Ketika masuk kita telah disambut dengan udara sejuk khas desa dan hamparan taman-taman hijau yang menyejukkan mata. Sebelum masuk, ada pengaturan rombongan. Adek dan teman-temannya masuk lebih dulu bersama para ‘teteh’[1] yang akan menjadi guide mereka sesuai paket wisata yang dipilih. Sedangkan orangtua dan guru yang mendampingi masuk setelah mendapatkan kalung kecil yang nanti bisa ditukarkan dengan makan malam.
Setelah masuk, Adek dan rombongan dibawa ke hall besar di mana sudah menanti para Teteh dan Mamang[2] yang memainkan gendang. Ini adalah awal dari tur edukasinya. Anak-anak diajarkan cara memainkan angklung, yaitu alat musik khas Sunda, Jawa Barat yang kebetulan adalah suku asal Ayah. Setiap anak memegang angklung dengan nada yang berbeda, dan Adek memegang angklung nada kelima atau ‘sol’.
Setelah itu, mereka juga diajarkan cara menyanyi lagu dalam bahasa Sunda. Sayangnya, beberapa anak-anak belum bisa membaca dengan lancar sehingga mereka sedikit bingung ketika mendengar si Teteh menuntun mereka menyanyi. Tapi namanya juga anak-anak, walaupun komat-kamit sembarangan, nada lagu riang berhasil memancing mereka untuk bergembira. Bahkan orangtua pendamping pun ikut-ikutan berjoget mengikuti irama khas Sunda yang riang itu.
Kemudian, anak-anak dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok berisi sekitar 10 anak didampingi seorang Teteh. Awalnya Adek dan teman-temannya dalam kelompok lima menuju ruang alat-alat musik khas Sunda. Adek mendapat alat seperti gamelan. Teteh pun mengajari dua nada sederhana untuk dimainkan. Sayangnya.... si Teteh seperti tak memahami cara baca not dan dia mengucapkan ‘lima satu lima, dua satu dua’ padahal Adek serta teman-temannya telah terbiasa membaca not angka kelima, kesatu dan kedua dengan ‘sol, do, re’ . Walaupun awalnya bingung, mereka dengan mudah mengikutinya. Apalagi karena Adek sudah biasa memainkan alat musik serupa dalam grup Marching Bandnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="470"] Belajar memainkan alat musik (gamelan)[/caption]
Setelah selesai bermain musik diiringi gendang Mamang dan mengucapkan terimakasih dalam bahasa Sunda, anak-anak kembali ke hall yang tadi dan belajar menari khas Sunda. Hehe... anak-anak termasuk Adek kelihatan lucu waktu mengikuti seorang penari Jaipongan. Bukannya menari beberapa anak cowok malah sengaja menyenggol temannya. Tapi Adek dan teman-teman perempuannya mengikuti si Teteh Penari dengan baik.
[caption id="" align="aligncenter" width="706"] Belajar menari[/caption]
Selesai menari, anak-anak digiring menuju sebuah gazebo kecil dan di sana, mereka diajari cara membuat boneka dari batang dan daun singkong. Ini membuat saya tersenyum simpul. Dulu, batang dan daun singkong menjadi mainan saya tiap hari. Mulai dari sekedar bermain masak-masakan, sampai membuat aneka mainan dari batangnya yang sudah dijemur. Tapi sekarang... mungkin hanya beberapa anak yang ada dalam rombongan mengenal batang dan daun singkong. Saking sayangnya sama boneka buatan itu, Adek bahkan memaksa saya memasukkannya ke dalam bawaan. {>_<}
[caption id="" align="aligncenter" width="684"] Membuat boneka dari daun dan batang singkong[/caption]
Dengan boneka buatan, Adek dan teman-teman berpindah ke tempat lain. Di tempat berikutnya, mereka diminta untuk melukis caping. Pertama disuruh menulis nama mereka masing-masing, lalu melukisnya dengan berbagai hal yang mereka sukai. Pada kesempatan itu, Para mama dari teman-teman Adek pun bereksplorasi dengan membaca hasil lukisan putra-putri mereka melalui saya. Ada yang bertanya mengapa anaknya suka melukis semua hal yang bermesin, mengapa lukisannya selalu berwarna merah, mengapa kalau melukis lama sekali dan jadilah ‘ruang konsultasi’ berpindah ke tempat itu sementara anak-anak terus melukis. Daripada berkumpul menggosip hal tak berguna, bukankah lebih baik membicarakan karakter anak?
[caption id="" align="aligncenter" width="470"] Membuat kue[/caption]
Caping yang telah selesai dilukis pun dijemur, sementara menunggu lukisan kering, anak-anak pun dibawa ke ruang khusus untuk memasak. Di situ, anak-anak diajari cara membuat kue Bugis dan minuman wedang jahe. Lagi-lagi, saya membiarkan Adek mencicipi wedang jahe yang langsung membuat kening dan wajahnya berkerut masam. Minuman itupun berpindah ke saya, yang memang sangat ingin mencoba dan rasanya sedap kok.
Selesai melukis, anak-anak mulai terlihat bosan berputar-putar. Para Mama dan Ayah juga kelelahan. Karena itu, kami diajak ke cafe dan restoran yang sudah menyediakan makan siang kami. Anak-anak mendapat jatah makan dibantu para Teteh dan Aa, sementara orangtua pendamping dan guru harus menukarkan kalung kecilnya sebelum mendapatkan piring bambu berisi makanan khas Sunda seperti nasi putih, tahu goreng, ikan asin, ayam bakar, dan sayur asem. Ada buah semangka dan air mineral sebagai pelengkap menu.
Setelah sholat dan beristirahat, tiba saatnya untuk melancarkan pencernaan alias jalan-jalan. Kami berkeliling kampung, melewati jembatan, mengenal padi dan hama, lalu mengunjungi para pengrajin home industri seperti keset, tas dan pernak-pernik untuk oleh-oleh. Walaupun sedikit terjal dan harus ekstra hati-hati, tapi suasana kampung Sunda yang khas begitu terasa saat kami berkeliling. Tidak lama, karena hanya beberapa putaran.
Usai berjalan-jalan, anak-anak diajari cara menanam padi di sawah. Ah, ini teguran lagi deh buat para saya yang sering menganggap kotor itu tidak baik. Rata-rata anak-anak ketakutan saat kaki-kaki mereka harus menginjak sawah yang berlumpur. Untungnya Adek yang memang jarang dilarang (dan memang susah dilarang!^_^) tidak menunjukkan rasa jijiknya sama sekali. Malah dengan senang ia menginjak-injak lumpur yang terasa licin itu, sambil menggoda teman-temannya yang ‘berhih hih!’
[caption id="" align="aligncenter" width="501"] Menanam padi[/caption]
Dan terakhir, kegiatan anak ditutup dengan bermain di sungai sambil memandikan seekor kerbau. Tapi anak-anak bukannya menyiram kerbau, mereka malah menyiram dirinya atau teman-temannya sendiri, saling bercanda dan menggoda. Jangan kuatir soal arus sungai yang memang sedikit deras, karena ada banyak Mamang-mamang yang menjaga anak-anak di sekeliling mereka. Setiap kali terlihat sesuatu yang mungkin berbahaya, para Mamang akan membantu dan memperingatkan anak-anak. Lagipula, para Mama dan Ayah juga tidak dilarang kalau mau ikut mendampingi putra-putrinya saat turun ke sungai.
Maka setelah itu, semua paket wisata pun berakhir. Anak-anak harus mandi dan berganti pakaian bersih. Sebelum pulang, anak-anak kembali dikumpulkan dan berpamitan pada para Teteh yang begitu telaten mendampingi mereka. Sebelum pulang, mereka mendapatkan caping yang telah dilukis tadi. Beberapa orangtua memutuskan untuk beristirahat sejenak di Cafe sekaligus membeli oleh-oleh khas Sunda untuk dibawa pulang. Yang lain memilih untuk berfoto. Adek meminta dibelikan sebuah pensil dan saya memilih membeli secangkir Wedang Jahe buatan. Setelah itu kami sempat berfoto sebelum kembali ke dalam bis rombongan.
Review saya :
Tempat ini memang cocok untuk keluarga, dan paketnya cukup memuaskan hati anak-anak. Biayanya juga terjangkau untuk hiburan selama satu hari. Dari pertanyaan yang saya ajukan pada salah satu Teteh, di sana ada tempat penginapan jika wisatawan ingin menginap. Untuk biaya mulai Rp. 500ribu. Lokasinya tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman dan ada fasilitas kolam renang juga. Hanya saja, kawasan ini lebih cocok untuk mereka yang menyukai ketenangan, kesejukan alam dan keromantisan seperti Ayah. Tidak ada kegiatan menantang yang biasanya menjadi syarat utama saya dan anak-anak yang lebih besar.
Nilai untuk tempat ini : 0 – 10 adalah | 8 | |
SUASANA | sesuai dengan yang dibayangkan, sejuk, tenang dan indah | 2 |
MAKANAN | Sederhana, tapi enak dan murah | 2 |
BIAYA | Terjangkau jika rombongan, tapi lumayan mahal untuk biaya menginap | 1 |
FITUR | Kegiatannya beragam, sayangnya tak ada yang menantang | 1 |
FASILITAS | Toilet, musholla, kolam renang, guest house, cafe, restoran, toko oleh-oleh semua ada | 2 |
Ingin tahu lebih banyak? Kunjungi saja website resminya di Kampoeng Wisata Cinangneng
[1] Teteh : Kakak perempuan (bahasa Sunda)
[2] Mamang : Paman/Lelaki yang lebih tua (bahasa Sunda)
1 komentar:
Aku tertarik yg kegiatam mandiin kerbau mba. Waaah dijamin ini para krucils bakal girang banget main di lumpur wkwkwkw.. Plus main siram2 an :p. Menarik banget sih acaranya. Yg bikin boneka pake batang singkong jujurnya aku blm prnah :) . Malah penasaran td bakal seperti apa bentuk bonekanya
Posting Komentar