21 Agustus 2013

Batas Pendidikan seorang Calon Ibu Rumah Tangga

Setiap kali melihat seorang anak perempuan remaja yang hampir menyelesaikan sekolah SMU mereka, saya selalu mengucapkan pesan yang sama. Pesan yang selalu ingin saya ucapkan untuk semua perempuan muda di dunia, termasuk kelak menitipkan pesan yang sama untuk kedua putri saya. 

Apapun yang kalian hadapi, siapapun kalian, sebanyak apapun harta peninggalan orangtua kalian nanti, atau bahkan ketika seluruh dunia bilang bahwa seorang perempuan itu pekerjaannya hanya dapur dan kasur, jangan pernah melupakan satu hal.
Kalian, para perempuan berhak untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Jika memiliki kesempatan, segera raih dan genggam erat-erat kesempatan itu. Jika tak punya, maka buatlah agar kesempatan itu ada. 

Meski sudah lama sekali Indonesia merdeka, meski teknologi sudah maju dan bahkan orang sudah sampai ke bulan, meski lulusan sarjana berlimpah ruah di negeri... tetap saja pemikiran kolot itu masih ada. Bahwa perempuan selalu berujung menjadi seorang ibu rumah tangga biasa, tak perlu titel karena nanti tak perlu bekerja di luar rumah. 

Padahal ada beberapa hal yang sekarang takkan bisa dilepaskan dari kehidupan seorang ibu rumah tangga biasa. Kalau saja tak punya pengalaman bekerja selama lebih dari 10 tahun, saya tak yakin bisa bernafas lega saat pernikahan berusia 8 tahun. Sebagai lulusan SMU biasa, ada banyak hal yang tak pernah saya dapatkan dan itu ternyata sangat dibutuhkan di dunia kecil saya yang baru. Dunia rumah tangga.

Untunglah, ada banyak kebaikan orang-orang di sekitar saya, terutama suami tercinta yang membantu proses adaptasi profesi terbaru saya saat itu. Jika tidak, mungkin seperti kebanyakan rumah tangga lain... berakhir dengan perpisahan.

Semakin tinggi ilmu yang kita dapatkan, akan semakin mendapat pemikiran menjadi lebih terbuka lebar. Mental akan semakin matang, memahami dan membaca situasi sehingga bisa memutuskan tindakan, dan kelak ilmu yang tinggi itu akan membantu proses seorang ibu ketika harus mendidik putra-putrinya. Banyak sekali manfaat pendidikan itu untuk menjadi seorang Ibu yang siap lahir batin. Sebagai seorang negosiator, manajer, koki, analisis, psikiater, dokter bahkan tak jarang menjadi supir keluarga... seorang Ibu harus memiliki berbagai kemampuan di luar batas yang kadang-kadang terasa tak mungkin. Kalaupun tak semua bisa (seperti saya yang tak bisa memasak) maka paling tidak seorang ibu harus bisa mencari jalan keluar yang menguntungkan. 

Kelak wawasan yang luas juga membawa seorang ibu rumah tangga mencari kegiatan-kegiatan positif sebagai pengisi waktu luangnya, bukan tak mungkin malah menjadi jalan rezeki untuk keluarga. Kokohnya pendidikan pun kelak akan menjadikan seorang ibu menjadi seorang wanita yang mampu berpikir cerdas untuk mencari solusi sebagai pendamping suami. 

Ada sebagian lelaki mungkin takut memiliki pendamping yang berpendidikan tinggi, dengan alasan takut 'dikacangin' alias tidak dianggap sebagai imam keluarga. Untuk menghindari hal ini, maka cukupkanlah ilmu agama si calon ibu agar memahami makna kata 'pendamping' suami dengan mewujudkannya dalam kehidupan rumah tangga. Karena jika kedua ilmu, ilmu dunia dan akhirat berjalan seimbang, justru suamilah yang akan paling diuntungkan.

Jadi, raihlah cita-citamu setinggi mungkin, wahai para perempuan di manapun kau berada... 
Bintang di langit jangan hanya kau pandangi, raih dan genggam
Agar sinar itu menerangi dirimu selamanya....