11 November 2016

Bermain Hujan Melepas Beban

Bawaan kesal karena peristiwa kemarin, membuat saya memilih untuk berdiam diri di rumah hari ini. Apalagi ini Jum'at, dua anak pasti pulang cepat dan kegiatan mereka setelah Jum'atan menutup saya harus mengantar mereka ke tempatnya masing-masing.
Tapi, ternyata hujan turun setelah menjelang sore. Tepat saat saya hendak menjemput Kakak. Kami kehujanan. Awalnya hujannya tidak terlalu deras, tapi banyak sekali orang-orang yang mau cepat bahkan beralasan istrinya mau melahirkan. Mau ketawa, tapi ya gimana... semua orang mau cepat sampai supaya tak kehujanan.

Saat hujan turun, dan jalan tertutup oleh kereta api yang seperti tak ada habis-habisnya lewat, kami duduk di atas motor dengan wajah pasrah. Kasihan juga melihat Kakak yang kayak orang bingung. Jadi saya pun mengajaknya bercanda. Menertawai tukang bajaj yang mencuci kaca depan bajajnya saat macet, berbisik tentang para ojek payung yang punya payung tapi tak dipakai, lalu akhirnya... Kakak minta izin melepas sepatunya. Saya pun setuju. Kakinya yang sudah dibungkus kaos kaki basah pasti kedinginan.

Kakak tampak tak peduli bertelanjang kaki berjalan di trotoar. Ia malah tersenyum-senyum. Dulu, masih kecil selalu tak diperbolehkan bermain hujan, sekarang saya malah mengajaknya. Begitu kata Kakak.

Ah, Kakak... tak tahukah kau, Nak? Emak juga sama. Mak gak pernah boleh bermain hujan. Satu kali Emak pernah bermain hujan itu ketika Nenek sedang tidak ada dan hanya Kakekmu yang kasihan melihat tatap penuh harap Emakmu ini. Saat itu masih SMA kelas 1 dan saat itu... anak buah Kakekmu, para polisi muda itu keheranan. Ada anak remaja perempuan yang tak peduli pada pakaiannya yang basah kuyup, bermain bertelanjang kaki dan tertawa menikmati hujan di depan mess mereka sambil membasahi dan menciprati mereka. Tapi mereka malah menemani Emak, berpikir bahwa sesekali menjadi anak kecil bukanlah hal yang dilarang. Saat itu, kami bermain hujan bersama. Walaupun Emak terlahir tak lagi punya kakak saat itu, tapi hari itu ada dua kakak laki-laki yang mau bermain bola bersama.

Sekarang hujan turun lagi, Kak. Emakmu selalu mengenang satu-satunya kenangan bermain hujan itu. Siapa sangka berpuluh tahun kemudian masih bisa dikenang sebagai salah satu saat terbaik dalam hidup ini. Dua kakak itu mungkin sudah lupa, tapi tidak dengan Emak. Selamanya... Emak berterima kasih karena mereka mengajari Emak untuk melepas bebas dalam derai hujan yang jatuh.

Nak, ingat hari ini. Hari dimana kita menengadah menghadap langit, membiarkan air hujan membasahi wajah dan menutupi kacamata kita berdua dengan deraian airnya. Hari dimana kita berpelukan dengan kuat karena kedinginan. Hari dimana Emakmu ingin kau ingat sebagai salah satu hari terbaik dalam hidupmu. 

*****

Tidak ada komentar: