Beberapa hari terakhir ini saya sering menghadiri undangan pernikahan sahabat-sahabat maupun keluarga. Kebanyakan dari mereka selalu bertanya tentang dunia setelah menikah, tugas-tugas istri dan suami. Salah satu kejadian menarik minggu lalu, saya bawa kemari agar tahu, kalau saya pun masih banyak belajar meski sudah 14 tahun lebih mendapat gelar istri. Tanpa bermaksud menggurui, mungkin cerita kecil ini bisa jadi pelajaran buat para istri dan ehem... para suami.
Saat itu saya menghadiri acara resepsi salah satu sahabat lama saya bersama suami (ayah) dan Pia, putri saya yang terkecil.
Saya :selamat ya, selamat menempuh hidup baru. semoga jadi keluarga sakinah mawaddah warohmah.
Teman A (Pengantin Perempuan) :makasih bunda, makasih banget
Teman B (Pengantin Laki-laki) :makasih mba, makasih sudah hadir.
Saya duduk, sementara suami mulai hunting bertemu teman-teman lama dan karena Pia, saya mulai memanjangkan leher mencari tempat makan.
Tiba-tiba si pengantin perempuan mendatangi saya yang duduk di salah satu meja undangan, bersama suaminya.
Teman A (Pengantin Perempuan) :Bun, gimana ya supaya jadi istri yang baik? Bunda kan nikahnya udah lama sama Aa, pasti punya resep khusus.
Saya :eemm, apa ya?(asli bingung dan gak konsen krn Pia mulai merengek-rengek minta kue seperti anak2 yg berseliweran di depan kami dengan menarik-narik kerudung saya)
Saya : sebentar ya, saya titip Pia sama Ayahnya dulu, ntar kita ngobrol lagi. Tunggu ya!
Dengan cepat saya menuju suami saya dan bertanya
Saya :Yah, Yah, kalau misal si Pia entar nikah. Pesan apa yang Ayah ingin sampaikan?
Ayah :Hah? Pia kan baru tiga taon, Mak. Ngapain dibahas sekarang? di kondangan lagi.
Saya :Kan misal. Udeeeh, cepat jawab aja!
Ayah : (berpikir sejenak dengan kening berkerut)Jadilah istri yang taat pada suami yang taat pada Allah SWT.
Saya :Itu aja? It's too simple (saya gak puas denger jawabannya yang singkat)
Ayah :Iyaa, tapi jalaninnya berat.
Saya : Ya udah, ayah.. ini Pia minta kue. Ayah tolong ambilin ya, Emak ngobrol bentar ma pengantennya.
Saya kembali berjalan menuju sepasang penganten yang lagi duduk makan. Begitu saya mendekat, mereka langsung menghadap saya.
Teman A (Penganten Perempuan) :Pianya rewel ya, bun?
Saya : Ah nggak, biasalah anak-anak.
Teman A (Penganten Perempuan) : obrolan kita tadi gimana jadi istri yang baik belum dijawab loh bun.
Saya :Ohh itu (masang gaya sok tahu) Kalau jadi istri jadilah istri yang taat kepada suami, yaang taat pada Allah SWT.
Teman B (Penganten laki-laki) : terus kalo suaminya gak taat sama Allah gimana mba?
Saya : (Ngejereeng & mulai bingung)
Ayah : (datang pada saat yang tepat, thanks Allah!)kalau dia tak taat, maka istri wajib menasehati, kalau tetap tak taat, berpisahlah sementara dan mintalah orang lain untuk menasehati sang suami agar berubah. Biasanya penasehatnya adalah tokoh agama atau orangtua. Kalau tidak taat-taat juga, maka tinggalkanlah suami yang murtad. Karena pemimpin seorang muslimah, adalah muslim yang taat pada Allah. Sebesar-besar cinta seorang manusia, adalah cinta pada sang Maha Pencipta.
Saya :Naaah itu udah dijawab. Ah, ayah memang deh tahu aja Emak tadi mau jawab itu (hehe.... teteeuplah eksis)
Suami saya dengan senyum dikulum, hanya tersenyum sambil mengembalikan Pia ke pelukan saya.
Dua teman kami itu tersenyum saling berpandangan, puas mendengar jawaban kami berdua. Saya berharap semoga nasehat singkat itu menambah ilmu mereka berdua untuk mengarungi samudera pernikahan yang pasti penuh gelora gelombang pasang surut.
Saya merasa perlu membagi cerita ini karena saya tahu tak banyak yang menikah benar-benar memahami arti pernikahan sebenarnya. Mungkin tak cocok bagi non muslim, tapi apapun agamanya semua yang akan menuju pernikahan harus memahami bahwa menikah adalah menyatukan dua hati, dan satu-satunya tuntunan mereka harus dari satu sumber saja yaitu kitab suci.
Dan terimakasih buat suami tersayang, yang selalu bersedia menjawab pertanyaan saya bahkan di situasi yang tak pernah disangka.
Semoga manfaat ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar