Hal terbaik menjadi ibu dan istri adalah bersama keluarga, tapi bagaimana menghabiskan waktu yang semakin anak-anak bertambah usia, justru semakin sulit disatukan.
Bekerja sebagai konsultan bukanlah pekerjaan yang mengenal waktu teratur. Sepenuhnya tergantung proyek yang dikerjakan. Gak nyangka sebenarnya... Bisa mendapat pekerjaan yang dulunya justru saya layani. Benar kata mantan-mantan Boss dulu, this job is never ending...
Tapi, bukan berarti saya meninggalkan anak-anak yang selalu jadi agenda nomor satu dalam jadwal.
Termasuk hari ini... Sabtu pertama sejak Kakak benar-benar sehat dan mulai beraktivitas lagi.
Saya memulai pagi yang rusuh di kantor, yang ternyata kosong melompong. Ternyata oh ternyata, karena ada kegiatan cuci AC di kantor, rapat koordinasi dipindah ke Sunter dan saya pun terlambat. Riweuh nya, udah janjian sama anak-anak ke Pasar Baru dan teman-teman untuk ikut rapat event komunitas bisnis di Cipayung.
Oke, bingung deh... Potong saya jadi 3 kan gak mungkin ya? Dan jadilah permainan skala prioritas, memilih yang paling penting.
Pekerjaan, ini menyangkut satu tim, 8 orang yang akan bekerja di negara lain. Mereka telah menyiapkan segalanya, termasuk izin kerja, flight booking dan semua rencana kerja yang dipadatkan demi budget.
Karena alasan budget, posisi non teknis tidak ikut sampai di 7 hari terakhir. Itu artinya saya dan beberapa anggota tim yang bisa bekerja secara online akan tetap di Indo, sampai pekerjaan selesai shooting di sana. Kami baru menyusul kalau pekerjaan teknis selesai dan memasuki tahapan finishing.
Tapi, mengatur sebuah proyek dengan tim 20 ini tidak mudah. Kami harus benar-benar saling memahami agar pekerjaan tidak masalah karena miskomunikasi akibat jarak dan waktu. Itu sebabnya semuanya dikoordinasi selama hampir 2 minggu. Kalaupun nanti masih ada perubahan, kami sudah menyiapkan plan B sampai Z (ahaay... Lebay!)
Sedangkan anak-anak, sudah menunggu hampir 2 minggu. Tas Kakak sudah dijahit beberapa kali dan sepatu Abang semuanya sudah terserabut bahkan jebol alasnya. Kakak juga harus mencari peralatan untuk tugas prakarya hari Senin. Jelas kebutuhan mereka juga penting.
Untuk komunitas, setelah mempertimbangkan bisa melakukan briefing singkat dan jaraknya sekitar 1.5 jam dari rumah, maka saya memilih untuk meminta maaf tak bisa hadir.
Dan entah bagaimana, saya berhasil mengatur rakor yang biasa molor jadi on time selesai pukul 13.00. Teman2 di tim saja kaget melihat efisiensi 'keras' yang mendadak saya jalani.
"Storyboard gimana? Siap?"
"Belum, Bunin. Kita stuck di sini... "
"Stop! Kamu sudah bikin report kan? Nanti saya baca dan kirim by email. Oke lanjut ke Media..."
Pokoknya tadi hectic banget, dan alhamdulillah selesai meski tetap aja tambalan kasus masih banyak.
Begitu selesai, langsung meluncur ke Pasar Baru dengan pakaian resmi dan high heels hitam. Sampai di sana, anak-anak sudah asyik memilih sepatu di toko pertama.
Ketika Emaknya tampil bak wanita karier di televisi, anak-anak malah bertampang gembel banget. 😰
Beginilah anak-anak kalau dibiarkan jalan dari rumah tanpa arahan emaknya. Mereka pasti pake kaos oblong aneh bin ajaib, jins gembel yang wis berapa kali sudah saya coba selipin masih bisa ketemu dan... Sandal jepit Swallow!!! Kakak pake yang orange, Abang yang biru dan Adek biru juga. Ayahnya dengan santai berkata, "Bagus kan? Akur!" 😥😥
Satu beli sepatu, yang lain sibuk bantuin milih. Itupun pake acara maksa lagi... 😑😑
Adek, si pencinta sepatu itu juga gak mau kalah. Dia memang suka lihat2 dan masih bisa menahan diri kalau kami bilang tidak boleh beli. Tapi, kalau dia menemukan yang dia benar-benar suka, game over... Hari ini gak berhasil, besok dan besoknya lagi kami pasti diteror dengan mata memelas, pujian yang berujung permintaan dsbnya.
Siapa sangka sepatu warna ungu polos yang kelihatan sederhana justru membuat anak kecil umur 8 tahun itu jatuh cinta? Ampun deh... Dia sampe lompat-lompat di etalase menunjuk-nunjuk sepatu yang dia sukai itu. Bahkan berani meminta ke Mbak Sales untuk mengambil sepatu berukuran 32 atau 33. Ternyata justru no. 32 itulah yang ada di etalase dan cocok di kakinya. Begitu dipake, sudahlah... Sandal swallow langsung pindah ke dus. 😂😀
Saat Kakaknya memilih tas dengan warna dan gambar kartun, Adek justru memilih tas berwarna pink dan tak mau ada gambar karakternya. Kepribadian keduanya memang sangat berbeda. Kakak tomboy dan sangat mirip dengan saya, tak pandai memilih barang-barang cantik. Kami malah selalu menemukan sesuatu yang disukai seperti kaos atau jaket di counter khusus laki-laki.
Sedangkan Adek malah feminim dan modis. Warna pilihannya selalu lembut dan modelnya selalu cantik, membuat anak kecil itu terkadang lebih dewasa dari umurnya. Kadang-kadang, tas pilihannya pun dipakai si Kakak dan... Saya. 😅
Setelah membayar semua yang dibeli. Saya mengajak anak-anak makan siang prasmanan. Tak menyangka, ternyata Abang sudah sering makan di sana bersama teman-temannya di Tim MB, Ayah juga kalau lagi sendirian atau hanya berdua Adek. Dunia anak-anak ternyata sudah lebih luas dari dugaan saya.
Anak-anak ternyata lapar banget, sampai nambah 2x 😄 dan kami mengaso sebentar. Apalagi kaki saya sudah mulai menjerit karena sepatu.
Time to enjoy my family time...
So, pake sepatu tinggi itu bikin kaki seperti dijepit... Jadi saya pun mendadak beli sandal jepit. Sama seperti anak-anak. This is not fashion time, it's my family time. Anak-anak dan Ayah semua tertawa. Sabodo deh! Udah gak tahan sakitnya.
Saya merengek minta dibelikan manisan jambu, 20rb... Gila deh ah, mahal bingits! Tapi ya udah telanjur dipegang dan dicomot pula. Maklum, saya memang suka jambu bangkok. Ayah ngeledek, jambunya benar-benar beli di Bangkok. 😅 😅
Saat itu, Adek juga minta es potong. Udah jarang loh orang jualan es beginian di Jakarta dan tiap kali ke PasBar, kami selalu beli. Adek sangat hafal, karena saya pernah cerita ini es pertama emaknya saat masih kecil dulu. Curi kesempatan makan es di sekolah.
Oh ya, saya baru bisa makan es krim itu pas kelas 3 SD. Selama itu saya tak bisa makan es karena gampang sakit.
Ternyata penampilan keluarga kami yang ala gembel itu gak sendirian loh. Banyak yang jalan-jalan berbelanja memakai sendal jepit loh. Masih mending lah kita, saya masih pake kaos kaki meski bersendal dan ada Adek yang tetap memilih bersepatu cantik ungu itu.
Semakin ke sini, saya belajar menikmati setiap detik bersama anak-anak. Apapun polah mereka, kalau itu hanya soal penampilan maka biarlah... Selama Kakak masih terus belajar berhijab dan aurat mereka tertutup. Toh, kami menikmati waktu bersama dengan nyaman, bukan untuk memuaskan mata orang lain.
Sabtu bersama teman-teman dan keluarga...
Itulah harta berharga...
Itu mengapa kita ada...
Untuk mereka yang kita sayangi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar