27 Desember 2011

Lelah menjadi ibu


Aku menatap putriku tak percaya setelah mendengar kata-katanya barusan.
“Apa maksud kakak?”tanyaku sekali lagi
“Maaf Ma, tapi Kakak putuskan untuk memilih SMK Pariwisata setelah lulus SMP nanti.” Katanya sekali lagi meyakinkan.
“Tapi kak, kakak itu terlalu pandai  masuk SMK. Kakak lebih bagus masuk SMA dan setelah itu nerusin ke kedokteran.”
“Ngga Ma, Kakak gak mau jadi dokter. Kakak ingin kerja di perhotelan seperti tante wiwid. Enak bisa jalan-jalan ke sana kemari.” Kata putriku sambil menjauh dan duduk di kursi makan. Aku mengikutinya. Ingin bertanya lebih dalam mengenai alasannya. Putriku ini selalu juara kelas dan sangat berprestasi di sekolah, kenapa ia justru memilih sekolah seperti itu bukannya memikirkan jalur professional yang memang pantas untuk otaknya yang cerdas.
Tiba-tiba suara tangis Keke terdengar dari ruang atas. Aku mengeluh pelan dan langsung naik ke atas.
“Amar!! Kenapa Keke kamu tinggal sendirian sih?” teriakku sambil membuka pintu kamar Keke dan mataku menemukan mainan yang berserakan, “Keke! Aduuuuh, ini apa-apaan? Kenapa berantakan begini?” Aku mulai melemparkan  mainan satu persatu masuk ke dalam kotaknya sambil mengomeli putriku yang masih menangis.
Gubrak! Gabruk! Aduh sekarang apalagi itu. Kugendong Keke dan menutup pintu tanpa mempedulikan kamarnya yang masih berantakan, kuturuni tangga dengan cepat menuju tempat dua anak laki-lakiku yang sedang bermain PS. Sudah bisa kuduga, keduanya sedang bergelut memperebutkan stick PS.
“Amar!!! Akbar!!” teriakku marah. Suaraku membuat Keke yang sudah diam kembali berteriak menangis.  Meskipun cukup ampuh menghentikan kedua anak lelakiku, tapi Keke berteriak lebih kencang.
Oh Tuhan!!! Cukup sudah! Dari pagi aku bahkan belum sempat sarapan pagi. Aku lelah, lelah memikirkan anak-anak dan menghadapi  kenakalan mereka setiap hari. Aku lelah harus bekerja dari mataku terbuka hingga punya kesempatan untuk tidurpun aku selalu paling akhir. Aku lelah memikirkan semuanya sendiri tapi tak punya kesempatan memikirkan diriku sendiri.
Masalah anak-anak membuatku ingin menangis setiap hari. Suamiku juga tak peduli padaku. Padahal aku mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan siapapun. Itu karena aku tak mau punya pembantu dan membuat anak-anak menjadi semakin malas. Tapi aku tidak menyangka akhirnya justru menjadi bumerang untukku sendiri.
Aku menurunkan Keke dengan kasar. Lalu dengan langkah cepat, aku naik ke kamarku dan menguncinya. Masih terdengar suara Keke  yang menangis. Tapi aku sudah benar-benar kelelahan dan stress.  Airmata dan keringat yang membasahi tubuhku membuatku benar-benar sedang tak ingin mengurus anak-anak. Aku ingin lari dari semua ini, aku ingin pergi dari tanggung jawabku ini, tanggung jawab yang seakan tak ada habisnya.
Suara Keke membuatku semakin marah. Aku putuskan pergi dari rumah untuk sementara. Entahlah ke mana, yang penting bisa sebentar menghalau rasa mumetku. Aku pun berganti pakaian dan berdandan seadanya.


Read more: http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/27/lelah-menjadi-ibu/#ixzz1nGEKy2X6

Tidak ada komentar: