Menikah dan punya anak adalah sebagian dari impian wanita. Ketika semua itu terwujud, tetap saja tak menjamin kebahagiaan seseorang entah dia sang suami atau sang istri.
Suatu ketika sedang menunggu giliran periksa di dokter kandungan saya, seorang ibu beranak tiga mengajak saya bicara dengan akrab. Karena menunggunya masih lama, maka saya pun menanggapi pembicaraan itu juga sama akrabnya. Apalagi saat itu di pikiran saya sedang kalut sehingga berbicara dengan orang pasti bisa mengalihkan perhatian saya untuk sementara. Pembicaraan kami tentu saja seputar artikel yang ia baca d i majalah yang dia pegang saat itu, tentang operasiCaesar.
Pembicaraan kami kemudian mengarah pada curhat si Ibu. Ia juga melahirkan tiga anak secaracaesar, semuanya direncanakan normal namun akhirnya dioperasi karena berbagai pertimbangan medis. Sayangnya.... semua anaknya adalah perempuan. Jenis kelamin yang dianggap nomor dua. Ibu itu ingin sekali merasakan bagaimana memiliki seorang anak laki-laki, tapi setelah melahirkan secaracaesar sebanyak tiga kali, ia tak lagi berani melahirkan karena mempertimbangkan kesehatan.
The Crown Prince, itu gelar yang saya berikan untuk seorang anak laki-laki yang sangat diharapkan setiap pasangan. Memang ada yang tak beruntung karena hanya mendapat anak perempuan, yang lain hanya mendapat anak laki-laki. Tapi ketidakhadiran seorang anak perempuan seakan tak ada artinya dibandingkan jika tak punya anak laki-laki.
Dalam hukum agama, kita semua tahu bahwa hukum warisan memang lebih mengutamakan anak laki-laki. Saya tak ingin membahas soal warisan, tapi kekuatiran terbesar si Ibu adalah kalau kelak ia tak bisa "mengamankan" harta benda yang susah payah ia cari bersama sang suami untuk ketiga putrinya. Ia begitu bingung membayangkan kalau nanti terpaksa membagi harta bersama keluarga dari pihak suami kalau suaminya meninggal dunia.
Seorang perempuan, ketika ia dilahirkan ada banyak rezeki yang sudah dia dapatkan. Saya pernah dan sangat sering mendengar hal seperti ini, "Bayinya pasti perempuan tuh!" ketika melihat seorang ibu atau suaminya mendapatkan rezeki berlimpah ketika mengandung anak. Saat lahir, seorang ibu atau ayah cenderung lebih bersikap lembut ketika bersama anak perempuan dibandingkan pada anak laki-laki. Bahkan ketika anak perempuan itu jadi manja, kebanyakan orangtua pasti memaklumi sifat itu. Dan saya sebagai ibu dari dua anak perempuan, sangat memahami betapa dunia anak perempuan itu dipenuhi banyak pilihan dari mulai baju, mainan sampai berbagai aksesoris. Putra saya yang terlahir berkulit putih bersih dibandingkan dua saudara perempuannya yang berkulit sawo matang, tapi itu tak ada artinya. Sejak dulu kalau bertemu orang-orang, mereka kebanyakan lebih suka memuji anak-anak perempuan dibanding anak laki-laki saya.
Anak-anak, apapun jenis kelaminnya memiliki keunikan masing-masing dalam menunjukkan citra diri mereka. Secara garis besar, jika anak perempuan menunjukkan perhatian dengan lebih mempertimbangkan perasaan dan hatinya, anak laki-laki lebih dari segi lahiriah semata. Anak perempuan juga lebih mudah dibujuk, lebih bisa berempati pada lingkungan sementara kebanyakan anak laki-laki lebih cuek dengan keadaan. Memang ada sifat negatifnya, tapi itu juga bisa menjadi kelebihannya.
Jika mengenai persoalan harta, memang sepertinya terlihat tak adil. Tapi setiap anak perempuan, saat ia menikah maka secara otomatis ia akan memperoleh harta dari suaminya. Sementara anak laki-laki, harus menghidupi kehidupan keluarganya kelak. Lagipula, menurut saya seharusnya bukan harta yang kita siapkan untuk anak-anak. Harta bisa habis digunakan. Maka bekalilah anak-anak kita, perempuan atau laki-laki dengan ilmu yang jauh lebih berguna untuk mereka. Dengan ilmu, mereka bisa memperoleh harta dan tahu cara memanfaatkannya. Soal menyiapkan harta untuk kepentingan pendidikan anak-anak, maka tabunglah dana tersebut dengan menggunakan nama anak-anak bukan atas nama orangtuanya.
Suami saya pernah menasehati seorang sahabat perempuannya yang memiliki dua anak perempuan. Ia hanya berkata singkat, "Memiliki anak perempuan itu adalah anugerah yang besar, mbak. Jika mbak bisa mengasuh dan mendidik kedua putri mbak menjadi anak-anak yang soleha maka pintu surga terbuka lebar bagi orangtuanya. Asalkan orangtuanya juga orang-orang yang soleh dan soleha loh, mbak. Kalau anak cowok, harus dipertimbangkan lagi apa yang dipimpinnya segala."
Jadi buat Ibu yang hanya punya anak perempuan, janganlah risau atau kuatir tentang masa depan mereka. Kita adalah pelindung dan penjaga mereka, sampai kelak nanti seorang pria datang menggantikan tugas kita.
Tak perlu mengkuatirkan masa depan kita sebagai orangtua kalau kita mempersiapkan masa tua itu bersamaan sambil mengurus anak. Menjadi orangtua yang bijak insya Allah akan menjadikan para menantu lelaki pun menyayangi kita selayaknya orangtua sendiri.
Tanpa putra mahkota, bukan berarti tak bisa membangun sebuah kerajaan keluarga kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar