di korea memiliki scene-scene lokasi yang sangat variatif dengan frame kamera luas. Padahal ketika berkunjung ke lokasi aslinya, sebenarnya tak ada beda dengan tempat-tempat di Indonesia. Malah menurut saya masih lebih bagus di Indonesia loh. Hanya saja kameramen dan sutradara drama Korea begitu cerdas menonjolkan titik-titik menarik dari sebuah lokasi. Bahkan setting pinggir jalan saja bisa terlihat indah.
Lihatlah lokasi ber-scene indah di Winter Sonata, yang akhirnya menjadi salah satu tempat wisata laris. Atau lokasi kuburan anggota keluarga kerajaan dalam drama-drama Saeguk, serta kompleks istana yang kemudian menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung.
Latar penuh salju di Winter Sonata
Ada beberapa tempat tetap yang dijadikan lokasi syuting favorit drama. Tepian pinggir sungai Han adalah tempat ramai yang dikunjungi wisatawan. Tapi dalam drama sendiri, tempat itu digambarkan sebagai lokasi tenang yang damai, cocok buat melamun dan mungkin mencurahkan kegundahan hati.
Sungai Han – Korea (mslykim.blogspot.com)
Satu hal yang menarik, selain mengusung cerita-cerita berset lokasi tempat wisata atau tempat-tempat berlatar mewah, tak jarang mereka juga mengambil gambar di lokasi-lokasi yang biasa diakses untuk aktivitas sehari-hari. Seperti dalam Blade Man, setting saat si Hong Bin menemukan Taehee adalah pasar dan tempat pengolahan barang bekas yang kumuh. Atau kisah Wonderful Mama, yang dengan baik menggambarkan kehidupan orang di lingkungan biasa lengkap dengan maaf-kotoran anjing sebagai hiasan di jalan yang biasa ada di Korea. Tapi tidak membuat ceritanya jadi tidak menarik, justru kesannya jadi lebih membumi.
Playground Setting (I Miss You)
Setting lokasi Ugly Alert juga menarik meski tak selalu bersetting pemandangan indah bahkan ada yang di tengah pasar dan keramaian kota. Yang lainnya adalah setting taman-taman dengan danau yang terlihat begitu indah terutama saat pergantian musim (karena dalam cerita itu ada saat-saat berbeda yang dilakukan si aktor utama)
Setting di Ugly Alert
Setting di tengah keramaian Ugly Alert
Banyak sekali scene-scene menarik yang justru diambil di lokasi biasa, seperti pinggir jalan, jalan setapak di hutan kecil, bangku di taman kota bahkan hanya di depan rumah saja, justru menjadi scene terbaik. Yang menjadi perhatian utama, adalah lokasi itu biasanya dalam keadaan bersih. Tak ada tambahan bunga seperti sinetron Indonesia yang kadang-kadang berlebihan, seperti tanaman berbunga lebih dari tiga warna. Kalaupun yang ditampilkan adalah setting drama Korea memang ingin diperlihatkan untuk kotor, maka yang ditampilkan pun tidak berlebihan.
Keseimbangan warna yang terlihat dalam layar kaca, sangat diperhatikan sehingga berhasil memanjakan mata penonton dengan baik. Bahkan tak jarang dengan menggunakan efek photoshop dan editing, setting dibuat sesempurna mungkin agar nampak indah dan menarik. Kadang-kadang pengambilan gambar di studio pun dikombinasi dengan efek foto. Maka inilah yang menyebabkan mata penonton betah berlama-lama menatap layar televisi.
Pemandangan desa di Blade Man
PENULIS & ALUR CERITA
Seperti drama di Indonesia, tak semua drama Korea juga bagus. Saya pernah sangat kecewa saat menonton Empire of Gold, yang dipenuhi bintang-bintang drama terkenal tapi tak ada cerita drama paling monoton selain cerita dalam drama itu. Atau harus kecewa  saat menonton kisah cinta Jessica dan Rain di My Lovely Girl, karena sampai drama berakhir tak ada chemistryyang terlihat di antara keduanya dan saya hanya menonton seri terakhirnya saja setelah seri ke lima. Ada juga Doctor Stranger, yang di luar perkiraan banyak penonton justru berakhir mengecewakan meski semua pemainnya berakting dengan karakter yang cukup kuat. Atau ketika kisah cinta segitiga di Secret Hotel, yang saya pikir akan menarik ternyata hanya biasa-biasa saja. Ceritanya berputar-putar di antara ketiga pemeran dan berakhir dengan cerita yang sudah bisa diduga.
Untuk pertama kalinya pula, di awal tahun ini saya mengikuti sebuah serial panjang secara maraton dalam tiga minggu. 122 Episode. Karena ceritanya yang bertema keluarga itu benar-benar bikin jatuh hati. Ugly Alert. Serial ini sempat meraih beberapa award loh.
Biasanya kalau saya menonton serial panjang, yang saya tonton paling-paling seri-seri genap doang (10,20.30 dstnya) sekedar mengecek jalan ceritanya saja. Tapi serial ini berhasil membuat saya bertahan seri demi seri untuk menontonnya. Lingkup ceritanya luas walaupun masih seputar cerita keluarga. Tapi, begitu banyak pesan dan nasihat yang secara tak langsung mengajari penonton dalam dialog-dialog cerdas tentang keindahan hidup, hubungan antar saudara, hubungan antar kekasih, hubungan antara ibu dan anak tiri, hubungan antara ayah dan anak dan seterusnya.
Last Scene in Ugly Alert
Mungkin sebagai penonton, kita jarang membahas siapa penulis cerita drama tersebut. Di Korea, penulis cerita bisa lebih dari satu orang. Bahkan di Ugly Alert, kalau tidak salah, saya pernah membaca ada sekitar 16 penulis cerita dari berbagai usia. Wow!! Terbayang gak sih, betapa kuatnya satu peran meski hanya figuran karena dukungan ceritanya dihasilkan oleh satu penulis.
Bukan hanya itu, faktor saring penulis yang cukup ketat membuat persaingan pembuatan cerita yang menarik pun menjadi faktor penting yang benar-benar sangat dipahami oleh seorang produser. Saking ketatnya, tak terhitung jumlah penulis yang langsung tenggelam karena sebuah cerita drama tidak berhasil menarik perhatian penonton. Tak ada unsur penilaian karena harus lulusan dari kampus tertentu atau pengalaman di rumah produksi tertentu untuk bisa menulis drama. Di sana, proses saring penulis pun sampai merambah ke negeri tetangga bahkan ke Indonesia.  Bahkan ada audisi penulis di salah satu stasiun televisi Korea berskala internasional di websitenya. Hal ini pula yang membuat banyak penulis-penulis lepas berani berimajinasi bebas di web toon. Ingat kisah My Sassy Girl yang terkenal itu? Bahkan seperti kisah itu, sampai sekarang banyak cerita-cerita drama terkenal berawal dari web toon.
KUALITAS AKTING
Setelah membahas setting, tema dan cerita yang dibangun, sekarang kita bahas soal akting para pemainnya. Akting aktor dan aktris Korea itu benar-benar patut diacungi jempol. Memang ada kelas-kelas usia masa keaktrisan mereka. Walaupun berusia sama, jika seseorang lebih dulu terjun di dunia hiburan maka pendatang baru akan menganggapnya sebagai senior. Hal ini terjadi karena kualitas aktor dan aktris yang sudah berpengalaman bertahun-tahun dengan pendatang baru sangat berbeda. Pengalaman dan jam terbang benar-benar mempengaruhi penilaian produser dan tentu saja pada akhirnya penonton. Tidakkah itu menarik, karena di Indonesia justru yang terjadi adalah sebaliknya.
Dalam sebuah forum penggemar drama dan film Korea, para penggemar bisa membahas secara detil letak titik lemah dan kuat dalam akting seorang aktor. Karena itulah, setiap aktor atau aktris di Korea berusaha semaksimal mungkin untuk menghayati perannya. Saking kuatnya, seorang aktor bisa tenggelam dalam karakternya beberapa minggu setelah serialnya berakhir. Bahkan beberapa terpaksa mengambil cuti dan berlibur dulu sebelum kembali bekerja dalam proyek drama lain. Sebagai contoh aktor terkenal Lee Min Ho, yang memutuskan untuk mengambil jarak waktu antara satu proyek drama atau film dengan proyek lainnya. Karena setidaknya untuk satu drama, Lee Min Ho membutuhkan tiga bulan sebelum berperan dan beberapa minggu sesudah perannya itu untuk melepaskan karakter. Bukan main!! Bagaimana kalau dibandingkan aktor atau aktris Indonesia yang bisa mengambil lebih dari dua proyek drama/film secara bersamaan?
Lee Min Ho in The Heirs
Banyak sekali scene-scene biasa yang sebenarnya juga ada dalam drama Indonesia. Bedanya tentu saja kualitas akting. Perbedaan ini adalah gambaran emosi yang terlihat dari gerak tubuh dan bukan dengan dialog saja. Melalui gerak tubuh yang justru tampak natural, penonton dengan leluasa memahami makna emosi. Penggambaran emosi marah misalnya, dalam drama Korea tak selalu digambarkan dengan emosi meledak atau mata melotot atau bahkan teriakan diiringi makian seperti kebanyakan drama Indonesia.
Innocent Man
Marah dalam gerak tubuh diartikan dengan bervariasi, ada yang menggambarkan dengan tangan yang mengepal, mimik wajah yang berubah dalam sekejap tapi masih terlihat seperti berusaha menahannya, dan bahkan berlari untuk mencurahkannya. Penggambaran ini penting karena kebanyakan emosi yang terlihat di televisi sudah pasti akan mempengaruhi penontonnya juga. Setidaknya melihat emosi marah yang terkendali akan mengajari penonton untuk bersikap yang sama. Maka jangan heran ketika drama Indonesia dianggap membawa efek negatif. Demi menutupi kualitas akting pemain yang buruk, maka emosi selalu digambarkan dengan frontal dan begitu meledak-ledak.
Sedih pun tak selalu digambarkan dengan berlebihan. Kadang-kadang hanya dengan mata sendu dan tatapan mata kosong sudah cukup membuat penonton merasakan kesedihan si aktor atau aktris.
Missing You
Yang terbaru adalah saat poster Secret Door dipublish. Saat itu terlihat jelas mata si Putra Mahkota Sado yang nampak sedih dan berkaca-kaca. Padahal saat itu dramanya belum tayang dan masih berbentuk teaser. Tapi dengan mudah, kita bisa mengetahui betapa laranya kisah itu nantinya.
Poster Secret Door
NILAI FILOSOFI, SISI EDUKASI DAN KAMPANYE PEMERINTAH
Berikutnya adalah penyampaian nilai-nilai positif yang sering terselip dalam kisah drama Korea. Meski ceritanya berpusat pada kisah cinta, selalu ada nilai positif keluarga yang disampaikan. Sebagai contoh, family dinner yang digalakkan untuk meningkatkan kualitas hubungan sebuah keluarga. Karena berdasarkan riset, makan malam bersama efektif untuk hal itu.
Dalam setiap drama, kegiatan ini tak pernah dilupakan. Bahkan kisah si Alien Do Min Jun, My Love From The Star yang terbiasa makan sendiri pun berubah dalam dramaland.
Family Dinner in My Love From The Star
Tingkat bunuh diri di Korea yang cukup tinggi, membuat Pemerintah selalu menyelipkan pesan mengenai pentingnya membina dan menjaga hubungan antar keluarga, sahabat atau bahkan dengan orang lain. Bahkan jalan cerita beberapa serial panjang sudah bisa ditebak apa pesannya. Setiap kali si aktris atau aktor utamanya mengalami cobaan, selalu ada orang yang mendukung dan memberinya support. Ini adalah kampanye anti bunuh diri yang coba didengungkan Pemerintah mereka melalui drama.
When A Man Loves
Seandainya cara yang sama digunakan Pemerintah untuk mendengungkan anti kekerasan seperti yang dialami banyak keluarga di Indonesia. Tidak secara vulgar dijelaskan, apalagi dengan kata-kata sok memberi nasihat. Cukup dengan jalan cerita menarik dan contoh bagaimana seseorang seharusnya menyelesaikan masalah. Atau dengan melatih tingkat kedewasaan penonton dengan meningkatkan kualitas cerita seperti dialog cerdas para pemeran atau bisa juga dengan memberi pertunjukkan akting wajah dan gerak tubuh untuk menggambarkan emosi yang terkendali.
Riset pun wajib dilakukan oleh seorang penulis drama. Banyak sekali penulis drama tentang dunia kedokteran atau tentang dunia politik yang sebenarnya tak pernah tahu soal dunia tersebut. Tapi mereka mendapat penjelasan dan keterangan dari orang-orang yang memang ahli di bidang tersebut. Tidak mencomot pengetahuan asal berasal dari google atau buku belaka. Tak jarang sebelum cerita benar-benar ditayangkan, dibuat satu tim khusus yang memeriksa kebenaran keterangan ‘penyakit’ atau efek-efek politik atau bahkan sebuah hal yang berdasarkan riset ilmiah.
Makanya tak heran, menonton drama Korea juga menambah pengetahuan kita tentang banyak hal, selain filosofi tentu saja. Beberapa drama tentang dunia kedokteran memperkaya ilmu tentang kesehatan pada penonton. Walaupun jujur ya… sedikit membosankan. Contoh salah satu drama yang sarat dengan ilmu kedokteran adalah Surgeon Bong Dal Hee. Dari sekian drama kedokteran, hanya ini yang menarik perhatian saya. Sisanya..mmm… hanya mengikuti sedikit saja.
Tapi suatu kali saya juga jadi mengetahui tentang beberapa aturan baku yang timbul akibat perang dingin Korea Utara dan Korea Selatan seperti zona bebas yang menjadi hutan belantara yang tak pernah tersentuh dan ini ada dalam kisah Doctor Stranger.
Doctor Stranger
Jika tidak tercantum dan hanya imajinasi penulis, mereka dengan jelas menuliskan keterangan sebelum drama dimulai. Ini terlihat saat drama It’s Okay, It’s Love  yang kaya dengan istilah-istilah psikologi namun menggambarkan sebuah diagnosa kelainan jiwa dengan sedikit tidak sesuai kenyataan atau drama terbaru Pinocchio tentang Pinocchio disease yang sebenarnya tak ada.
It’s Okay, It’s Love
PENGGEMAR
Yang paling menarik buat saya adalah tanggapan para penonton. Mungkin karena tingkat edukasi dan cara pandang yang membuat reaksi penggemar drama Korea dengan penggemar sinetron umumnya di Indonesia berbanding jauh.
Setiap kali memutuskan untuk menonton sebuah drama, saya suka membaca review dan ulasan para penggemar dulu. Menariknya, walaupun mereka tergolong penggemar fanatik dari seorang aktor atau aktris, saat menilai akting aktor kesayangannya, mereka tetap menggunakan akal sehat dan mengedepankan penilaian yang menghasilkan peningkatan kualitas. Bukan sekedar cuap-cuap mengagumi kecakapan atau kecantikan mereka.
Saya yang nge-fans banget dengan aktor Lee Dong Wook atau akrab disapa Wookie oleh penggemar internasionalnya, pernah satu kali mencoba untuk ikut memberikan review terutama ketika Wookie berperan sebagai Seung Gi palsu atau Joon Soo di La Dolce Vita. Di situ saya memberikan review bagus untuk akting, tapi menilai buruk untuk pilihan Wookie mengambil cerita yang bersetting kisah lelaki yang menyelesaikan masalah dengan bunuh diri. Saat itu, banyak fans yang juga setuju dan mereka sama seperti saya. Peran itu tak selalu harus menjadi orang baik atau jagoan yang selalu menang, tapi memilih kisah drama yang mendidik juga penting.
La Dolce Vita
Ooh ya… yang tak ingat siapa Wookie, dia itu pemeran My Girl yang berkisah tentang kebohongan seorang gadis, cerita ini cukup terkenal dan Wookie sempat bertandang ke Indonesia bahkan kemudian ceritanya diplagiat dan diperankan oleh aktris Indonesia, ia juga pernah berperan sebagai aktor utama dalam Scent of Woman dan Hotel King. Yang baru-baru ini adalah Blade Man dan akan datang film terbarunya yang berjudul Beauty Inside. Hmm…. ketahuan ya saya penggemarnya. Aktingnya itu loh yang keren banget. Karena kalau membahas cakep, menurut saya sih tidak terlalu. Tapi kuatnya akting dia, itu tuh yang bikin saya bertahan jadi fans hampir sepuluh tahun.
