bahagia itu adalah ketika suami berkata pada saya "sayang, belilah apapun yang kau inginkan" dan saya menoleh pada anak-anak dan orangtua "kata ayah, kita bisa membeli apapun yang kita inginkan."
Hehe... Inilah mengapa pernikahan di angka 15 tahun bukan lagi tentang aku dan dia, tapi tentang kita, kami dan mereka. (Perjalanan Cinta Sang Bidadari )
Kutipan Quote diatas saya jadikan status di facebook pagi. Actually ini benar-benar sedang mewakili hati saya kemarin dan hari ini. Quote itu saya masukan dalam novel terbaru Perjalanan Cinta Sang Bidadari yang lagi on the way.
Tapi secara pribadi begitulah pemahaman saya setelah melewati pernikahan kelima belas tahun, kepentingan yang sekarang dipikirkan dan dibicarakan hanyalah soal orang-orang di sekitar kami dan lebih luas adalah umat. Kata aku dan dia sudah lama terhapus dan berganti kita, kami dan mereka, artinya saya menganggap suami adalah bagian dari diri dan setiap keputusan saya, begitu juga sebaliknya sehingga setiap kali berbicara kami berdua menggunakan kata 'kita'. Kami adalah seluruh anggota keluarga dan mereka adalah orang-orang yang kami pikirkan kepentingannya.
Bulan puasa artinya saya dan suami selalu berada di tempat sholat hingga Isya. Mengaji dan mengakhirinya dengan berbicara satu sama lain tentang berbagai hal. Dan saya menyadari satu hal, tak ada satupun pembicaraan itu mengenai kami berdua karena selalu tentang sesuatu yang lain. Semua karena menurut suami, kami sudah saling memahami jadi tak perlu lagi membahas sesuatu yang bersifat pribadi. Yang menarik adalah, terkadang justru Mas yang memberi saya idea untuk menulis artikel tertentu karena dialah yang lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat.
Ada beberapa hal yang sempat menjadi diskusi seru kami beberapa hari terakhir ini. Yaitu pola hidup konsumtif yang menjadi seperti penyakit menular dan sayangnya sudah menulari beberapa teman yang kami anggap seharusnya bisa jadi contoh di lingkungannya, pembully-an dan terakhir adalah sistem hukuman untuk anak. Saya sudah menyelesaikan tulisan tentang sistem hukuman itu, tinggal dua lagi namun belum dapat masukan.
Ngomong soal pola hidup konsumtif, haha... saya rasa kemarin saya melakukannya. Bedanya acara berbelanja itu benar-benar membuat saya bahagia. Bukan karena saya bisa punya barang yang saya mau, tapi karena bisa ikut membaginya bersama seluruh anak-anak saya dan keluarga termasuk keponakan-keponakan. Waah sampai melupakan suami sendiri dan dia alhamdulillah mengerti kondisi saya yang sedang berpuasa. Toh masih ada banyak waktu yang lain. Saya memang harus berbelanja sekarang karena padatnya jadwal Ayah pada bulan Agustus, beberapa kepentingan saya pun terpaksa dicancel.
Hari ini lanjut dengan memberi 'senyum' awal bulan pada anak-anak di orphan house dan sengaja saya tidak tidur lagi setelah sholat agar bisa memberi kejutan pagi ini. LAgi, alhamdulillah anak-anak menelepon dengan gembira. "Thanks Bunda, Thanks! We love you so much!"
Sederhana banget ya kebahagiaan itu... hanya dengan sedikit berbagi, kegembiraan mereka itu bisa begitu indah merasuki hati saya sampai hampir tak bisa menahan tangis kalau saja tak berpuasa. Padahal semua rezeki itu kan memang bagian mereka juga, hanya kebetulan 'lewat' tangan saya.
Jadi sekali lagi bahagia itu adalah... berbagi. That's the point!