Lee Dong Wook and Lee Dae Hee
Info menariknya lagi. Ada yang menarik dari cerita drama Korea. Jika itu drama pendek yang berkisar antara 16-24, maka ada satu kesamaannya. Biasanya lima seri pertama adalah proses perkenalan dan penyebab cerita. Ada yang cerita back to before, atau bahkan after, tapi intinya sama. Kalau ada sesuatu yang disembunyikan atau dirahasiakan, maka biasanya terbongkar di seri ke-10 atau 11. Lalu enam atau lebih sisanya adalah penutup kisah dengan setting yang penuh gejolak. Kalau tak percaya, coba tebak di seri nomor berapa status aliennya si Do Min Jun di My Love From The Star terbongkar? Atau saat si pelajar yang menyamar jadi boss ketahuan bohongnya di King High School. Atau saat si aktris utama  Innocent Man   mengetahui soal masa lalu si aktor utama. Jawabannya ya itu tadi…

King High School
Kesimpulannya, drama Korea menjadi menarik bukan karena faktor aktor dan aktris yang lebih ganteng atau lebih cantik. Tapi karena didukung oleh beragam faktor antara lain setting lokasi yang menarik meskipun lokasi yang kumuh sekalipun, dukungan cerita dan tema yang bervariasi yang disertai dengan dukungan keilmuan yang baik, support Pemerintah yang tinggi, perhatian dari penggemar yang memberi ulasan mendidik dan objektif serta yang paling penting kualitas akting yang benar-benar terlatih dengan baik.
Dan tambahannya adalah, setiap drama Korea selalu memiliki akhir cerita walaupun meraih rating tertinggi. Kalaupun diperpanjang, tak pernah lebih dari sepuluh serial tambahan atau tetap mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu seperti season 1 dan season 2. Itupun tak pernah lebih dari tiga kali season. Tidak seperti di Indonesia, sebuah drama bisa berlangsung bertahun-tahun. Dari si tokoh masih bujang sampai mungkin beranak cucu. Dari pemeran utama yang A bisa berubah menjadi pemeran B dan si pemeran A dikisahkan telah meninggal. Bahkan penggemar paling setia pun pelan-pelan akan merasa muak.
Kalau drama Indonesia ingin seperti drama Korea atau drama Asia yang lain. Maka harus berani mengambil langkah besar, terutama para produser. Rakyat Indonesia lebih banyak dari rakyat Korea. Banyak calon bintang drama atau sinetron yang lebih berkualitas dalam segi akting bahkan penampilan. Jangan melulu karena orangtuanya artis, maka anaknya juga harus jadi artis padahal tak berkualitas sama sekali. Jangan hanya menyalahkan penonton yang tak mencintai produk Indonesia, tapi juga harus berani menghasilkan produk Indonesia yang benar-benar Indonesia. Ketika penekanannya adalah kualitas dibandingkan sisi komersialitas, maka bukan tidak mungkin suatu hari akan dihasilkan drama-drama Indonesia yang lebih baik dan mungkin saja menjadi drama favorit tak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.
Suatu kali pernah ada Produser Indonesia tertarik untuk bekerja sama dengan produser drama Korea. Semua orang pasti berharap yang terbaik. Tapi betapa mengecewakan ketika drama yang bersetting di Indonesia yaitu kota Jakarta dan di kota Bali yang sudah diketahui seluruh dunia sebagai lokasi yang indah, malah didominasi dengan keburukan yang ada di Jakarta seperti macet dan panasnya. Kenapa tidak mengambil setting di wilayah Bogor yang sejuk, adem dan penuh keindahan alam? Sementara setting di Korea justru sebaliknya, lokasi-lokasi yang ditampilkan adalah lokasi yang indah dan sangat cantik meskipun berdasarkan informasi teman-teman di Korea, lokasi itu dinginnya bukan main. Selain menjadi bulan-bulanan protes, drama itu tak lagi menjadi menarik buat ditonton.
Ini pelajaran mahal, betapa pentingnya memilih alur cerita, setting lokasi dan bahkan  dukungan pemerintah untuk menghasilkan karya yang baik. Tak harus bekerja sama dengan pihak Korea yang terbiasa memproduksi drama laris, kalau memang bagus semuanya, bahkan mungkin secara mandiri mereka akan mampu bersaing dengan drama-drama Asia lainnya.
Sekian ulasan saya di blog ini. Semoga membuka mata bagi para penampil tayangan atau aktris dan aktor di Indonesia, juga para penggemarnya.
****

Tidak ada komentar: